Episode 63: 15 September

456 60 4
                                    

"Welcome home!"

Devan, Siska, Oliv, Angga, dan Putri meneriakkan kata-kata itu secara bersamaan sembari melepaskan alat tembakan berisi confetti ke arah Gladys saat gadis itu memasuki rumahnya setelah sekian lama ia melalangbuana di kota lain.

Gladys menoleh ke arah Anka, terharu. Kekasihnya itu tersenyum, merangkul dan mengusap pundaknya berkali-kali. "Did you plan this?"

Anka menggeleng. "Devan yang punya ide."

"Kamu jahat, Dys." Todong Devan, lalu berjalan ke arah Gladys dan memeluk gadis itu dengan erat. "Kangen banget nggak ghibah bareng kita."

Gladys tertawa walau air matanya sedikit mengalir. "Aku pulang, Dev. Aku pulang."

Ia terharu teman-teman di tempat kerja lamanya masih menyisakan ruang untuknya. Anka tersenyum melihat gadisnya dikelilingi oleh orang-orang yang sayang kepadanya, jadi ia membiarkan Gladys temu kangen dulu bersama teman-temannya sementara ia membereskan beberapa koper yang dibawanya dari Bali.

Dan saat Anka memasuki kamar tidur utama, benar kata Gladys, tidak ada yang berubah sejak ia pergi meninggalkan rumah itu. Semuanya masih sama. Tatanannya tidak berubah. Bahkan kaosnya yang ketinggalan masih tergantung di belakang pintu.

Anka tersenyum, ia duduk di kasur dan melihat sekelilingnya. Ia rindu. Ia merindukan rumah ini. Ia merindukan segala yang pernah terjadi di hidupnya di dalam rumah ini. Dan ia bertekad akan membuat kenangan baru lebih banyak lagi di rumah ini. Rumah yang menjadi saksi kisah cintanya bersama dengan gadis yang kini tawa lepasnya sampai terdengar dari kamar.

"Seru banget." Ujar Anka sekembalinya dari kamar tidur utama. "Mau makan apa kalian?"

"Pizza!" Suara Devan terdengar pertama. "Biar ngerasain makan bareng lagi di satu tempat yang sama. Kakak kita satu ini udah balik ke asalnya, biar dia ngerasain masakan daerah asalnya. Pizza homemade ya, Kak."

"Pizza it is, then." Anka langsung memesan pizza yang lumayan banyak untuk mereka semua, tak lupa minumnya juga.

Namun lagi-lagi ia kembali ke kamar, membereskan pakaian mereka dan beberapa barang lainnya. Motor Gladys sudah dalam perjalanan menuju Semarang dan beberapa hari lagi mereka bisa kembali menikmati jalanan Semarang bersama motor kesayangan mereka itu.

"Balik lagi ke kedai, ayo." Ajak Putri yang terkesan merengek.

"Iya, kan Jihan udah nggak disana." Tambah Siska.

"Biar satu shift lagi kita." Timpal Devan tak mau kalah.

"Nanti kita taruhan bakso lagi, Dys." Ujar Angga yang membuat Gladys tertawa.

"Aku bakal masakin yang enak-enak terus, deh. Nanti aku ajukan ke Mbak Nadia buat budget makan karyawan." Kata Oliv yang berhasil membuat mereka semua nyengir.

"Mas Erik enak kok orangnya. Mas Irfan aja sampai ditegurnya gegara banyak tingkah." Siska memulai pergosipan siang itu.

"Ohya? Kenapa?" Tanya Gladys penasaran.

"Dia terang-terangan godain customer. Masih mending kalau orangnya mau. Lah, ini enggak. Ya risih, lah." Jawab Siska yang membuat mereka berlima mengangguk kecuali Gladys.

"Masih suka menggatal, ya?" Komen Gladys geli. "Kenapa dia nggak gatal ke Jihan aja? Kan pas. Sesama suka menggatal."

"Takutlah Mas Irfan." Sahut Angga, terkekeh pelan. "Jihan kan galak. Mas Irfan kan gede mulut doang."

"Tahu nggak, kemarin Mas Irfan sempat mau kelahi sama Mas Lingga. Itu loh, kapten bar QP (Kyupi) Jogja. Gara-garanya Mas Irfan ini sok tahu, terus dilurusin kan sama Mas Lingga, eh, dianya nggak terima." Kata Putri yang diikuti anggukan kelimanya. "Untung Mbak Nadia lerai. Kalau enggak apa nggak terjadi pertumpahan darah kayak kamu dan Jihan?"

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang