Anka masih mencerna apa yang Gladys katakan. Mengapa gadisnya tiba-tiba meminta hal yang sangat-sangat ia takuti? Mengapa Gladys memaksanya meminta melakukan itu?
Anka menatap gadisnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Kamu kenapa bilang kayak gitu?"
"Just fucking do it." Gladys menyerahkan alat itu kepada Anka.
Anka mengambilnya, mendesah pelan lalu melemparkannya ke sembarang arah di belakangnya. Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan memeluk gadisnya dengan erat.
"Aku nggak mau." Ucap Anka pelan di pelukan itu.
Gladys memberontak hendak melepaskan diri namun Anka menahannya lebih kuat lagi, untung dia lebih besar daripada Gladys. Kalau tidak, kena hantam sekali langsung pingsan dia.
"Kamu nggak sayang sama aku!" Protes Gladys, memukul dada Anka bertubi-tubi.
Anka hanya diam, ia membiarkan Gladys bertindak sesukanya sampai gadisnya itu lelah sendiri dan menangis di pelukannya.
"Darimana pikiran kamu itu berasal? Aku nggak sayang sama kamu karena aku nggak mau mengambil hal paling penting dalam hidupmu, hmm?" Anka mengusap punggung Gladys pelan.
"Kita bakal barengan selamanya, Anka!" Gladys berteriak di pundak kekasihnya. "Kamu bilang kayak gitu sama aja kamu bakal ngelepasin aku nantinya!"
Anka mendesah pelan, ia mengusap kepala gadisnya, mengusapkan pipinya ke kepala Gladys. "Aku nggak mau kamu bertahan sama aku karena alasannya adalah aku udah mengambil sesuatu dari kamu. Aku mau kita barengan sama-sama sampai nanti pada akhirnya karena memang atas dasar cinta, bukan karena alasan lain."
"Sama aja sekarang atau nanti." Paksa Gladys lagi.
Anka menggeleng, ia membuat Gladys menatapnya dan ia menatap wajah kekasihnya itu dengan penuh keseriusan. "Beda. Aku mau menjaga kamu sampai pada akhirnya di waktu aku meminta kamu buat menemani aku sampai kita tua dan tutup usia. Aku nggak mau menyamakan kamu dengan yang lainnya. Tahu akhirnya seperti apa, 'kan? Putus juga nyatanya. Kemarin hampir aja aku kelepasan, 'kan? Kamu yang akhirnya menyadarkan aku. Dari situ aku janji sama diri aku sendiri buat menjaga kamu sampai ke depannya nanti. Kita nggak tahu masa depan akan seperti apa, Dys. Aku nggak mau hidup dalam ketakutan lagi. Dan keputusan karena emosi sesaat kayak gini nggak akan membuat aku menuruti mau kamu. Nggak masuk akal."
Gladys menatap Anka yang sedang serius, dan ia tahu, Anka terlampau serius kali ini. "Aku cuma pengen memiliki kamu secara utuh, dan kamu memiliki aku secara penuh."
"Nggak dengan hal kayak gitu 'kan, Sayang?" Sorot mata Anka meredup. "Aku udah nggak dimiliki sama masa laluku pun kamu udah memiliki aku secara penuh, Dys. Kehadiran kamu yang membuat pikiranku luluh dan hatiku mencair itu juga udah termasuk kepemilikan, karena selama ini yang memiliki aku adalah otak aku, bukan manusia lain. Kamu yang lebih kuat daripada kinerja otak dan hati aku itu yang paling utama, Dys. Aku nggak hanya menganggapmu ada, tapi aku sudah menghadirkan kamu di ingatanku."
Anka berhenti sejenak, mengusap air mata gadisnya sebelum melanjutkan. "Kalau aku cuma menganggapmu ada, kamu belum hadir di otak aku, aku akan masih bertindak sesuka diri aku kepada siapapun, termasuk kamu. Tapi ketika aku sudah menghadirkan kamu dalam ingatanku, kamu sudah memiliki aku, sepenuhnya. Aku bahkan udah mengizinkan kamu mengambil kendali otak dan hati aku selama ini, masih belum cukup? Kamu sendiri yang bilang kamu yang memiliki hidup aku. Masih nggak puas? Masih merasa aku bukan milikmu? Harus dengan apa lagi aku yakinkan kamu, hmm? Coba sini bilang."
Mata mereka masih beradu, Anka sedikit menunduk untuk mengecup kening gadisnya. "I love you because I do. Jangan ngomongin itu lagi, ya? Siapa yang bikin kamu tiba-tiba kepikiran itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomantizmTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...