LAHIRAN

487 41 7
                                    

     Setelah tiba di rumah sakit, Gibran langsung berlari menuju ruangan IGD dimana Adara di rawat di sana.

Setibanya di ruangan IGD, Gibran melihat Vio dan kedua pengawal pribadinya berdiri di depan ruangan Adara.

"Dimana istri gue?!" tanya Gibran dengan suara yang sedikit meninggi.

"Di dalam," jawab Vio dengan terisak. Vio masih syok dengan kejadian yang baru saja terjadi tepat di depan matanya.

Kejadian dimana Adara di tabrak mobil setelah menyelamatkan seorang anak kecil.

"Adara!" Gibran hendak masuk ke dalam ruangan Adara, namun Irsyad segera menahannya.

"Tuan tenanglah! Adara sedang di periksa, anda tidak boleh langsung masuk begitu saja!" ujar Irsyad berusaha menenangkan Gibran yang berusaha memberontak, tetap kekeuh ingin masuk ke dalam ruangan Adara.

"Lepasin gue, Syad! Gue ingin bertemu Adara! Adara butuh gue, Syad!" teriak Gibran dengan keras seraya berusaha memberontak.

"tuan sabarlah sebentar, Dokter Raja sedang menangani Nona," ujar pengawal pribadi Gibran juga ikut menenangkannya.

"Kamu!" geram Gibran langsung mengcekik leher pengawal pribadinya itu.

"Aku membayarmu buat ngejaga istriku! Kenapa kamu membiarkan istriku sampai seperti ini hah. !" teriak Gibran menghajar habis-habisan pengawalnya itu.

Sementara satu pengawal lainnya, hanya bisa diam dan tinggal menunggu gilirannya dihajar habis-habisan oleh bosnya itu.

"Tuan tenanglah!" Irsyad lagi-lagi berusaha menenangkan Gibran yang memukul pengawalnya sendiri secara membabi-buta.

"Lepasin gue, syad! Inilah akibatnya jika kamu tidak menjaga istriku dengan baik!" teriaknya lagi tak berhenti menginjak-injak tubuh pengawalnya itu yang sudah terkapar tak berdaya di atas lantai.

"Tuan!" bentak Irsyad sudah habis kesabaran.

Bug!

Gibran yang sudah kesetanan itu langsung melayangkan bogem mentah di wajah Irsyad membuat Irsyad ikut terkapar ke lantai.

"Irsyad!" teriak Vio semakin menangis melihat situasi semakin memburuk.

"Berani kau membentak tuanmu sendiri." Gibran hendak mendekat pada Irsyad namun vio segera menghalangi.

"Gib, mereka tidak bersalah! Aku yang bersalah! Aku yang membiarkan Adara menyebrang jalan sendirian!" ucap Vio dengan air mata yang terus mengalir keluar.

Gibran yang mendengarnya pun semakin emosi, matanya langsung memerah dan tangannya langsung mengepal dengan sangat kuat. "Ternyata lo."

"Vio, larilah!" teriak Irsyad dengan lemah, melihat Gibran yang terlihat seperti marah pada Vio.

"Hiks ... tidak, aku tidak bisa membiarkan Gibran memukulmu." Vio seketika memejamkan matanya ketika melihat Gibran yang mulai berjalan kearahnya.

"Aku bilang lari, Vio!" teriaknya lagi namun Vio tetap diam di tempatnya.

"Kamu tahu, dia adalah wanita yang paling gue cintai, dan kamu dengan beraninya membiarkan dia menyebrang jalan sendirian disaat kondisinya sedang hamil anak gue?!" teriak Gibran.

Emosi Gibran sudah di ujung tanduk, ia tak lagi memikirkan bahwa Vio adalah wanita, bagi Gibran Vio pantas mendapatkan pukulan darinya.

Dan disaat Gibran henda melayangkan pukulan terhadap Vio tiba-tiba saja seseorang langsung menarik Gibran dari arah belakang.

PLAK!

Suara tamparan begitu nyaring terdengar di rumah sakit itu.

"Apa begini cara papa mengajarkanmu!" seru papa Gibran yang baru saja menampar pipi Gibran dengan sangat keras.

Gibran langsung terdiam ketika mendapat tamparan keras dari papa nya. Dan tanpa disadari oleh dirinya sendiri ia meneteskan air mata dengan sangat deras.

