Jika Gladys berpikir Anka akan bersikap posesif seperti yang pernah Leo lakukan dulu, kali ini ia meleset. Kekasihnya itu sama sekali tidak pernah berkunjung ke tempat kerjanya padahal ia mengharapkan hal itu terjadi demi kepuasan hatinya jika Anka memang peduli kepadanya.
Tapi sepertinya Anka memang kelewat cuek.
Di hari pertama ia bekerja, ia sudah overthinking karena Anka tidak 'ngapel' kepadanya sama sekali. Di hari kedua juga sama. Kekasihnya itu malah lembur sampai malam.
Dan di hari ketiga ini ia masih mengharapkan Anka datang untuk sekedar menyapanya, atau malah menjemputnya pulang. Selama ini ia pergi sendiri karena ia mendapatkan shift middle dan Anka berangkat pagi, ia yang mengantarkan kekasihnya itu bekerja dan sorenya Anka pulang menggunakan jasa ojol.
"What's with the long face?" Tanya Nadia yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahnya, meng-steam susu.
"Eh?" Gladys bergeser, menatap beberapa customer yang sedang menikmati kudapan mereka. "Hoping her to come around but it never comes."
Nadia terkekeh pelan. "Tapi kamu hebat juga. Haha-hihi di depan kami, giliran kosong sedikit pikirannya langsung tertuju ke arah Anka."
Gladys memaksakan sebuah senyuman. "Harus profesional, 'kan?"
"Right." Nadia setuju, ia kemudian menuangkan susu yang di steam-nya ke cup yang sudah berisi espresso.
Gladys memperhatikan apa yang tangan Nadia kerjakan tanpa ia sadari jika Anka sudah berjalan menuju konter bar, tersenyum kepada Nadia sejenak sebelum menjatuhkan tatapannya ke gadisnya.
Tapi Gladys sudah kepalang konyol. Ia mengabaikan kekasihnya yang sudah sibuk mengobrol santai dengan Nadia, tapi malah dia yang kini diabaikan oleh Anka. Mau marah tapi masih kerja. Pfiuh.
"Bikinin, tuh." Nadia menyenggol lengan Gladys.
"Mau apa?" Tanya Gladys sengak.
"Kok kayak gitu kamu sama aku?" Tanya Anka balik, sewot. "Kamu kenapa?"
"Aku buatin Willy Wonka aja, ya?" Gladys mengabaikan Anka, tangannya langsung sibuk meracik minuman kopi-coklat itu.
Dan lagi-lagi Anka mengabaikannya karena ia kembali bercengkerama dengan Nadia. Hari ini Gladys benar-benar berpikir mood-nya sudah dirusak oleh kekasihnya sendiri.
Anka dan Nadia mengobrol santai sampai jam pulang Gladys, mereka kemudian berpamitan kepada Nadia sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke rumah.
"Aku aja yang nyetir, kamu pasti capek." Anka mengulurkan tangannya namun Gladys abaikan.
Merasa Gladys tidak mau berbicara kepadanya, Anka diam saja. Ia kemudian duduk di samping kemudi dan mengutak-atik ponselnya sementara aura kemarahan Gladys sudah terasa di dalam mobil.
"Kamu seriusan ngediemin aku, Ka?" Tanya Gladys setelah menghembuskan nafasnya yang tertahan sejak tadi.
Kening Anka berkerut. "Perasaan sejak awal kamu yang sengak sama aku. Aku tanya kamu cuekin. Aku minta nyetir kamu diemin. Giliran aku diem, kamu yang sewot."
"Ya Tuhan." Gladys menggelengkan kepalanya heran. "Kamu emang enggak peka, ya?"
"Ha? Apanya?" Tanya Anka bingung. "Aku udah tanya baik-baik, loh. Kamu kenapa?"
"Well, at least ajak aku ngobrol, kek. Kalau aku diem dan kamu tambah ngediemin aku terus kita gimana? Kamu tahu komunikasi adalah hal nomor satu yang aku junjung tinggi-tinggi dalam hubungan ini." Gladys melirik Anka dengan sedikit sebal. "Masa' iya harus aku terus yang memulai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
DragosteTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...