Judul-judul 41

1.9K 365 12
                                    

"Bapak, saya rasa waktu berduka saya sudah pulih, saya sudah bisa kembali ke kehidupan saya sebelumnya. Tentu semua itu berkat kebaikan Bapak dan keluarga, saya sangat berterima kasih. Weekend ini saya tinggal kunjungan terakhir dan bayar biaya sewa, minggu depan saya sudah bisa mulai isi tempat tinggal baru saya. Mohon izinnya, Pak."

"Di daerah mana itu, Bim?"

"Nggak jauh dari kantor, Pak."

"Sebenarnya saya nggak masalah dan lebih senang kalau kamu tetep tinggal di rumah, tapi saya juga nggak bisa nahan kamu terus-terusan, kamu pasti punya rencana sendiri untuk hidupmu." Beliau memberiku senyum ramah yang selalu dia miliki, juga anggukan kepala. "Nanti biar dibantu Pak Damar pindahannya, ya." Beliau menatap Pak Damar yang sedang menyetir. "Tolong bantu Bima ya, Pak?"

"Baik, Pak," jawab Pak Damar tanpa jeda.

Aku tersenyum dan mengangguk kecil entah untuk siapa. Siapa pun yang melihat itu dan merasa aku berterima kasih padanya. Sebenarnya untuk mereka berdua; Bapak dan Pak Damar.

Tentu saja aku tidak mati rasa untuk situasi ini.

Berkali-kali, nyaris setiap malam setelah apa yang terjadi di rumah Bapak itu, aku terus mempertanyakan apa yang seharusnya aku lakukan, aku rasakan, dan aku katakan pada mereka. Pada Bapak terutama, pada Ibu, pada Zora, dan mungkin saja pada Datta­­­—dia belum memunculkan diri lagi sejak saat itu. Aku merasa semua semakin tidak baik-baik saja saat menyadari tidak ada yang berubah dari sikap Bapak terhadapku. Semuanya masih sama. Senyum ramahnya, intonasi bijaksananya, kata-kata lembutnya, Bapak masih sama. Namun, hal itu justru membuatku sangat takut. Beliau tidak bertanya satu pertanyaan pun tentang hubunganku dan Datta, apalagi menginterogasiku. Semua tidak seperti yang aku bayangkan dan takutkan selama ini.

Anehnya, aku sama sekali tidak merasa lega. Sebaliknya, aku merasa ini seperti bom waktu. Ketenangan ini justru merupakan tanda akhir dari betapa dahsyatnya bahaya yang akan datang. Aku merasa seolah hidupku akan berakhir, tetapi aku juga sudah merasa sekarat dengan menunggu kapan dan tidak tahu apakah tindakanku sekarang adalah keputusan tepat. Salah satunya dengan memutuskan untuk kembali keluar dari rumah itu yang memang seharusnya sudah aku lakukan jauh-jauh hari. Aku tidak tahu apakan Bapak-Ibu merasa seperti aku sedang melarikan diri dari masalah atau justru mereka senang karena aku tidak menuntut apa pun atas hubunganku dengan Datta.

Tidak ada yang bisa aku pikirkan untuk menuntut mereka.

Bahkan masih diterima dengan baik, dianggap seperti karyawan pun aku merasa bersalah.

Aku merasa seperti orang tidak tahu diri dengan tetap bekerja dengan bapak. Aku terus-terusan mempertimbangkan untuk pamit, tetapi aku juga tidak punya keyakinan kalau itu tindakan yang tepat.

Satu-satunya yang terasa tepat untuk saat ini adalah keputusan menemui Datta di akhir pekan bersamaan dengan pamitku pada Bapak untuk menemui pemilik sewa tempat tinggal yang akan aku tempati. Jadi, aku tidak sepenuhnya berbohong, ini hanya merupakan aktivitas tambahan di hari ini. Sekarang aku sudah berdiri di depan meja, mengatakan pada resepsionis aku ingin menemui Datta. Laki-laki itu sudah menjadi orang yang berbeda, dia tidak akan menemuiku jika aku yang menghubunginya sendiri, maka aku memilih bantuan orang lain.

"Maaf, Bu, Bapak Datta bilang sedang ada urusan, belum bisa menemui Ibu sekarang." Resepsionis memberitahuku sembari tangannya menutup telepon.

"Mbak tolong bilang ini urgent." Aku berpikir keras mencari alasan, kira-kira apa yang bisa membuat lelaki sinting itu berubah pikiran dan berhenti mengabaikanku sampai sebegininya. Aku mengubah ekspresi wajah menjadi sedih, menatap memelas pada resepsionis sembari mengelus perut, semoga dia bisa melihatnya. Sepertinya berhasil. "Aku mau minta pertanggung jawabannya, Mbak. Aku nggak mau keduluan keluargaku yang sampai sini." Berusaha meyakinkan suasana, aku melihat-lihat sekitar, menunjukkan padanya bahwa aku tidak ingin melihat seseorang. "Mbak nggak mau ada drama itu di sini, kan?"

beyond wordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang