Judul-judul 15

2.5K 526 56
                                    

Momen ini seharusnya tidak perlu mendebarkan separah ini, bukan?

Dia masih remaja.

Zora belum bisa disebut sebagai 'ancaman' untuk nasibku. Namun, entah kenapa aku merasa takut setengah mati dan menjadi orang paling bodoh selama beberapa menit bersama Datta di sofa ini. Lalu sekarang, ketika sudah kembali sendirian karena Datta akhirnya harus pamit untuk ke kamar Zora, aku seakan-akan sudah kembali normal dengan rasa takut yang berlipat ganda. Biasanya, momen-momen menunggu yang terasa tidak nyaman di dalam hidupku adalah ketika; sedang duduk di ruang tunggu pesawat dan sebelum rapat Bapak dimulai. Nyatanya, menunggu yang hari ini juga terasa lebih menekan. Karena menyangkut kehidupanku, mungkin?

Maksudku, semua tentu berhubungan dengan kehidupanku. Tetapi yang kali ini aku merasa akan melibatkan banyak orang dan ... sejujurnya aku sungguh tidak tahu kenapa. Kesimpulannya hanya satu; aku takut sekaligus ingin tahu apa yang Datta bicarakan dengan Zora (kalimat detailnya lebih tepatnya) dan bagaimana hasilnya nanti. Akankah seperti yang dia janjikan dan aku inginkan? Atau justru lebih buruk karena Zora tidak berniat untuk bekerja sama, sama sekali. Karena kalaupun aku jadi Zora, belum tentu aku merasa takut kakak kandungku menceritakan aibku pada orang tua kami. Bisa saja aku merasa santai karena tahu emosi mereka hanya bersifat sementara, tidak akan selamanya.

Aku menunduk, memegang kepalaku karena terasa mulai nyeri.

Rasa-rasanya masalah datang bertubi-tubi, tidak memberi jeda bahkan sedetik. Aku baru bisa mengalihkan pikiran tentang Datta-Zora ketika ponselku berdenting dan nama Bayu muncul di sana sebagai pengirim pesan. Dia bertanya kabarku dan meminta maaf tentang kondisi kami yang tidak nyaman waktu itu. Lihatlah manusia normal, meskipun dia tidak melakukan apa-apa pada hari itu, dia merasa tetap perlu meminta maaf. Entah untuk formalitas atau memang sungguh karena merasa tidak enak padaku.

Padahal aku tahu pasti, yang seharusnya meminta maaf adalah Datta. Laki-laki otak miring yang menurutku jarang sekali menimbang-nimbang tindakan atau kata-kata—oh great, Bima, kamu sekarang menjelek-jelekkan lelaki yang beberapa menit lalu kamu sanjung-sanjung dan nikmati pelukan dan bibirnya. Benar-benar luar biasa aku berubah menjadi perempuan mengerikan.

Aku mendongakkan kepala, menghela napas sebelum akhirnya memilih untuk bertukar pesan dengan Bayu, sebagai distraksiku saat ini. Aku butuh ini kalau tidak mau kepalaku ikutan miring atau pecah berkeping-keping.

Namun, interupsi itu pada akhirnya datang. Aku masih bisa bersyukur mereka datang di saat obrolanku dengan Bayu sudah sampai di tahap aman seperti semula dan kami sudah merencanakan agenda selanjutnya untuk lari. Mungkin lebih tepatnya disebut hanya pertemuan. Karena aku yakin, kami lari hanya sebentar, sisanya mencari tempat untuk istirahat dan menikmati minuman dan makanan. Aku meletakkan ponsel di atas pangkuan dan mengangkat kepala, melihat Zora mengambil tempat duduk di seberangku, sementara Datta entah apa pikirannya, bukannya duduk di sebelah adiknya, malah mendaratkan pantat di sebelahku. Wangi tubuhnya seketika menyapa hidung dan aku menggelengkan kepala untuk mengusir segala pikiran kotor di kepala.

"Mbak Bima, aku minta maaf."

Tunggu ...

Jadi ini hasilnya?

Aku melirik Datta dan meminta penjelasan lewat mata, tetapi dia tak memberi jawaban melalui kata-kata, hanya balas menatapku dan memberi anggukan kepala. Aku rasa percuma, untuk itu aku kembali memberi atensiku untuk Zora dan bertanya, "Minta untuk apa? Harusnya aku yang ... maksudku, Mbak Bima—"

"No no no." Kepalanya menggeleng, dia masih memasang wajah bersalah. "Aku harusnya nggak ikut campur masalah orang lain, masalah pribadi kalian. Terutama Mbak Bima. Kalimatku tadi mungkin kayak anceman, I guess? But it wasn't. Aku beneran cumaa ..." Dia melirik Datta, lalu menatapku lagi. "Iseng? Aku nggak tahu kenapa tadi lancang banget bilang gitu, tapi aku beneran kok waktu bilang 'I kinda like you'. Aku beneran nggak masalah kalau Mbak Bima sama Mas Datta punya hubungan, tapi emang harusnya aku nggak ikut campur. Jadi, aku beneran minta maaf, ya, Mbak?"

beyond wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang