Episode 38: 18 Juli

477 65 12
                                    

"Kenapa?" Tanya Putri saat melihat wajah murung Gladys.

Mereka satu shift hari itu, Putri yang harus jumpshift karena Cindy izin karena sakit. Gladys menoleh sekilas, hampir menumpahkan air matanya kalau Narendra tidak keburu datang memesan menu minuman yang sama setiap harinya.

"Americano. Double shot. Got it." Ucap Gladys sembari memaksakan sebuah senyuman.

Putri hanya melihat Gladys dan bagaimana gadis itu bekerja dengan tanpa semangat. Pagi tadi ia melihat gadis itu berangkat sendirian menggunakan motornya, padahal sebelumnya Anka selalu mengantarnya.

"Thank you, Dys." Ucap Narendra sembari menyerahkan beberapa lembar uang.

"Anytime, Mas." Balas Gladys ramah.

"He's so into you." Bisik Putri saat Narendra hendak melangkah pergi.

Narendra tersenyum, melirik ke arah Putri. Sepertinya, ia mendengar perbincangan antar wanita itu. Gladys memukul pundak Putri pelan karena konyol.

"See you tomorrow, Dys." Narendra melambaikan tangannya ke arah Gladys, Putri menahan tawanya.

"Kalau si wanita ganteng tahu, wah, perang dunia ini." Goda Putri, yang kemudian tersadar dengan perubahan raut wajah Gladys ketika membicarakan tentang Anka. "Shit. Sorry. Are you okay?"

Gladys menghela nafas panjang sebelum mengangguk. "Nggak apa-apa."

"Kalian nggak putus, 'kan?" Tanya Putri lebih lanjut.

Gladys memejamkan matanya terlebih dahulu, mengatur nafasnya sebelum menjawab. "Skip. Balik sana. Nanti ada yang bacot pagi-pagi aku males dengernya."

Putri mengusap pundak Gladys sebelum kembali ke section-nya. Berkali-kali Gladys hanya mengeluarkan nafasnya yang panjang dan berat, membuat Devan yang baru kembali dari ruangan karyawan terheran.

"Kenapa? Kok sedih gitu?" Tanya Devan, kedua tangannya sibuk tamping kopi dan diserahkannya ke Gladys untuk diproses menjadi Espresso. "Galau?"

"Enggak." Elak Gladys, tangannya memang bekerja, tapi otaknya entah kemana pikirannya.

Alhasil ia salah menuang espresso yang sudah jadi itu dan mengenai apron kerjanya. Devan dengan sigap mengambil lap dan membersihkan apron Gladys, dan disaat itu juga seseorang masuk ke kedai dan melihat adegan itu. Ia kemudian mengambil ponselnya dan memotret adegan itu lalu dikirimkannya ke Anka.

"Mau ganti apron aja?" Tanya Devan perhatian. "Biar aku ambilin."

"Nggak usahlah, nggak begitu nampak. Nggak apa-apa gini aja, nanti juga kering sendiri." Ucap Gladys, mengibas-kibaskan apronnya. "Thanks, Dev."

Devan mengangguk, melanjutkan tamping kopi dan bergurau bersama dengan Gladys, mencoba mengembalikan mood gadis itu yang sudah kacau sedari pagi padahal Gladys adalah tipikal orang yang cerewet. Jadi agak aneh jika tidak mendengar gadis itu mengoceh.

"How romantic." Jihan lewat di belakang Gladys saat akan masuk ke ruangan kerjanya.

Gladys mengepalkan tangannya, hendak memukul Jihan tapi tangan Devan menahannya. Gladys menoleh, Devan menggeleng. Gadis itu hanya bisa menghela nafasnya berkali-kali.

"She's not worth it." Ucap Devan, Gladys mengangguk.

Dan di jam makan siang, seorang driver ojek online datang mengantarkan sebuah pesanan satu kotak coklat untuk Gladys. Kening gadis itu berkerut, ia dan Devan saling berpandangan curiga.

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang