Aku tidak pernah menyangka, dari sekian banyaknya peran yang ada di panggung dunia ini, kenapa harus menjadi Bima yang sekarang yang aku pilih? Yang hadir di tengah peliknya keluarga Budiawan ini?
Tentu aku sadar betul, bukan hanya komplain yang bisa aku utarakan, tapi juga ada banyak kebaikan lain yang aku terima. Hanya ... aku hanya merasa apakah kebaikannya sepadan dengan hal-hal yang ingin aku singkirkan?
Yang satu ini ... termasuk bagian yang mana, Bim?
Karena sejak tadi, aku belum memproduksi satu kata pun yang mengindikasi pada kerugian di dalam kepala. Aku menikmati semua ini. Memandanginya dengan pipi di atas telapak tangan, lengkap pikiran yang melalang-buana. Situasi ini, apa yang aku lakukan ini, benar-benar mendefinisikan keseluruhan lirik Daydreamin' dari Ariana Grande, salah satu lagu favoritku. Lagu yang aku dedikasikan untuk Datta—tetapi tentu saja ini confidential—bahkan di hari pertama aku melihatnya dulu.
Lagu favoritku untuknya belum berubah hingga kini, mungkin hanya bertambah sebagai penutup, yaitu Best Mistake dari penyanyi yang sama. Tapi lagu kedua itu sedang tidak ingin aku putar atau ingat detail liriknya hari ini. Karena aku ingin menganggap hari ini sebagai hari pengecualian, hariku melakukan kesalahan dengan sadar. Sudah terlanjur juga aku mulai hari ini dengan perasaan kacau, ditambah mendengar apa yang dirasakan Bayu, semua itu membuat energiku sungguh habis.
Jadi, dengan semua kemewahan dan keindahan yang dia miliki pada dirinya, aku ingin menyerap semua itu dari Datta. Menikmati pemandangan di depanku ketika dia sedang sangat serius mengobrol dengan waitres tentang makanan mana yang sebaiknya kami pesan untuk makan siang ini. Aku tidak tertarik dengan informasi makanan itu, demi Tuhan, aku bisa makan apa saja yang memang boleh dimakan karena aku terlahir memang untuk begitu. Tapi ekspresi itu, profil wajahnya yang tegas dan sempurna di mata, sorot matanya yang teduh dan hangat, tetapi bisa berubah menjadi sangat tak ramah.
"Yang rasanya seindah ini, biasanya nggak bertahan lama, kan, Bim? Aku ngerasa kamu udah prepare mau pergi. Bener nggak, hm?"
"You're a goddess. You deserve all the best things in life, aku salah satu satunya."
Bibirnya yang indah—aku tidak omong kosong juga untuk yang satu ini karena aku sudah merasakannya sendiri. Jadi, ketika aku memuji keindahannya, itu bukan hanya bagaimana bentuknya terlihat mata, juga termasuk bagaimana dia terasa. Salah satu hal baik seperti yang dia janjikan yang aku layak dapatkan, dan rasa itu tidak akan pernah aku lupakan sekeras apapun aku mencoba menjaga jarak dengan cara membencinya.
"Kamu suka?"
"Sorry, sorry, aku tadi habis ngerokok, kerasa bau rokoknya, ya? Tapi tetep enak, kan?"
"Shit, bibirku kering banget akhir-akhir ini, Bim. Can you do me a favor?"
Mataku turun ke tangannya yang ada di atas meja dengan siku sebagai tumpuan selama dia berbincang. Lengan kemeja hitamnya kali ini tak dibiarkan menutupi keseluruhan tangan, hanya sampai pada bawah siku sedikit. Dua kancing kemejanya dibuka, menjadikan itu sebagai jendela kecil untukku bisa membayangkan bagaimana keseluruhan dadanya.
"Biar aku gandeng."
"Bima, sini deketan, kenapa jauh-jauh, aku bau emang?"
"Silakan, Tuan Puteri. Pintu mobil sudah dibukakan."
"Kamu tahu nggak salah satu perubahan terbaik di zaman modern ini? Ngecharge energi nggak mustahil lagi. Tinggal peluk kamu gini."
"Oh my beautiful woman. Kamu boleh bawain barang-barang your Bapak yang berat itu, tapi sama aku, bebanmu harus ilang. Kasih ke aku semuanya itu, pake tanganku buat bawa barang-barangmu. You're a goddess, remember?"

KAMU SEDANG MEMBACA
beyond words
Literatura Feminina[END] Ekstra Part di Karya Karsa Mungkin ada banyak kata sifat-dalam ribuan bahasa-untuk menjelaskan perasaan atau emosi, tapi terkadang kamu kebingungan, tak menemukan satu kata pun yang bisa mewakili. Atau ... kamu bisa menyebutnya; beyond words...