Gladys terbangun dengan sedikit terkejut ketika mendapati dirinya tidak berada di kamar tidur. Ia melihat sekelilingnya, lalu matanya menangkap sosok Anka yang tertidur di sofa masih dengan pakaian lengkapnya semalam.
Gladys mencoba mengingat apa yang terjadi tadi malam sebelum mereka sama-sama terdampar di sofa ruang tamu. Oh, Gladys teringat. Mereka baru selesai grand opening kantor baru Forthright Photography Studio 2 dan terlalu lelah untuk beranjak ke kamar.
"Sayang." Panggil Gladys, rebahan lagi di sofa.
Anka sama sekali tidak bergerak, raganya masih teronggok kaku di sofa. Gladys menatap kekasihnya lekat-lekat, kemudian tersenyum. Ia tahu Anka yang bekerja paling keras beberapa waktu belakangan.
Setelah mereka tiba di Semarang lagi, Gladys mendapat bagian untuk membereskan rumah sementara Anka langsung mencari lokasi untuk studionya. Hanya dalam waktu dua minggu mereka membereskan semuanya.
"Babe?" Panggil Gladys sekali lagi.
Lima menit menunggu dan Anka masih terkapar, Gladys memutuskan untuk membersihkan dirinya sendiri dan membuat sarapan untuk mereka berdua.
Sudah pukul 10 pagi, Semarang pagi itu cerah. Secerah harapan Gladys merajut asa di kotanya bersama dengan Anka. Lamunannya terhenti ketika merasakan sebuah dekapan yang membuatnya selalu nyaman.
"Selamat pagi." Gumam Anka di ceruk leher Gladys.
Tangan Gladys terulur untuk mengusap bagian kepala Anka yang setengah botak dan membuat wanita yang lebih tua darinya itu menggeram menahan sesuatu.
"Jangan, Dys." Ucap Anka pelan.
Kening Gladys berkerut. "Kenapa?"
Anka menggeleng. "Kalau malam aja digituin gapapa."
Mata Gladys langsung melotot. "Mesum, ih! Mandi sana!"
Anka tertawa yang membuat Gladys kegelian. Wanita itu kemudian mengecup pipi Gladys terlebih dahulu sebelum mandi. Gladys menatap kekasihnya dengan penuh rasa cinta. Ia tidak menyangka tinggal berdua dengan Anka ternyata semenyenangkan ini walau kadang wanita itu menulikan telinganya kalau Gladys sedang marah-marah karena barang-barang Anka suka berantakan tidak pada tempatnya.
"Kamu bikin apa, Sayang?" Tanya Anka sembari membuka lemari es dan meneguk air putih dingin.
"Nasi goreng putih." Sahut Gladys. "Suka, 'kan?"
Anka duduk di meja makan sambil melihat kekasihnya di depan kompor. Pemandangan yang tidak akan pernah membuatnya bosan. Dan dengan kepercayaan diri yang penuh dia akan melalui hari-harinya dengan seperti ini.
"Semua masakan yang kamu masak apapun itu aku suka, Dys." Jawaban Anka membuat Gladys tersenyum. "Kecuali Pare."
"Babe!" Gladys menunjuk wajah Anka dengan spatula. "Pare is good, though."
"Nope." Anka mengangkat kedua tangannya. "Jangan berdebat sama aku soal Pare. I really dislike it."
Gladys melongo tidak percaya. "Kita musuhan."
"Hahaha." Anka tertawa. "Gimana kamu bisa makan sesuatu yang pahit sih, Sayang?"
"Pare itu bagus buat kesehatan, Anka." Jawab Gladys lagi. "Besok aku masakin Pare, dengan caraku. Kalau sampai kamu nggak suka, berarti aku gagal jadi pacarmu."
"Huss!" Anka kemudian bangkit, menghampiri Anka. "Nggak ada kayak gitu-gituan, ya. Kamu nggak gagal jadi pacar aku hanya karena kamu nggak bisa memenuhi salah satu seleraku."
"Nanti aku overthinking." Kata Gladys yang membuat Anka mengecup kepala gadisnya itu.
"Masakin tapi usahakan pahitnya jangan terlalu terasa, ya?" Gladys mengangguk mendengarnya. "Nanti sore aku mau ke studio sebentar. Ada Mbak Jeje mau ngobrol soal acara dia."
