Setengah lima sore ketika Gladys pulang dari tempat kerja, keningnya berkerut ketika melihat mobil Anka terparkir di garasi, padahal wanita itu bilang ia akan seharian berada di studio.
Mulai bohong? Gladys bertanya-tanya dalam hati. Ia kemudian memarkirkan motornya di sebelah mobil kekasihnya dan masuk ke dalam rumah.
Sudah pasti dia tidak akan menemukan kekasihnya di kamar tidur utama. Sudah empat hari mereka pisah ranjang. Halah.
Gladys membersihkan badannya terlebih dahulu, mengatur emosi dan nafasnya yang sudah ingin marah-marah kepada Anka.
"What the fuck is wrong with you?!" Tanya Gladys, marah, Anka hanya meliriknya sesaat.
Dan tambah naik pitamlah Gladys ketika melihat Anka hanya duduk dengan santainya di kasur kamar tamu, dua tas sudah terpajang rapi.
"Dengan berlari?" Tanya Gladys lagi.
Anka masih diam, membalikkan halaman buku yang sedang dibacanya, tidak menoleh, tidak menyahut, acuh, diam, cuek, batu.
"Anka, I fucking asked you a question!" Gladys mendekat, Anka bergeming.
"Does it matter?" Sahut Anka santai, ia kemudian menoleh, matanya bertatapan dengan mata kemarahan kekasihnya. "Penting kah kalau aku pergi? Enggak, Dys. Nggak akan berpengaruh apa-apa dalam kesinambungan hidup kamu."
"Ka, please. Let's talk about this." Gladys memejamkan matanya, menahan emosinya.
Anka menutup buku yang sedang dibacanya, meletakkannya di kasur, menghadap Gladys, memegang kedua tangan gadisnya. "There's nothing to talk about."
"Am I not good enough?" Pertanyaan Gladys mengundang kerutan di kening Anka.
Perlahan, kedua air mata Gladys tumpah. Emosi yang mencampuradukkan perasaannya beberapa hari ini terlepas. Kerinduannya, kemarahannya, kebenciannya, cintanya, bahagianya dan kesedihannya melebur menjadi satu.
"You're more than enough." Anka meremas kedua tangan kekasihnya. "Dan kamu berhak mendapatkan yang lebih daripada seseorang seperti aku."
"Nggak. Nggak. Nggak. Nggak dengan cara kayak gini, Ka." Gladys mulai menangis. "Iya aku marah sama kamu. Aku marah banget. Tapi itu nggak merubah perasaanku ke kamu, Ka. Aku sayang sama kamu."
"Aku tahu. Dan aku juga sayang sama kamu. Tapi," Anka menghela nafas panjang, "I'm a mess, Dys. It's my fucked up life. And you don't deserve any of this."
Gladys merosot, tersedu. "I can't lose you."
"Aku nggak mau nyakitin kamu dengan cerita-cerita di masa laluku, Dys." Anka menatap langit-langit, mencoba menahan air matanya yang akan turun.
"Masa lalumu juga bagian dari kamu, Ka. Dan kamu udah nggak tinggal disana." Bantah Gladys, ia menggenggam tangan Anka terlampau kuat.
"Setiap malam aku overthinking, teringat kejadian-kejadian yang udah uzur waktunya. Mengingat gimana brengseknya aku, sebejat apa aku dulu. Aku nggak pantas buat siapapun, Dys, terlebih untuk kamu. Kamu seharusnya bersama dengan seseorang yang selalu membuat kamu bahagia saat menjalani hidup, bukan kekhawatiran." Anka mengusap tangan gadisnya. "You deserve happiness."
"I want you, Ka." Gladys menunduk, Anka memeluk Gladys dari atas, menumpahkan tangisnya disana.
"We'll meet again." Ucap Anka setelah meluapkan tangisnya. "Aku masih di Semarang, kok. Aku nggak pergi kemana-mana."
"Please. Stay. Kita bisa bicarakan ini baik-baik, Ka." Pinta Gladys, menatap wajah kekasihnya yang sama-sama sudah berurai air mata.
"Aku nggak pantas buat orang sebaik kamu, Dys. Semakin lama kamu sama aku, akan semakin sakit." Sahut Anka. "Dan aku nggak mau nyakitin kamu lebih lagi daripada ini. Aku nggak yakin aku bisa menjadi seseorang yang kamu inginkan, yang kamu mau, tanpa terbentur ingatan soal masa lalu. Aku cuma ingin kamu bahagia dengan cara apapun, termasuk jika aku nggak ada lagi di dalam hidup kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomanceTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...