Episode 4: 1 Juni

722 62 7
                                    

Gladys mengecup pipi Anka ketika wanita yang lebih tua darinya itu masih tertidur. Maklum, Anka kecapekan karena menyetir sedari kemarin dari Semarang ke Solo lalu langsung lanjut ke Jogja.

Dan hari ini baru pukul 6 pagi, tapi Gladys sudah bangun duluan karena sakit perut. Berharap pacarnya sudah bangun ketika ia selesai dari kamar mandi, kenyataan membuatnya konyol.

"Sayang?" Panggil Gladys pelan, menempelkan hidungnya ke pipi kiri Anka. "Bangun, yuk? Aku pengen sarapan di luar."

Yang diajak ngobrol rohnya sepertinya belum kembali ke raganya, Anka tidak bergerak sama sekali. Gladys lalu bergerak naik dan duduk di atas perut Anka.

Kerutan di wajah Anka menandakan jika ia sudah setengah sadar, kedua tangan Gladys menyusup ke dalam kaos tidur Anka dan mengusap perut dan pinggang kekasihnya.

"Berat." Gumam Anka yang membuat Gladys tersenyum.

Ia lalu membungkuk dan menghujani wajah Anka dengan ciuman-ciuman kecilnya sampai mata Anka mengerjap terbuka perlahan.

Anka langsung memeluk Gladys saat kekasihnya itu hendak mengecup daun telinganya. "Mau makan apa?"

"Gudeg." Jawab Gladys sembari tersenyum lebar.

"Pagi-pagi ke Wijilan?" Tanya Anka dengan mata yang masih terpejam lagi.

"Yang di dekat MM UGM aja." Jawab Gladys, melingkarkan kedua tangannya di leher Anka. "Bangun, yuk?"

"Five more minutes." Gumam Anka, Gladys mengangguk.

Mereka berada dalam posisi itu sampai Gladys membangunkan Anka yang menggerutu karena ia dibangunkan dan diajak mencari sarapan secara mendadak, hal yang tidak Anka sukai: apa-apa mendadak. Karena ia termasuk orang yang suka runtut. Semuanya harus direncanakan dengan matang.

Tapi yang jadi permasalahan adalah, Gladys tipe orang yang berkemauan keras. Saat ia ingin pergi, mereka harus pergi saat itu juga.

"Lain kali pesan online aja lah." Kerutan tidak ramah muncul di kening Anka.

"Aku maunya kan sama kamu." Sahut Gladys tidak mau kalah.

"Kamu tahu aku capek sedari kemarin nyetir. Aku tidur duluan nggak boleh sedangkan kamu malah tidur jam sebelas malam udah tahu aku ada kerjaan di jam 9 pagi. Dan sekarang kamu ngajakin beli sarapan di area padat. Hari minggu gini di UGM kan ada Sunday Morning, Gladys. Nanti macet." Ujar Anka sambil mengikat rambutnya asal-asalan.

"Lewat Ringroad kan bisa." Jawab Gladys masih ngeyel. "Kalau kamu nggak mau ya udah lah aku pergi sendiri aja."

Anka langsung menatap Gladys dengan serius. Gladys dengan tampang sewotnya sesekali melirik Anka. Wajah tidak ramah itu terlihat lebih menakutkan jika mood wanita itu sedang buruk.

Desahan kasar Anka sampai terdengar oleh Gladys walau jarak mereka lumayan jauh. Anka langsung mengambil kunci mobil dengan kasar dan meninggalkan Gladys sendirian di kamar.

Gadis itu kemudian menyusul kekasihnya yang hanya diam saat ia memasuki mobil. Tidak ada lirikan, tidak ada sapaan, dan tidak ada kecupan. Tidak ada apa-apa. Dingin begitu saja.

"Ikhlas nganterin aku, nggak?" Tanya Gladys, menyilangkan kedua tangannya dan menatap lurus ke depan.

Anka tidak menyahut, ia hanya mengendarai mobilnya tanpa banyak bersuara. Ia biarkan suara radio terputar memenuhi udaranya daripada keheningan yang melanda mereka.

"Ka, jangan diam lah." Gladys menoleh ke arah kekasihnya.