"Jeje siapa?" Kening Gladys berkerut, mematikan kompor dan menyiapkan sarapan mereka. "Tadi malam nggak ada aku lihat kamu ngobrol sama orang."
"Iya, orangnya DM aku." Sahut Anka sambil mengutak-atik ponselnya.
"Kenapa nggak DM di IG studio?" Tanya Gladys lagi.
Anka mengedikkan bahunya. "Nggak tahu. Ayo, makan."
Tanpa sepengetahuan Anka, Gladys menatap kekasihnya dengan raut wajah yang sulit diartikan.
Merasa Gladys tidak cerewet seperti biasanya, Anka mendongak, mengalihkan tatapannya dari layar ponselnya ke wajah gadisnya.
"Kenapa, Sayang?" Tanya Anka lembut. "Mau lihat DM dia? Nih." Anka menyerahkan ponselnya.
Gladys menggeleng. "Nggak. Ayo, makan."
"Nggak gitu, lho." Anka meletakkan sendoknya. "Kamu maunya aku gimana?"
"Nggak gimana-gimana. Emang gimana?"
"Dys."
"Hmm?"
"Kalau setiap ada yang DM mau book di studio kamu kayak gini, harus aku nggak punya IG?"
"Kan bisa book lewat IG studio."
"Kalau mereka kenal sama aku gimana? Harus aku bilang kayak gitu? Nanti kalau aku dikira sombong gimana?"
"Bilang aja semua urusan pekerjaan lewat sosial media pekerjaan, bukan pribadi."
"Babe."
"No, don't babe me." Gladys memakan sarapannya dengan kasar, Anka menghela nafas panjangnya.
"Aku kan nggak tahu kalau bakal di DM, Sayang." Ujar Anka, Gladys mengangguk saja. "Lagian kan nggak semua orang yang DM aku itu gay."
Gladys memutar bola matanya malas. "Kamu kalau lagi diem emang kelihatan judes. Tapi kalau udah mau ngomong bahkan Ibu-ibu aja senyum-senyum nggak jelas lihat kamu. Ingat waktu di pasar?"
Kini gantian Anka yang memutar bola matanya malas. "Aku kan nggak tahu kenapa mereka bisa kayak gitu. Kan bukan aku yang mengatur mereka buat senyum-senyum sama aku."
"Skip." Ujar Gladys singkat. "Nanti jam berapa ketemu Jeje?"
Anka mendesah pelan. "Jam 3."
"Oke."
Setelah Anka dan Gladys sarapan, Gladys hendak menuju halaman depan namun ditahan oleh Anka.
"Kamu kenapa? Biasanya nggak apa-apa ada yang DM aku tiba-tiba." Anka mengusap lengan Gladys. "Lagi dapet, ya?"
Gladys memonyongkan bibirnya lalu mengangguk yang membuat Anka tertawa.
"Mau kunyit asem? Aku belikan, ya? Mau sekalian pads-nya nambah?" Gladys menggeleng, Anka mengangguk. "Sebentar, ya?"
Gladys melihat Anka keluar dari rumah dan berjalan menuju warung terdekat. Dan itulah yang Gladys kagumi diam-diam dari Anka. Wanita itu tidak pernah memarahinya walau ia sering bersikap tidak jelas yang bahkan kadang bukan karena hormonnya. Dan, ia tidak menyangka jika Anka adalah orang yang pengertian dan mau mengalah karena pada awalnya wanita itu sangat keras seperti batu.
Sekembalinya Anka dari warung dengan membawa sebuah bungkusan, raut wajah Anka malah membuat Gladys bertanya-tanya.
"Kenapa, Ka? Ada masalah apa?" Tanya Gladys sesampainya Anka di teras rumah.
Anka mendongak, memperlihatkan isi chatnya dari Arka. "Kakek mau kesini."
Dan mereka berdua meneguk ludah dalam waktu yang bersamaan dengan susah payah.
Apa lagi ini?
🍀
------------------------------------
A/N:
Hai 😂
Aku ngebayangin Gladys pake daster pas masak 😭
Yahahaha, anw, enjoy this episode! More to come! 🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomanceTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...