Episode 10: 15 Juni

651 64 2
                                    

Anka mengecup pundak Gladys yang ter-expose setelah permainan mereka tadi malam. Ia lalu membelai lembut luka yang dibalut oleh tinta berwarna itu sebelum menjatuhkan kecupannya di luka gadis itu.

"I love you and I love your scars." Ucap Anka pelan.

Gladys berpindah posisi, ia berbalik badan, menyelimuti tubuhnya yang telanjang dengan selimut kesayangannya yang ia bawa dari Batam namun matanya masih terpejam.

Anka tersenyum, ia kemudian bangkit dan mencuci muka serta menggosok giginya sebelum melangkahkan kakinya ke dapur. Ia biarkan Gladys tertidur karena bukan kebiasaannya membangunkan orang yang sedang tidur, kecuali jika ada yang urgent.

Setengah jam kemudian saat Anka masih sibuk berdiri di depan kompor membuat sarapan untuknya dan untuk Gladys, ia merasakan sebuah dekapan dari belakang.

Anka tersenyum. "Good morning, Cantik."

"Morning." Suara parau Gladys membuat Anka gemas.

Ia kemudian balik badan dan memeluk gadisnya yang hanya memakai kaos kebesaran dan celana dalam saja. "Dys?"

"Hmm?"

Anka mengusapkan pipinya di kepala Gladys yang matanya masih terpejam. "Mau ikut?"

"Kemana?" Tanya Gladys balik. "Kapan?"

Anka terdiam sejenak sampai membuat Gladys mendongak. Kerutan di kening Gladys semakin dalam saat Anka hanya menatapnya saja tanpa bersuara.

"Ka?" Panggil Gladys pelan.

Kesadaran Anka kembali saat Gladys mengecup ujung bibirnya. "Ehm, aku—" Anka menjeda. "Karena ini baru pertama kalinya aku punya seseorang setelah melewati masa itu, aku nggak tahu harus bilangnya gimana."

"Heem, apa?" Tanya Gladys lembut, ia mengusap lengan Anka guna meyakinkan kekasihnya jika tidak apa-apa.

"Temenin bikin tato, mau?" Ketika mengucapkannya, Anka menatap wajah kekasihnya dengan raut wajah yang bisa Gladys nilai sebagai rasa ketakutan. "Setiap kali aku abis kayak gitu, aku selalu menutupinya dengan tato."

Gladys tersenyum manis. "Terima kasih udah percaya sama aku, ya? Kalau memang nggak ada yang nemenin kamu sebelumnya dan nggak ada yang tahu gimana kamu melawan dua rasa sakit di dua bagian tubuh yang berbeda, kamu tahu mulai sekarang kalau apa yang akan kamu rasain, aku juga rasain. Kita rasain sama-sama, biar sakitnya nggak bertahan lama. Ya?"

Anka tidak menjawab apa-apa, ia hanya kembali memeluk gadisnya dan berterima kasih kepada semesta karena telah mempertemukannya dengan Gladys, orang yang tidak ia sadari ia butuhkan selama ini. Ia hanya terlalu keras kepala mengakuinya.

"Sekalian jalan-jalan mau, nggak?" Tawar Gladys kemudian. "Aku yang nyetir. Nanti kaki kamu sakit kalau buat gerak banyak-banyak."

Anka nampak berpikir. "Kamu pengen kemana?"

"Ke Umbul Sidomukti." Jawaban Gladys membuat mata Anka melotot.

"Naik-naik begitu? Katanya nggak mau bikin kaki aku sakit?" Tanya Anka sewot.

"Aku gendong."

"Kamu lebih kecil dari aku, Dys. Mana kuat?"

"Kecil-kecil cabe rawit aku, ya! Kecil-kecil menggigit."

"Iya, suka kali gigit aku. Tengok, nih." Anka membuka kaosnya, memperlihatkan bekas gigitan Gladys akibat permainan mereka semalam.

"Hahaha. Maaf, maaf. Abisnya kamu bikin gemes." Gladys mencubit kedua pipi Anka.

"Apanya yang bikin gemes? Kamu itu aneh, tahu nggak?" Goda Anka yang membuat Gladys malu. "Lagi gituan kok ketawa-ketawa sendiri."

"Ya abisnya kamu lucu." Anka memutar bola matanya malas.

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang