Gladys keluar dari kamar mandi dan dikejutkan dengan kehadiran Natali di ruang kerja kekasihnya. Raut wajah kekonyolannya tidak bisa Gladys sembunyikan. Ia menatap tajam mantan kekasih Anka itu yang dibalas dengan sorot mata yang tajam juga.
Mereka pernah bersinggungan, saat di berada di pulau Sumatera, tapi tidak dengan sepanas ini hawanya. Kemarin, hanya sekilas, karena masing-masing disibukkan dengan pekerjaan Anka, namun kali ini aura permusuhan jelas terasa.
"Nata ngajakin makan siang bareng, Dys." Dan panggilan Anka kepada mantan kekasihnya itu membuat telinga Gladys semakin membara. "Yuk?"
Gladys hanya mengangguk dan melengos, menatap Anka yang seperti orang bodoh berdiri di antara keduanya. Kamu kan udah mau nikah, ngapain masih nempel ke pacar orang? Batin Gladys jengkel.
Mereka kemudian bertiga keluar dari studio dan menemui Hendi di lobi, mengajak mereka untuk berada dalam satu mobil namun Gladys menolak dengan tegas. Anka menatap kekasihnya dengan sedikit heran kenapa dia bisa se-sewot itu kepada Natali.
"Kamu kenapa, sih?" Tanya Anka sembari menoleh ke arah Gladys. "Cemberut aja dari tadi aku lihat."
Gladys lebih memilih melihat jalanan daripada menatap kekasihnya. Helaan nafas Anka sampai terdengar, ia lalu diam, sesekali menoleh ke arah gadisnya.
"Jangan cemberut, Sayang." Anka meraih pipi kanan Gladys dan mencubitnya pelan. "Kamu boleh cemburu tapi jangan ditunjukin di depan Hendi, nanti dia curiga. Bukan sama kita, tapi sama Nata."
"Stop calling her 'Nata'. Her name is Natali, Ka." Kini Gladys menoleh, bersedekap, galak. "Kalau kamu masih panggil dia 'Nata' terus, nostalgianya kapan selesai?"
"Dia dipanggil Nata sama semuanya yang dekat sama dia, Dys. Bahkan Hendi juga, kok." Jelas Anka.
"Ya pokoknya aku nggak mau kamu panggil dia dengan panggilan lama kalian. Aku nggak suka." Ucap Gladys tegas.
"Iya udah, enggak lagi. Maaf, ya?" Anka mengambil tangan Gladys dan mengecupnya. "Jangan marah-marah terus, Sayang. Heran, tadi padahal udah mau sayang-sayangan."
"Kamu juga." Gladys melirik ke arah kekasihnya. "Ngapain dia sampai masuk ke kantor kamu? Ngapain aja kalian pas aku di kamar mandi tadi?"
"Astaga, ya Tuhan." Anka menepukkan tangan Gladys yang digenggamnya ke keningnya sendiri. "Dia cuma masuk ngomong 'Rin, makan siang bareng gimana?' dan udah gitu aja orang kamu udah keluar. Lagian seberapa lama sih, kamu ganti celana? Nggak ada sepuluh menit jugaan, 'kan?"
"Ngomong di ambang pintu kan bisa." Lagi-lagi Gladys membuat Anka menahan emosi.
"Apa iya aku harus menahan dia di pintu? Nggak sopan, Dys." Suara Anka mulai berubah. "Kamu boleh cemburu, tapi percaya sama aku, aku juga tahu batasan. Bukan mentang-mentang dia mantan pacar aku terus aku bisa nostalgia sama dia tentang hal yang udah sepuluh tahun berlalu, enggak. Apalagi sekarang aku punya kamu, masa' iya aku mau membahayakan hubungan kita hanya karena masa lalu yang hadir tiba-tiba?"
Gladys menoleh ke arah Anka, menatap kekasihnya yang sekarang sama seriusnya dengannya. Ah, masa lalu memang suka menghujani kenangan yang membuat manusia menggenangi luka yang terkenang karena terkekang oleh ingatan.
"Aku udah selesai dengan masa lalu, Dys. Kalau aku belum selesai, nggak mungkin aku bisa biasa-biasa aja ketemu dia." Kata Anka lagi. "Kalau aku belum selesai, aku pasti menghindari karena aku merasa masih ada yang mengganjal di hati. Tapi ini kan aku enggak. Aku menganggap dia seperti orang lain pada umumnya."
"Kamu yang biasa aja, dia enggak." Kening Anka berkerut mendengar itu. "Udah mau nikah sibuk aja nempel-nempel pacar orang. Kamu juga ngapain ngasih kesempatan buat dia dekat-dekat? Nggak bisa jaga jarak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomantizmTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...