Episode 37: 16 Juli

545 68 5
                                    

Anka sedang sibuk memakan salad sayurnya sembari melihat sosial medianya. Gladys duduk di kursi tamu dan sesekali menggigit kuku jarinya. Anka tidak mengindahkannya dan Gladys juga cuek-cuek saja. Tidak ada perbincangan diantara keduanya, hanya kebisuan yang melanda mereka berdua.

"Kak?" Sapa Stella yang berdiri di ambang pintu ruangan kerja Anka.

"Apa, Stell?" Tanya Anka, meletakkan ponselnya dan menyingkirkan makanannya.

"Mbak Jeje udah di ruangan." Jawab Stella, Anka mengangguk.

Dan bahkan Anka hanya melewati Gladys saja tanpa menganggap gadis itu ada padahal gadisnya yang sudah menyiapkan dan memberinya salad sayur yang dimakannya.

Setelah Anka keluar dari ruangan, Gladys merosot duduknya, menghela nafas panjangnya dan memejamkan matanya, menikmati keheningan di ruangan kerja Anka yang biasanya membuatnya nyaman, namun kini terasa hampa.

Yang bahkan Gladys tidak tahu salahnya dimana mengapa Anka lagi-lagi mendiamkannya. Harusnya, ia yang marah, 'kan?

"Fucking asshole." Umpatnya kemudian sebelum tertidur.

Maklum, overthinking melandanya sejak dua hari yang lalu gara-gara Anka mendiamkannya tanpa banyak berkata-kata. Ia masih melakukan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, halah, menyiapkan sarapan dan makan siang untuk kekasihnya namun lagi-lagi wanita yang lebih tua darinya itu bersikap seperti batu.

Di sisi lain, di pikirannya sendiri yang sedang insekyur tentang segalanya yang terjadi karena kata-kata Jihan membuatnya juga hanya bisa terdiam. Yang ia syukuri, Anka tidak sampai meninggalkannya pergi.

Anka kembali satu setengah jam kemudian, menemukan gadisnya tertidur di sofa dengan posisi tidak nyaman. Dengan perlahan ia baringkan Gladys agar lebih nyenyak tidurnya. Masih ada empat jam sebelum gadisnya kembali bekerja masuk shift siang.

Di kursi kerjanya, pikiran Anka berkecamuk. Ia lagi-lagi melihat video yang dikirimkan oleh seseorang. Tentang bagaimana gadisnya dengan telaten membersihkan area mulut rekan kerjanya dengan gerakan yang membuatnya tak hanya panas hati, namun juga panas pikiran.

Bagaimana jika suatu saat nanti Gladys akan kembali ke takdirnya?

Anka mendesah pelan, sesekali ia memandang Gladys yang wajah polosnya saat tidur terlihat lebih menggemaskan. Ia juga salah, mendiamkan kekasihnya tanpa ada pembicaraan apa-apa mengenai apa yang menjadi ganjalan di hatinya.

Namun ia juga bingung bagaimana cara memulainya, secara, Gladys dua hari yang lalu sudah marah-marah dan senewen kepadanya. Iya gadisnya itu masih menyiapkan segalanya untuk urusan rumah, tapi tidak ada obrolan apa-apa yang berarti.

Seperti.. dua manusia asing yang bersua.

"Kaaaa." Panggil Gladys dalam tidurnya, memecahkan lamunan Anka.

Anka kemudian berjalan menuju sofa, duduk di lantai di depan kekasihnya yang masih terpejam, membelai kepala gadisnya dengan lembut. "Aku disini."

Mata Gladys lalu mengerjap pelan. Dan matanya bersinggungan dengan mata yang membuatnya jatuh cinta tanpa cela itu.

Masing-masing dari mereka hanya saling menatap, saling menyalurkan ketenangan yang dibutuhkan. Belaian di kepala Anka membuat Gladys nyaman. Lalu Anka mendekat, mengecup kening kekasihnya dengan lembut. Setelahnya, ia tempelkan keningnya di kening kekasihnya.

"I love you." Ucap Anka pelan.

"You do?" Tanya Gladys iseng.

Anka mendesah lelah. "I always do."

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang