Udah baikan?”
Adara mendongak menatap Rasya sambil sesekali mengusap-usap air matanya yang turun menggunakan kedua tangannya setelah itu Adara mengangguk.
“Iya, bang...,”
“Jadi udah, kalian itu mau nikah jangan ada yang ditutupin lagi,” Rasya menoleh ke arah Adara dan Gibran.
Adara tertegun sejenak. “Um ...hehe, iya bang,,!”
“Sya? Kalo gue ke rumah lo, gue nggak akan dimarahin nih? Gue takut kalau om Fatir marah,”
“Apa? Lo takut?takut sama calon mertua lo, hem?” Rasya tertawa pelan melihat wajah Gibran yang ketakutan.
“Gue—”
"Udah gpp ayah juga ga tau soal ini, ayah lagi di rumah nenek. " Ujar Rasya membuat Gibran sedikit tenang.
"Dan kamu Adara., " Suara Gibran membuat semua menoleh ke arah Adara, Adara yang tak paham pun hanya mengerutkan kening nya.
"Napa." Balas Adara singkat.
"Kamu hanya milik Gibran putra Pradana ga ada yang bisa miliki kamu selain aku,,,, " Umpannya penuh antusias. Membuat Adara bergedik ngeri mendengarnya.
"Gue yang seutuhnya bisa miliki Adara,, " Ucap Rasya yang tak terima, naura dan juga yang lain hanya menyimak perdebatan Rasya dan Gibran yang merebutkan Adara.
Suasana yang semula tegang berubah menjadi keceriaan dan kebahagiaan yang terpancar setelah badai menghantamnya.
Setelah kepergian Lea,Farel Naura dan Rasya. Gibran duduk di samping Adata, kini tinggal Gibran yang berada di kamar rawat Adara, yang lama-kelamaan semakin terbuka lebar senyuman memperlihatkan wajah Adara yang kembali ceria.
“Gibran? Kenapa gak pulang juga?” tanya Adara sambil menatap ke arah Gibran. Adara memegang tangan Gibran lalu menolehkannya ke samping kanan dan kiri melihat tangan nyayang terluka.
Gibran memegang tangan Adara yang sekarang masih ada di genggamannya, Gibran menurunkannya dengan pelan lalu menatap Adara.
“Maafin aku sayang, udah bikin kamu sakit hati,,!” Gibran menunduk membuat Adara kaget sendiri.
“Eh? Gib kamu jangan kayak gini ih, masa sih dingin jadi meleleh!” Adara tertawa pelan.
Tatapan Adara beralih pada tangan Gibran yang mengeluarkan darah, Adara memegang tangan Gibran lalu, duduk menyender pada senderan brankar.
“sayang, ”
Sebuah tangan berhasil membuat Adara menatap melihat Gibran yang menatapnya dengan sendu.
“gibran, tangan kamu terluka!” lirih Adara.
“Ck, ini bukan apa-apa ini udah biasa!” ucap Gibran yang duduk di kursi samping brankar Adara.
Begitu juga dengan Adara yang duduk di brankar seraya menatapnya.
Tiba-tiba saja Gibran menarik Adara masuk ke dalam dekapannya membuat Adara agak tersentuh dengan suhu panas dari tubuh Gibran. Adara melerai pelukan itu.
“Nggak usah aneh-aneh, aku cuma butuh kamu sayang,,!”
“Tapi kan, gib—”
“Syutt, nurut sayang!” kata Gibran dengan tatapan juga yang belum pernah lepas memperhatikan Adara sedari tadi.
Salting!
“sayang!”
“Emm!” Adara memukul Gibran menggunakan bantal itu, hingga suara meringis dari Gibran membuat Adara membuang bantal itu lalu mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
SANG MATAHARI [END]
RomancePerjalanan cinta sepasang kekasih yang ingin bahagia, namun banyak rintangan yang harus mereka alami untuk menuju cinta abadi. "Gue bakal perjuangin lo ra" ~GIBRAN PUTRA PRADANA~ "Mungkin matahari itu tidak akan bersinar pada waktunya" ~ALETTA KENZ...