Anka terdiam walau sesekali ia melirik gadisnya yang sedang bekerja. Tangannya berkutat dengan laptopnya, namun pikirannya entah kemana saat mendengar berita yang membuatnya selalu naik pitam jika teringat.
Nadia menyusulnya kemudian, mengajaknya berdiskusi tentang apa saja yang bisa mereka obrolkan sebelum pemilik kedai itu kembali ke Jogja. Gladys juga sesekali menatap ke arah kekasihnya, ia tahu ada pikiran yang menggelayuti kekasihnya sejak beberapa hari belakangan namun ia tidak dapat menebak apa karena Anka tidak mau membicarakannya dengannya.
Wanita itu masih kaku, masih seperti batu. Ditelannya sendiri apa yang terjadi di kehidupan mereka berdua. Dan untuk meyakinkan kekasihnya jika semuanya akan tetap baik-baik saja, Gladys mengadu tatapannya dengan kekasihnya.
Namun adegan itu terhenti saat Naren datang di waktu yang tidak biasanya. Devan dan Gladys saling pandang, bingung, karena tidak biasanya Naren datang dua kali dalam satu hari.
"Tumben, Mas?" Tanya Devan sembari membuatkan Iced Americano Double Shot untuk Naren.
"Iya, sengaja. Saya tahu kalau Gladys masuk middle jadi saya kesini sore biar bisa ketemu." Saat mengatakannya, Naren terus-terusan melihat Gladys yang membuat wanita itu mengusap tengkuknya tidak nyaman.
Dan sudah ia yakini, kekasihnya itu langsung mengubah posisi duduknya menjadi menghadap ke arahnya dengan tatapan tajamnya, bersedekap dan mengabaikan sekelilingnya. Devan hanya melirik canggung ke arah Gladys yang terpaku seperti orang bodoh.
"Ini, Mas." Devan menyerahkan pesanan Naren dengan segera, berharap pria itu akan segera menyingkir.
Namun tidak. Naren masih getol berdiri di depan Gladys yang kelabakan menghindari pertanyaan-pertanyaannya. Devan membantu sebisanya, dan tatapan memohon Gladys tidak diindahkan Anka.
Kekasihnya itu hanya diam saja melihat dirinya diberondong pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman. Hanya Devan yang membantu Gladys perlahan keluar dari interaksi canggung itu.
"Kamu bilang 'nggak janji' buat jalan sama saya, jadi ada kemungkinan akan terjadi di suatu masa, 'kan?"
Pertanyaan Naren yang bertepatan dengan Anka yang berdiri di depan konter bar membuat Gladys mengumpat dalam hati. Kekasihnya itu melihat Naren dengan pandangan tidak suka, hendak meninju kepala pria itu namun Gladys menengahi.
"Mas, maaf. Itu malah tidak akan pernah terjadi di kemudian hari." Ralat Gladys, Devan yang sibuk membereskan pekerjaannya diam-diam mendengarkan dengan seksama jika Naren akan lebih nekat lagi nantinya. "Saya waktu membalas pesan itu sedang tidak bisa berpikir jernih."
"Ah, begitu." Naren melirik ke arah samping kirinya tepat dimana Anka sedang berdiri. "Kita lihat nanti."
"Jangan macam-macam, Mas." Anka menahan lengan Naren yang hendak pergi. "Kalau dia tidak mau, sampai kapanpun dia tidak akan mau dan tolong jangan dipaksa."
"Kamu tenang aja." Ucap Naren yang membuat kening Anka berkerut bingung. "Dan tidak perlu khawatir, saya akan menjaga adik kamu dengan baik."
Cengkeraman di lengan Naren menguat, membuat pria itu menatap Anka dengan aneh. Anka yang sudah menahan amarahnya sejak tadi tidak bisa menyembunyikan raut kecemburuannya.
"Jangan pernah berpikir dia akan mau jalan sama kamu." Sahut Anka pelan.
Naren menatap ke arah Gladys sejenak sebelum tatapannya jatuh ke Anka lagi. "Jangan posesif sama adik sendiri. Biarkan dia merasakan dunianya. Dunia yang seharusnya."
Aku dunianya! Batin Anka yang tidak bisa ia keluarkan saat itu juga mengingat dimana tempat mereka berdiri sekarang.
Tangan Anka melemah, membiarkan Naren berjalan keluar dari kedai kopi milik Nadia dan tanpa sepatah kata ataupun lirikan kepada gadisnya, Anka kembali ke tempat duduknya, kembali masuk ke obrolan Nadia seperti tidak ada kejadian apa-apa sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Adventures of Anka and Gladys (gxg) (completed)
RomanceTentang kehidupan Anka dan Gladys sehari-hari ketika kehidupan baru mulai menyapa. Baca dulu "Standing With You" biar paham sama jalan ceritanya 😬 Warning: • 18+ • Lesbian (Yg homophobic silakan minggir) Inspired by: The Everyday Adventures of Sam...