Adara yang sedang menangis di kamar itu, mendengar seseorang mengetuk pintunya. Ia langsung bangun dan menyeka cepat air matanya yang masih mengalir dengan sangat deras.
"Masuk ...." ucap Adara dengan suara sedikit terisak.
Pintu terbuka dan menampakkan Vio yang langsung masuk ke dalam kamar itu.
"Ra lo nangis?" tanya Vio seraya duduk di samping Adara.
Adara mengangguk kepalanya. "Gibran gak memberikan gue pergi jika kedua pengawalnya tidak ikut," isak Adara membuat Vio tersenyum simpul.
"Wajar Gibran tidak membiarkan po pergi. Lihat kondisi lo sekarang, lo sedang hamil tua, sangat bahaya jika berkeliaran sendiri diluar sana," ujar Vio membuat Adara langsung memanyunkan bibirnya ke depan.
Vio pun memberikan sedikit nasehat pada Adara agar ia harus mengerti suaminya yang tak ingin jika Adara kenapa-kenapa.
Awalnya Adara masih terus protes dan merasa kalau Gibran terlalu posesif, namun Vio adalah wanita yang pintar bersilat lidah yang membuat Adara hanya bisa pasrah dan akhirnya ia ingin pergi namun kedua pengawal Gibra harus ikut pastinya.
"Tapi aku ingin kamu ikut denganku untuk menemui Naura," pintah Adara membuat Vio yang hendak kembali ke kantor mau tidak mau harus menuruti permintaan sahabatnya itu.
....
Di perjalanan, Vio benar-benar menemani Adara untuk pergi menemui Naura. Mereka mengendarai mobil dengan kedua pengawal yang sudah di perintahkan Gibran untuk mengawasi istrinya.
Kini Adara tidak bersedih lagi, ia senang memiliki teman seperti Vio yang sangat pintar dalam menangani sesuatu.
"Berhenti, Pak!" Adara tiba-tiba saja meminta agar pak supir menghentikan mobilnya. Membuat Pak Supir segera menghentikan mobil tersebut.
Adara terlihat sedang menatap sesuatu dari luar, ia tak sengaja melihat seorang pedagang yang sedang berjualan gula kapas di pinggir taman.
Tiba-tiba adara teringin mencoba gula kapas itu dan dengan sesegera ia hendak turun dari mobil namun salah satu dari pengawal Gibran langsung menahannya.
"Nona tidak boleh kemana-mana!" ujar pengawal tersebut.
"Aku hanya ingin membeli permen kapas itu!" sungut Adara dengan menunjuk pedagang permen kapas itu.
"Nona tolong dengarkan kami, ini perintah dari Tuan Gibran sendiri," ujar pengawal itu lagi membuat Adara langsung murung.
Adara beralih menatap pedagang permen kapas itu dengan tatapan berkaca-kaca. Bagaimana tidak? Ia sangat ingin mencobanya, dan lebih parahnya lagi, ia iri ketika melihat banyak anak-anak yang juga ikut mengantri untuk membeli permen kapas itu.
Adara sempat berfikir, jika ia bisa mengulang waktu, ia ingin menjadi anak-anak kembali lalu ikut mengantri untuk membeli permen kapas itu.
Sementara Vio yang melihat Adara bersedih kembali membuatnya sedikit kasihan. Ia pun berinisiatif untuk membantu Adara.
"Aku akan menemani Adara untuk membeli permen kapas itu, kalian tidak perlu khawatir," ujar Vio pada kedua pengawal tersebut.
"Tapi Nona ...."
"Aku akan menjaganya," ucap Vio dengan penuh keyakinan membuat Adara tersenyum senang.
"Kalian dengar itu? Vio suruhan dari suamiku loh! Kalau kalian berani melawannya, maka suamiku akan memotong gaji kalian!" ujar Adara yang berhasil membuat kedua pengawal itu takut.
Akhirnya tanpa ada halangan sama sekali, vio dan Adara turun dari mobil dan menyebrang jalan untuk memberi permen kapas di seberang sana.
Sesampainya di tempat tersebut, Vio dan Adara ikut mengantri bersama anak-anak yang juga ikut mengantri untuk membeli sebuah permen kapas.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Adara dan Vio dapat mencoba permen kapas tersebut, mereka berdua membeli banyak permen kapas berbagai varian warna kemudian hendak kembali ke mobil.
Adara dan Vio hendak menyeberang jalan namun pandangan Adara tiba-tiba terhenti ketika melihat seorang anak kecil yang menyebrang jalan.
