Episode 52: 23 Agustus

375 52 13
                                    

Gladys sedang sibuk memakan kacang kulit yang dibelinya sebelum pulang ke kost saat ia memutuskan untuk menelpon Danisa, ingin menceritakan beberapa kejadian yang dialaminya beberapa hari ini setelah ia bisa menemukan ritmenya dalam menjalani kehidupan yang baru di kota orang ini.

"Lo tahu siapa yang interview gue kemarin?" Tanya Gladys dengan volume suara yang lumayan keras.

"Siapa?" Tanya Danisa balik, sedikit penasaran.

"Tasha Decordova! Gue ya enggak mau, lah!" Jawab Gladys dengan lantang. "Gimana bisa paja itu mencelat sampai kesini, heh?!"

"Hahaha, lo aja juga tiba-tiba bisa mencelat kesini without any further notice." Komen Danisa konyol.

"Ya tapi kenapa bisa gitu, lho? Dia di Batam aja udah, balikan sama Leo sekalian biar cowok psycho satu itu nggak ngerecokin gue terus." Kata Gladys dengan menggebu-gebu. "Kalau gue nggak menahan diri banget kemarin bisa berantem kita, Dan. Gila! Sama sekali nggak terdugem, anjir."

"Butuh dugem?" Tawar Danisa, masih setengah tertawa.

"Nggak." Tolak Gladys mentah-mentah. "Gue disini mau mengembalikan kewarasan gue, Dan. Bukan mau nambah gila."

"Hahaha, ya udah. Jadi sekarang lo kerja dimana?" Tanya Danisa lagi.

"Di Seminyak." Jawab Gladys enteng.

"Lah? Kost lo di Denpasar, tapi kerjanya di Seminyak." Gumam Danisa yang masih bisa didengar Gladys. "Main lo kurang jauh, Dys."

"Eits, ingat. Kalau sama gue jargonnya bukan 'kurang jauh mainnya'." Ujar Gladys yang membuat Danisa bingung. "Tapi 'kurang dalem nusuknya'. Hahaha."

"Lo udah nggak waras kayaknya, Dys." Kata Danisa yang membuat Gladys semakin terbahak.

"Mana hari pertama gue nyasar, lagi! Hampir aja telat." Tambah Gladys. "Jalanan hampir semua one-way, anjir! Gue belok di gang depannya sekiranya bisa dapat jalan tembus, eh, gang-nya satu arah juga! Bayangin se-panik apa gue waktu itu?"

Danisa terkikik karena paham dengan hal itu. "Enak kerja disana?"

"Enak sih, enak. Cuma kadang gue jadi bingung. Di Batam orang-orang ngomong pakai bahasa Melayu dan Hokkien. Di Semarang pakai bahasa Jawa. Dan disini mereka pakai bahasa Bali, gue interaksi sama customer pakai bahasa Inggris. Di otak gue ini penuh sama berbagai macam bahasa yang bikin gue bingung sendiri, anjir. Jadi kalau gue marah, gue misuhnya pakai bahasa kalbu aja. Biar nggak ada yang ngerti, termasuk diri gue sendiri."

Danisa kini tidak bisa mengendalikan tawanya. "Beneran, deh. Lo udah sedikit oleng kayaknya. Main, yuk? Lo libur hari apa?"

"Besok gue libur." Jawab Gladys cepat.

"Baru kerja berapa hari udah dapat libur. Enak betul." Kata Danisa yang membuat Gladys nyengir walau tidak bisa melihatnya secara langsung. "Ya udah, besok jalan? Mau kemana?"

"Nusa Dua." Jawab Gladys langsung. "Tapi pakai motor aja, ya? Lo kesini, nanti motoran kita jalannya."

"Panas. Nanti gue belang." Suara Danisa yang sedikit mentel membuat Gladys berpura-pura mual.

"Lo jadi lembek begini kenapa? Lo jadi sub-nya Gigi?" Pancing Gladys, ia terkikik sendiri dengan tebakannya.

"Idih! Nggak lah! Sejak kapan gue mau jadi sub? Big no." Elak Danisa, Gladys semakin tertawa dibuatnya. "Jiwa dom gue terlalu membara."

"Nah, ngaku dia sekarang kalau udah sama Gigi." Ejek Gladys yang membuat wajah Danisa memerah.

"Nggak gitu." Danisa mencoba menghindar, grogi. "Setelah kita marahan karena dia tahu soal kita tentang yang dulu-dulu itu, gue memperbaiki apa yang bisa gue perbaiki, Dys. Dan dia mau membuka kembali kedua tangannya. Cuma belum sampai 'peluk'. Masih dalam tahap 'mengajak'. Lo paham, 'kan?"

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang