Dieng cerah siang itu, secerah harapan Gladys yang ingin lebih mendekatkan diri lagi kepada Anka setelah dua hari ia overthink tentang hal yang tiba-tiba menyapanya setelah sekian lama tidak terlintas di pikirannya.
Ia belum mengatakannya kepada Anka, ia masih menganggap semuanya baik-baik saja walau di dalam hatinya ia tidak tenang. Ia bisa mengelabuhi orang-orang di sekelilingnya jika ia sedang baik-baik saja, tapi dalam pikirannya sudah berkecamuk berbagai skenario yang mengacaukan dirinya sendiri.
Dari kejauhan, nampak Anka berbaur dengan rekan kerjanya di QP (Kyupi), termasuk Putri dan Irfan. Gladys menahan diri menahan cemburu walau Gigi dan Danisa berkali-kali mencoba mengalihkan fokusnya dengan mengajaknya berbicara.
"Nggak usah kebanyakan bombastic side eyes, juling nanti." Tegur Gigi, mengibaskan tangannya di depan wajah Gladys.
Danisa terkekeh di sebelah Gigi. "Udah, kan dia nggak ngedeketin Anka jugaan. Santai aja lah."
"Nggak tahu, ya. Kayak nggak ikhlas aja dia interaksi sama manusia lain." Sahut Gladys konyol. "Eh? What on earth..."
Gladys menggantungkan kata-katanya saat melihat kedatangan orang yang dibencinya, membuat Danisa dan Gigi menoleh ke arah yang Gladys maksud. Mata Danisa dan Gigi seketika membulat sebelum menjatuhkan tatapan mereka ke Gladys lagi.
"What. The. Fuck. Is. She. Doing. Here?" Gladys langsung berjalan tergesa menghampiri Anka, menubruk lengan kekasihnya yang membuat Anka bingung.
"Kenapa?" Tanya Anka, melihat kekasihnya yang menggandeng tangannya terlalu erat.
"Ngapain Jihan ada disini?" Bisik Gladys ke Anka yang juga sedang menatap wanita yang membuatnya geli itu.
"Kok tanya aku? Kamu tanya lah sama Nadia." Jawab Anka yang membuat Gladys meliriknya tajam. "Apa? Aku nggak ada ngobrol sama dia, lho. Kok aku pula yang jadi tersangka?"
Gladys memutar bola matanya malas, Jihan nampaknya memang belum sadar dengan kehadiran Anka. Lalu ia mendengar arahan dari Nadia untuk kembali ke kamar penginapan masing-masing sebelum nanti sore mereka berkumpul lagi untuk mengunjungi Kawah Sikidang dan Telaga Warna.
Masih menjadi pertanyaan Gladys mengapa Jihan tiba-tiba ada disini padahal kata Nadia ini khusus untuk kru cabang Semarang. Dan pertanyaan menggantung itu terbawa sampai ia di penginapan.
Anka mengetukkan jari telunjuknya ke kening Gladys, membuat gadisnya itu mendongak dengan tatapan galak, tidak ramah dan mood yang sudah rusak.
"Kamu kenapa?" Tanya Anka, berjongkok di depan Gladys yang duduk di bibir kasur, seperti berpikir keras.
"Ya dia kenapa ada disini?" Ulang Gladys, kening Anka berkerut bingung.
"Mana lah aku tahu, Sayang." Sahut Anka. "Kamu udah tanya sama Nadia?"
Gladys menggeleng. Ia kemudian bersedekap dan menatap Anka dengan tajam. "Awas aja kalau dia sampai nempel-nempel kamu."
"Aku akan menghindar. Aku akan menyibukkan diri. Aku akan menganggap dia enggak ada. Udah? Cukup?" Tanya Anka sembari mengusap kedua paha kekasihnya.
Gladys otomatis memejamkan matanya, menghela nafas panjangnya sebelum mengangguk. "Maaf, ya? Aku lagi overthinking."
Anka tersenyum mengerti. "Nggak apa-apa, Sayang. Kamu mau apa, hmm?"
Gladys masih memejamkan matanya namun melebarkan kedua lengannya untuk Anka menyambutnya. Mereka lalu berpelukan cukup lama, membuat Anka sedikit heran sebenarnya namun ia tidak ingin memaksa gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomanceTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...