Judul-judul 29

1.6K 334 17
                                    

Aku mungkin akan menyesali ini nanti, tapi aku juga akan menyesal jika tidak melakukannya. Dilemma tidak pernah terasa nyaman, jadi aku harus memilih salah satu konsekuensi dan itu adalah dengan mengiyakan ajakan perempuan asing, yang sekarang sudah duduk di seberangku. Ada sebuah kafe kecil di sebelah toko pernak-pernik favoritku, jadi aku mengajaknya ke sini dengan duduk dibatasi meja kayu bundar yang tak besar. Kursi kami hanya dua, untukku dan untuknya.

Belum ada obrolan berarti selain dari pesanan yang aku sebut dan dia sebut kepada salah satu karyawan di sini. Sekarang, ketika karyawan itu pamit untuk membuatkan pesanan, baru lah kami kembali saling tatap. Aku mungkin ... kali ini berani mengatakan bahwa aku terlihat lebih luwes darinya, terima kasih untuk pekerjaanku. Karena dia jauh terlihat lebih gugup, duduk tak nyaman, dan senyuman tipisnya yang berkali-kali datang dan pergi. Juga jemarinya yang tak henti menyentuh rambutnya.

Dia masih muda.

Apa hubungannya denganku? Apa hubungannya dengan telepon asing dan iseng yang selama ini menghantuiku? Apakah pelakunya orang yang sama? Apakah dia juga yang waktu itu mengobrol dengan Datta di telepon dan membuat janji temu, lalu batal dan menurut Pak Damar hanya ulah orang-orang iseng semata.

"Hey, kamu mau ngomong apa?"

Dia menatapku cukup lama, lalu tersenyum dan mengatakan pembukaan yang cukup mengejutkan untukku. "I'm happy for both of you. Kamu cantik, Bim, kamu baik di pekerjaan, kamu baik di mata orang-orang sekitarmu, aku tahu kamu juga baik di pekerjaanmu." Itu tidak terdengar seperti pujian yang manis untukku, tetapi terasa begitu mengerikan. "Saya beneran nggak ngeraguin kamu sama sekali, aku seneng Datta akhirnya bisa nemuin cintanya lagi."

Keningku tak mampu menahan kerutannya. Kalimat terakhir yang keluar itu sepenuhnya mampu membuatku mengulang kembali kalimat-kalimat sebelumnya, berusaha memahami artinya. Dia ... sungguh mengintaiku selama ini? Di kehidupan sehari-hari—personal—bahkan di lingkungan pekerjaan? Juga termasuk soal aku dan Datta? Apa yang dia maksud dengan 'akhirnya Datta menemukan cintanya lagi'?

Geezz ... aku tidak mampu mengutarakan apa yang ada di kepalaku saking terasa mengejutkannya.

Namun, aku tahu, aku tidak boleh hanya diam dan pulang dengan membawa sejuta pertanyaan. Dia orang asing, aku tidak mau nanti setelah ini orang asing ini malah memberi pengaruh dalam hidupku, baik sekarang atau masa depan. Jadi aku berdeham, berusaha tetap tenang ketika mengatakan, "Kamu tahu kalau mata-matain orang itu ilegal, kan?"

Kepalanya mengangguk. "Iyaa, saya minta maaf, ya, Bim. Tapi saya beneran nggak ada niat jahat atau apa kok."

"Kamu dan Datta ada hubungan apa?"

Dia menggelengkan kepalanya. "No, itu udah di masa lalu. Masa lalu banget dan poin saya bukan itu, Bim. Saya minta maaf kalau tadi kedengerannya kurang enak. Saya cuma mau minta tolong, sebagai orang terdekat keluarga Datta dan yang paling mungkin bisa saya jangkau."

"Saya?"

"Ya." Dia tertawa pelan. "Kamu tahu Pak Damar ... hebat banget ngurus keluarga Budiawan, kan? Saya nggak pernah dapet celah, Bim, dari dia. Saya cuma mau minta hak saya."

"Hak apa?"

Sorot matanya terlihat penuh luka. Bukan hanya itu, aku juga melihat kilat amarah yang mungkin ... "Hak keluarga saya, hak papa saya. Saya mau nama papa saya bersih karena memang sudah seharusnya begitu." ... mungkin sudah terpendam lama. Tenggorokanku tercekat, apa yang akan aku hadapi ini? Bencana apa yang siap menghampiri di depanku ini? "Bim, saya sama sekali nggak punya akses nyentuh keluarga Budiawan, saya udah coba berbagai cara, habis-habisan, tapi nihil. Cuma kamu, kamu yang bisa bantu saya sekarang. Please?"

beyond wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang