Episode 5: 6 Juni

834 70 5
                                    

Anka mendengarkan tuntutan jaksa dengan seksama sembari melihat orang yang ia sebut sebagai 'papa' dari kejauhan dengan raut wajah penuh kebenciannya.

Dan ketika dakwaan itu menemui keputusannya, ia bisa melihat Gigi menangis karena mungkin lega. Mantan kekasihnya itu langsung dihampiri oleh Arka, Monik dan bahkan Anton Chandradinata. Mereka menguatkan Gigi dengan penuh belas kasihan karena apa yang menimpa wanita itu cukup membuat mental Gigi terguncang.

Anka bergeming, matanya melekat kepada pria paruh baya yang sedang berbincang dengan pengacara pribadinya. Dan ketika Arvin berjalan menuju pintu keluar, Anka bangkit dari tempat duduknya dan berhadapan face to face dengan papanya setelah berbulan-bulan lamanya.

Sakit hatinya kembali memuncak, masa lalunya kembali berkelebatan di ingatannya paling depan, dan adegan yang paling dibencinya itu menari-nari di hadapannya saat matanya beradu dengan mata milik papanya.

"Go fuck yourself in jail." Ucap Anka pelan, sarat akan kebencian yang terlalu dalam. "Saya menyesal darah dari seorang bajingan mengalir di tubuh saya."

"You are an ungrateful pathetic little lesbian bitch." Suara papanya kembali terdengar di gendang telinga Anka dan membuatnya mengepalkan kedua tangannya di kedua sisi tubuhnya. "Lahir dari benih pemenang, sekarang menjadi pecundang. Pantas Sarah pergi duluan meninggalkan saya, dia pasti sudah punya feeling jika anak perempuannya akan menjadi sebuah masalah di masa depan."

"Setiap hari saya membenci diri saya sendiri mengapa saya dilahirkan dari pria tidak tahu malu seperti Anda. Mendiang Mama pasti sangat kecewa dengan Anda, Arvin." Ucapan Anka yang sudah tidak mengindahkan sopan-santun itu membuat Arvin tersenyum mencemoohnya.

Pria itu maju selangkah mendekat ke anak perempuannya, hendak membisikkan sesuatu kepada Anka dan dengan refleks Anka menghindari kedekatan itu.

"Pantas kamu dulu begitu mencintai Giandra Ratri." Bisik Arvin yang membuat hati Anka semakin mendidih. "Dia memang senikmat itu."

Bugg!

Pukulan telak di rahang kiri Arvin berhasil mendarat dari tangan kanan Anka. Pria itu sedikit terhuyung, dan Arka yang mengetahui adegan itu karena mendengar berisik yang terjadi langsung menghampiri kakaknya yang sudah menangis.

"Nggak cukup, Pa?!" Teriak Arka, tangannya sudah mengepal hendak memukul papanya ganti. "You've ruined your own daughter's life and that wasn't enough?! What kind of man are you?!"

Arvin hanya tersenyum mengejek sembari terus-terusan menatap Anka, mengabaikan Arka yang melindungi kakaknya dari pandangan matanya.

"Benih pemenang akan menjadi pemenang, bukan pecundang seperti kakakmu." Ucapan Arvin membuat Arka mendorong tubuh Anka menjauh sedikit.

"Papa adalah pecundang utama di antara Hadinegara." Arka menatap papanya dengan tegas. "Penyesalan menjadi anak papa mungkin akan kami terima sampai kami tua. Tapi untuk tidak menyebut Anda, Arvin Hadinegara, sebagai orang tua kami adalah sebuah keputusan yang sudah kami pilih."

"Kalau Gigi nanti hamil, kalian tahu kemana harus mencari saya. Tenang saja, saya tidak sebajingan itu untuk tidak bertanggungjawab. Lihat saja contohnya wanita ini. Tanggung jawab saya sebagai orang tua, dididik baik-baik malah menjadi lesbian." Suara Arvin penuh dengan kekecewaan namun linangan air mata Anka menulikannya.

Arka menarik kerah kemeja Arvin namun dihalangi oleh pengacara pria paruh baya itu. "I hope you fucking die in jail."

Arvin tertawa mengejek. "Penjara tidak akan membunuh sa—"

"But I will." Arka menoleh, mendengar Anka sudah menemukan kembali suaranya. "Saya akan membunuh Anda dengan tangan saya sendiri suatu saat nanti."

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang