Setelah menghabiskan sesi satu pemotretan yang sedikit melelahkan walau jaraknya dekat, kini mereka bersepuluh sedang bersantai menikmati makan siang bersama.
Beni dan Fino terlihat sibuk mengobrol dengan MuA dari pilihan Natali sementara Anka terlibat mengobrol dengan Hendi, calon suami Natali, yang kebetulan mempunyai bisnis di Semarang.
"Digital printing di Tembalang. Aku cari pasaran mahasiswa aja, sih. Sebenarnya yang utama kan disini, cuma kebetulan waktu itu pas main kesana nggak sengaja lewat kampus nemu prospek itu. Tapi kawan aku yang handle disana." Jelas Hendi, Anka manggut-manggut saja. "Memang ada rencana mau kesana lihat seperti apa, cuma belum ada waktunya."
"Kamu pulang kapan, Rin?" Tanya Natali tiba-tiba. "Gimana kalau kesananya barengan aja?"
"Nah, boleh itu. Sekalian nanti kami foto lagi di studio kamu. Gimana?" Tambah Hendi, dan Anka bingung sendiri dibuatnya.
Mampuslah dia kalau Gladys tahu Natali dan Hendi akan ke Semarang dan lagi-lagi menggunakan jasanya untuk foto prewedding mereka. Menggali lubang kuburnya sendiri Anka kali ini.
"Boleh." Dan betapa bodohnya mulutnya malah meng-iya-kan rencana itu.
Siap-siap dipancung Gladys kamu, Ka. Batinnya.
Tapi, ia tidak akan menutupi apapun dari gadisnya. Ia mencoba terbuka kepada kekasihnya tentang hal apa saja karena ia tidak ingin membuat Gladys berpikiran yang tidak-tidak, tahu jika pacarnya itu seorang overthinker yang luar biasa ditambah mood-nya yang gampang sekali berubah dalam satu detik.
"Oh, yaudah." Kata Gladys di seberang sana saat Anka mengabarinya.
"Ha? Beneran? Nggak apa-apa?" Tanya Anka memastikan.
"Iya, nggak apa-apa. Bener." Jawab Gladys, yang bahkan orang lain tahu nadanya itu siap memangsa Anka jika pacarnya itu berada di depannya.
Tapi memang dasarnya Anka tidak peka, ia merasa itu hal yang biasa dan wajar-wajar saja. Jadilah mereka benar-benar merencanakan pergi bareng ke Semarang.
"Besok kita berangkat pagi. Jam enam harus siap. Spot hari itu cuma ke Bukit Holbung, saya tahu kalian akan lelah di perjalanan tapi saya harapkan keprofesionalan kalian ketika bekerja, apalagi di hadapan wajah saya." Ucap Anka tegas kepada anak buahnya. "Sampai saya mendengar ada keluhan salah satu dari kalian, silakan pulang dan resign dari Forthright. Mengerti?"
Mereka semua hanya mengangguk, bahkan MuA yang mendengar itu turut mengangguk walau bukan mereka yang jadi topik pembicaraannya.
"Besok saya, Beni, Okta dan Mayang dalam satu mobil. Fino dan Kiki ikut Natali, Hendi dan Wenda. Kiki, tolong catat apa saja yang mereka mau. Kabari saya di grup biar saya dan Beni punya pandangan set tempatnya bagaimana." Ujar Anka yang mendapatkan acungan jempolnya dari Kiki. "Sore ini kalian bebas mau kemana dan ngapain saja tapi tolong istirahat yang cukup, besok perjalanan kita cukup jauh. Dan saya tidak mau mendengar kalian mengeluh."
"Rin?" Panggil Nata setelah Anka selesai mengoceh kepada anak buahnya.
"Aha (apa)?" Tanya Anka dengan nada yang belum ia ganti, terdengar sedikit sengak di telinga Nata, namun buru-buru Anka meminta maaf kepadanya. "Kenapa, Nat?"
"Sore kamu ada acara?" Tanya Nata hati-hati.
Selain gabut karena ditinggal Gladys kerja masuk shift siang, nggak ada. Tapi aku nggak mau diganggu. Batin Anka yang tidak ia sampaikan.
"Belum tahu. Kenapa?" Tanya Anka lagi, sedikit defensif jika boleh dibilang.
"Jalan, yuk? Aku mau ngajakin kamu kulineran." Tawar Nata penuh harap, tahu jika makanan adalah kelemahan Anka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomansTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...