Adara melototkan matanya dengan sempurna. Bagaimana tidak? Jalan masih ramai dengan pengendara motor ataupun mobil yang membuat Adara khawatir jika anak itu tertabrak mobil.
Dan benar saja. Sebuah mobil melaju kencang kearah anak itu yang membuat Adara sontak berlari kearah anak itu.
"Adara!" Vio terkejut melihat Adara langsung berlari ke tengah jalan.
Adara segera berlari kearah anak itu karena anak itu belum menyadari jika ada sebuah mobil yang sedang melaju kencang kearahnya.
Adara tahu jika ia terlalu nekat untuk mendekati anak itu, akan tetapi ia juga tidak bisa membiarkan seorang anak berada dalam bahaya tepat di depan matanya sendiri.
"Tidak!" Adara berteriak dengan sangat keras ketika mobil itu hampir saja menabrak tubuh anak kecil itu. Beruntung ia dengan sigap mendorong anak kecil itu sehingga anak kecil tersebut selamat.
Namun hal yang tak diinginkan justru terjadi. Mobil itu justru menabrak ibu hamil itu membuat semua orang yang ada di sana begitu syok.
"Nona!" teriak kedua pengawal secara bersamaan.
segera berlari kearah Adara mengetahui Adara di tabrak mobil setelah menyelamatkan seorang anak kecil.
"Akh ...." Adara memegang perutnya yang terasa sangat sakit,
"Vio, perutku sakit," lirihnya meremas perutnya dengan kuat, tak tahan dengan rasa sakit di dalam perutnya.
"Darah!" pekik vio ketika melihat Adara mengeluarkan banyak darah.
"A--aku berdarah? Vio, anakku!" tangisan Adara langsung pecah begitu saja ketika ia mengetahui bahwa ia sedang berdarah.
Kedua pengawal itu langsung menggotong tubuh Adara dan membawanya masuk ke dalam mobil. Vio yang masih syok dengan kejadian itu segera menghubungi Irsyad kalau Adara mengalami kecelakaan.
Irsyad yang mendengar istri tuannya mengalami kecelakaan, benar-benar terkejut setengah mati.
"Apa?! Adara kecelakaan?!" pekik Irsyad dengan terkejut.
"Kamu dimana sekarang!?"
"Kami sedang meluncur ke rumah sakit,syad." Vio mulai menangis, ia tahu ia sudah melakukan kesalahan fatal karena sudah membiarkan istri tuannya terluka.
"Aku takut, syad, cepatlah kemari, Adara tidak bisa berhenti merintih kesakitan," lirihnya.
Irsyad yang mendengarnya segera berlari ke ruangan rapat, dimana Gibran sedang melakukan meeting bersama para kliennya.
"Tuan!" Gibran dibuat terkejut ketika melihat Irsyad yang tiba-tiba datang dan mengganggu acara meeting nya.
"Kamu itu kenapa?!" teriak Gibran marah karena Irsyad sudah lancang masuk ke dalam ruangan meeting nya.
"Adara, Tuan! Adara!" ucap Irsyad dengan gemetar.
"Adara?!" wajah Gibran langsung memucat ketika mendengar irsyad menyebut nama istrinya dengan suara yang gemetar. "Istriku kenapa, syad?!"
"Ad_adara... Emm Ada_ra."
"ISTRI GUE KENAPA!!" bentak Gibran dengan wajah semakin memucat.
"Adara mengalami kecelakaan," jawab Irsyad membahas Gibran benar-benar syok, tubuhnya langsung lemas dan bergetar hebat.
"Apa?! Lalu dimana istriku!" teriak Gibran.
"Saat ini sedang meluncur ke rumah sakit," jawab Irsyad membuat Gibran langsung berlari sekencang mungkin keluar dari ruangan meeting tersebut.
"Tuan!" Irsyad tahu ia tak bisa membiarkan Gibran sendiri, ia segera mengejar tuannya itu, walau ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Raa...." lirih Gibran menangis di selama perjalanannya.
BERSAMBUNG.............
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG MATAHARI [END]
RomancePerjalanan cinta sepasang kekasih yang ingin bahagia, namun banyak rintangan yang harus mereka alami untuk menuju cinta abadi. "Gue bakal perjuangin lo ra" ~GIBRAN PUTRA PRADANA~ "Mungkin matahari itu tidak akan bersinar pada waktunya" ~ALETTA KENZ...