Anka hanya menggaruk pipi kirinya saja tanpa berniat menjawab. Gladys lama-lama jenuh juga Anka diamkan begini terus-terusan.

"Aku ngerepotin, ya?" Pertanyaan Gladys membuat Anka mendesah pelan. "Turunin aja aku di lampu merah. Biar aku kesana sendiri."

"Yang mau lewat lampu merah juga siapa?" Jawaban konyol Anka membuat Gladys menahan senyumnya. "Kurang kerjaan banget bikin perjalanan tambah jauh."

"Siapa tahu kamu mau jalan-jalan dulu."

Anka memutar bola matanya malas. "Niat sekali."

"Ka?" Panggil Gladys, mengabaikan Anka.

"Apa?" Sahut Anka dengan cuek.

"Maaf, ya?" Saat mengucapkannya, Gladys memandang Anka dengan serius. "Lain kali aku bilang dulu. Tadi malam aku lihat mukbang, terus jadi pengen makan gudeg. Akunya ketiduran mau bilang kamu. Lagian kamu juga sibuk terus sama laptop-mu, mana bisa aku bilang."

Anka menoleh ke arah gadisnya dengan konyol. "Jadi? Aku yang salah? Iya? Aku?"

"Iya lah, kalau kamu nggak sibuk kan aku bisa bilang. Kan kamu juga yang pindahin HP aku, harusnya kamu tahu aku habis lihat apa." Sahut Gladys.

"How the fuck do I know what would you like to eat in the fucking morning?" Anka mendesis konyol. "Kamu bisa bilang, lho. 'Ka, besok pagi makan gudeg, yuk?' Nggak tiba-tiba ngebangunin aku, merubah rencanaku."

"Emang kamu ada rencana apa pagi-pagi sebelum ke kedai Kak Nadia? Ha? Apa? Tidur, 'kan?" Tantang Gladys.

"Aku nggak suka kalau ada apa-apa itu dadakan. Bukan masalah aku tidur, atau aku apa. Kamu sama aku harus jelas mau ngapain dan jam-jamnya. Aku nggak bisa dadakan. At least gimme a clue or just a slightest idea about what you're gonna do! Kamu kenal aku berapa lama? Masih nggak ngerti juga?"

"Kamu nggak peka sama aku, Ka!" Sahut Gladys tidak mau kalah.

"Ya kalau kamu nggak bilang gimana aku bisa tahu? Emang aku dukun?!" Anka langsung meminggirkan mobilnya karena ia mendapatkan sebuah panggilan.

Anka mengatur nafasnya yang ngos-ngosan sebelum menilik siapa yang menelponnya pagi-pagi. Gladys memalingkan wajahnya ke arah luar.

Kening Anka berkerut ketika melihat kakeknya menelponnya. Ia diamkan telpon itu sebentar sebelum menghela nafas panjang dan mengangkatnya.

"Iya, Kek?" Gladys langsung menoleh dengan bingung, namun Anka mengabaikannya.

Sedetik kemudian wajah Anka menegang dan Gladys bisa melihat dengan jelas raut wajahnya. Gladys menunggu sampai Anka selesai.

Setelahnya, Anka mengetukkan ponselnya ke dahinya. Beberapa kali mengeluarkan helaan nafasnya yang sedikit kasar.

"Kenapa, Ka?" Tanya Gladys hati-hati.

"Kakek telpon." Sahut Anka, yang dari nada suaranya sudah terdengar sangat berbeda. "Kakek ngajakin aku pulang barengan sebentar ke Batam. Beliau sama Arka masih di Ungaran melihat pabrik."

Kening Gladys berkerut. "Pulang? Ngapain? Ada apa?"

Kini Anka menatap gadisnya dengan raut wajah campur aduk, Gladys menunggu dengan takut jika ada apa-apa. Helaan nafas Anka yang berat menandai jika wanita itu sedikit tertekan.

"Gigi udah masukin berkas ke pengadilan." Sahut Anka.

"Lalu, apa hubungannya sama kamu yang harus pulang?" Tanya Gladys dengan bingung.

"Bajingan itu udah sadar dari komanya."

🍀

---------------------------------------

A/N:

Anka biar ngerasain bahagia sebentar aja boleh? 🥺

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang