Episode 47: 3 Agustus (Part 2)

683 48 15
                                    

Sebuah cubitan keras dan padat mendarat di pinggang Anka, membuatnya berteriak memekakkan telinga siapa saja yang ada disana. Ia langsung terbangun, bingung karena sedari tadi ternyata ia tiduran di paha gadisnya.

"Sakit, lho! Kamu tahu aku paling nggak suka dicubit, masih juga dilakuin." Protes Anka, memegangi pinggangnya yang pedih.

"Kamu juga." Balas Gladys. "Udah tahu aku nggak suka kalau kamu ngomong ngelantur kayak gitu masih aja dilakuin. Seenak itu kamu ngomong mau mutusin aku? Segampang itu kamu mau ninggalin aku, ha? Hmm? Dan menurutmu aku mau nurutin omongan nggak jelas kamu itu, yang selalu terjadi kalau otak kamu lagi membara nggak jelas sumber apinya dari mana?"

"Kamu sejak kapan disini?" Tanya Anka bingung.

"Sejak kamu ngoceh sendiri. Nggak jelas." Sahut Gladys sedikit sewot.

Anka melihat sekeliling, Gigi menahan senyumnya, Monik memutar bola matanya malas sementara Arka sibuk mengacungkan jari tengah ke arahnya. Ia kemudian melengos, menatap gadisnya dengan takut-takut. Besar mulut saja.

"Ngomong di dalam aja." Ajak Anka, mengambil tangan gadisnya. "Nanti mereka dengar perbincangan rumah tangga kita."

Kini giliran Gladys yang memutar bola matanya malas. Sudah ia lelah setelah meng-confront Leo di depan keluarga Chandradinata, kini kekasihnya malah mengajaknya berdiskusi tentang hal-hal yang menurutnya tidak masuk akal. Anka kelewat parah overthinking-nya.

"Aku nggak akan ninggalin kamu, Ka. Aku disini. Dan akan selalu disini." Ujar Gladys saat ia dan Anka baru saja memasuki kamar tidur wanita itu yang disiapkan khusus jika sewaktu-waktu ia pulang ke Batam. "Aku nggak bisa pergi."

Anka langsung memeluk Gladys, menumpahkan kekhawatirannya disana dan dengan tanpa usaha apa-apa Gladys sudah menenangkannya hanya dengan kehadirannya saja. Semua kekhawatirannya menghilang. Semua ragunya membias. Dan semua takutnya lenyap begitu saja saat ia merasakan ketenangan saat memeluk Gladys.

"No matter how hard it is, I'll stay." Ucap Gladys di pelukan itu.

"I'm scared of losing you. Jangankan kehilangan, ngebayanginnya aja aku nggak mampu." Sahut Anka.

Gladys lalu melepaskan pelukannya, memegangi kedua pundak kekasihnya dan memandang Anka yang tertunduk. "Kayak gitu mau mutusin aku kamu bilang? Ha? Gila kamu, Ka. Aku nggak ngerti separah apa otak kamu kalau lagi liar. Semua masalah itu diselesaikan dengan baik, bukan hanya dengan kata putus dan pergi. Hubungan yang dewasa bukan kayak gitu cara penyelesaiannya. Kita bukan anak kecil yang kalau ada masalah sedikit langsung minta putus. Diomongin! Ngerti, nggak?! Aku udah bilang aku bakal kasih waktu masing-masing buat kita sebelum ngomong dan menemukan jalan keluar sama-sama. Semua ada jalan keluarnya kecuali putus. Ngerti nggak kamu, ha?!"

Anka menatap Gladys dengan cemberut dan puppy eyes-nya mengiringi, membuat Gladys tidak tega sudah marah-marah tapi apa mau dikata, Anka kadang juga keras kepala yang keterlaluan kerasnya.

"Sini." Gladys melebarkan lagi kedua tangannya dan Anka langsung menubruknya, membenamkan kepalanya di ceruk leher kekasihnya. "Masa' kamu nggak ngerti juga seberapa besar rasa sayang aku ke kamu sih, Ka? Harus dengan cara apa lagi aku meyakinkan kamu kalau aku bener-bener sayang sama kamu dengan segalanya yang ada di kamu?"

Anka mengeratkan pelukannya. "Maaf."

Gladys mendesah pelan, menahan air matanya agar tidak tumpah. Meyakinkan Anka memang terkadang melelahkan, melebihi orang-orang di masa lalunya. Sedalam apa rasa sayangmu ke manusia kaku dan batu itu, Dys?

"Capek?" Tanya Gladys perhatian, membelai pipi Anka dan sesekali mencium kepala kekasihnya.

Anka mengangguk manja. "Tapi aku mau tau semuanya yang terjadi tadi."

Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang