Gladys tidak bisa menyembunyikan lagi panas hatinya ketika mengetahui jika Anka sedang berada di rumah mantan kekasihnya, terlebih saat Anka mengabari jika ia disuruh untuk menginap.
"Kamu kenapa, weh?" Tanya Putri saat melihat Gladys yang sedang tamping kopi terkesan marah, brak-bruk brak-bruk saja terdengarnya.
"Nggak apa-apa." Sahut Gladys singkat, dengan suara datar.
Masih ada satu jam sebelum ia pulang, dan ia hampir sudah tidak bisa menahan kemarahannya lebih lagi. Sudah dua jam dia bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, namun semakin lama pikirannya semakin entah kemana apalagi Anka tidak mengabarinya apa-apa selain pengumuman jika ia akan menginap di rumah Natali, di kamar mantan kekasihnya, dan satu ranjang dengannya.
"Fuck." Umpat Gladys pelan.
"Wanita ganteng kemana? Tumben nggak kesini?"
Ini lagi. Sudahlah dia sedang emosi pacarnya tidak ada kabar, eh, ini malah menanyakan keberadaan kekasihnya pula. If looks could kill, Putri sudah meninggoy sejak tadi karena lihatlah, tatapan mata Gladys tajam sekali. Baru pertama kali ini aura Gladys terasa negatif, wajahnya datar, bombastic side eyes kemana-mana dan suaranya hampir tidak bernada.
"Ke Medan." Jawab Gladys singkat.
"Oh, ngapain?" Tanya Putri lagi.
"Kerja." Sahut Gladys malas.
"Berapa lama?"
"Mau ngapa?" Gladys meletakkan lap meja itu dengan sedikit kasar, lalu ia bersedekap seperti menantang Putri berkelahi.
"Kok kamu sewot? Jangan posesif sama kakak sendiri, Dys. Dia butuh udara baru juga, kali." Putri langsung melengos meninggalkan Gladys yang masih meliriknya dengan tatapan sewotnya.
"Ada apa?" Tanya Irfan yang baru saja keluar dari area dapur.
"Nggak apa-apa, Mas." Gladys lalu melanjutkan membersihkan area bar karena sebentar lagi mereka akan pulang.
"Nanti dijemput?" Tanya Irfan, turut membantu Gladys.
"Bawa kendaraan sendiri." Jawab Gladys sekenanya.
Sumpah, ia sedang tidak ingin berbicara dengan makhluk Tuhan manapun saat ini kecuali pacarnya. Pikirannya sedang tertuju kepada kekasihnya yang sekarang berada beribu-ribu kilometer jauh darinya.
"Besok aku jemput aja gimana? Kan satu arah. Bahaya kalau kamu nanti pulang sendirian malam-malam. Pulangnya kan bisa barengan." Tawar Irfan, berharap Gladys meng-iya-kan ajakannya.
"Maaf, Mas. Aku sendirian aja nggak apa-apa. Lagian nggak enak dilihat tetangga kalau aku pulang bareng cowok hampir tengah malam." Tolak Gladys sehalus mungkin.
"Oh, iya udah. Tapi kalau ada apa-apa, telpon aja, ya?" Irfan tersenyum yang hanya Gladys balas dengan senyuman malasnya.
Mending telpon Anka! Batin Gladys. Eh, Anka! Kamu dimana?!
Dan saat-saat yang dinantikan Gladys datang juga. Ia segera mengemas barang-barangnya dan keluar menuju mobil Anka. Tapi sebelum ia membuka pintu mobil, teriakan Putri di hampir tengah malam ini membuatnya ingin menabrak raga Putri dengan mobil yang dikendarainya.
"Dys! Salam buat wanita ganteng, ya! Kalau balik suruh sering-sering mampir ke kedai!"
Gladys menghela nafas panjangnya. Ia kemudian masuk dan terdiam sejenak sembari mengeluarkan ponselnya. Pukul sebelas malam, tapi Anka sudah tidak ada kabar.
Tanpa sadar, Gladys menangis. Ia membaca ulang pesan-pesan Anka sebelumnya. Dan yang terbaru, barusan, beberapa detik yang lalu. Ia hapus air matanya, membuka pesan dari kekasihnya dan sedikit bernafas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomanceTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...