Suasana kembali hening, tidak ada lagi yang berani bersuara ketika orang tua Gibran sudah turun tangan.

Sedangkan Gibran terus menangis, ia terus berdoa agar istri dan anaknya selamat.

Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Dokter Raja keluar. Gibran segera menghampiri sahabatnya itu.

"Bagaimana keadaan istri gue?!" tanyanya pada Dokter Raja.

"Adara mengalami pendarahan yang hebat," jawab Dokter Raja membuat tubuh Gibran langsung lemas dan wajahnya langsung memucat.

"Kami harus segera mengeluarkan bayi di dalam kandungannya," ujarnya lagi membuat Gibran benar-benar syok.

"Apa yang lo katakan! Lo tahu usia kandungan Adara baru saja memasuki 9 Bulan!" ujar Gibran meninggikan suaranya.

"Tapi jika kita tidak mengeluarkan bayinya maka nyawa Adara akan ...." Dokter Raja tiba-tiba terdiam.

"Akan apa!" bentak Gibran langsung menarik kerah baju Dokter Raja.

"Gue ngak mau tahu, lo harus bisa menyelamatkan istri dan bayi gue, Raja!" bentaknya lagi.

"Tapi ... jika kita melakukan operasi sesar maka kemungkinan keselamatan bayi sangat tipis," ujar Dokter Raja membuat Gibran langsung terduduk di kursi.

Ia langsung terdiam seribu bahasa. Wajahnya tanpa bingung dan frustasi. Ia harus bagaimana? Seumur hidup ini adalah cobaan yang paling berat yang pernah di hadapi oleh Gibran itu.

"Gib, kamu harus segera mengambil keputusan! Waktu tidak terlalu banyak, kondisi istrimu semakin kritis!" ujar Dokter Raja membuat Gibran tersadar dari diamnya.

"Selamatkan istri gue, gue tidak bisa hidup tanpanya," lirihnya membuat semua keluarga langsung tertegun mendengarnya.

"Baiklah, kamu harus tanda tangan disini, dan kami akan segera melakukan operasi caesar untuk istrimu." Dokter Raja menyerahkan sebuah surat lalu Gibran segera menandatanganinya.

Dokter Raja hendak kembali masuk ke dalam ruangan Adara, namun Gibran segera menahan tangannya. "Ada apa?" tanya Dokter Raja.

"Kalau bisa selamatkan bayi kami juga. Jika bayi kami tidak selamat, apa yang harus gue katakan pada Adara?" lirih Arara membuat Dokter Raja terdiam.

"Aku akan berusaha semaksimal mungkin, Gibb. " Dokter Raja pun segera masuk untuk memindahkan Adara ke dalam ruangan oprasi.

....

"Gibran ...." Lirih mama Gibran mendekat lalu duduk di samping putranya itu.

"Apa Adara akan ninggalin aku, mah?" tanya Gibran dengan mata yang sembab karena terus menangis.

"Kamu tidak boleh berbicara seperti itu, Gib." Mama Gibran mengelus punggung putranya itu. Ia tautahu kalau Gibran begitu mencintai Adara,Gibran pasti tidak sanggup menghadapi cobaan seperti ini sendirian.

"Dia cinta pertama Gibran... Gibran ngak akan bis hidup tanpa Adara," lirihnya seraya mengusap wajahnya dengan kasar.

"Kamu harus berfikir positif Gib, semuanya pasti akan baik-baik saja."

Gibran menghela nafasnya dengan panjang lalu menatap langit-langit rumah sakit. 'Ini yang aku takutkan selama ini. Apa mungkin ini arti dari semua mimpi itu.'

"Ini sebabnya aku menyuruhnya untuk tetap diam di rumah, tapi dia tetap ngotot!" Gibran kembali mengusap wajahnya dengan kasar.

Sedangkan Rasya masih mondar mandir menunggu kabar kondisi Adik nya dan kini ia sedang di tenangin oleh Naura.

Sedangkan Fatir kini sedang di luar negeri. Ia ingin sekali pulang namun kondisi yang tidak memungkin kan, jadi ia harus mengurungkan niat nya.

BERSAMBUNG..........

SANG MATAHARI   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang