Akhirnya Ku Menemukanmu

161 18 17
                                    

PLAKKKKK

Suara tamparan keras mendarat dipipi mulus anak perempuannya.

"Siapa pria yang sudah berani menyentuhmu Irene. Jawab Papa!!!"

"A-aku tidak tahu siapa dia Pa.. hikss hikss.." hanya isakan demi isakan yang terdengar

PLAKKKK

"Lantas siapa yang akan bertanggungjawab atas kehamilan mu ini Irene!! Kamu benar-benar gila!!" Teo sangat murka sekali, anak tunggal kesayangannya harus menerima nasib seperti ini

"Kau....."

Sekali lagi Teo ingin menampar pipi Irene, namun sang istri menghentikan tindakannya itu

"Pa...hentikan!! Irene bisa terluka jika kamu terus menerus menyiksanya seperti itu.." ucap Tiffany sambil memeluk Irene dengan air mata yang sudah tidak terbendung lagi

"Menyiksa? Hukuman ini saja belum cukup sama apa yang sudah dia lakukan Tiffany. Biar dia tau rasa, bagaimana bisa kita menanggung semua aib ini. Bahkan bodohnya dia tidak tau siapa pria itu, apa aku harus diam saja.." setiap kata yang keluar penuh rasa sakit dan kecewa

"Biarkan aku berbicara dengan Irene.." Bujuk Tiffany kepada suaminya itu

"Besok keluarkan semua barangnya. Jangan ada satu pun yang tersisa. Itu keputusan mutlak aku sebagai kepala rumah tangga!! Teo kemudian pergi meninggalkan mereka. Irene semakin terisak dan memeluk mamanya erat.

.
.
.
.
.

"Horeee, akhirnya aku liburan juga.." Irene semangat karena Tiffany mengizinkan ia membawa motor sendiri

Jadi hari ini Irene sudah berjanji dengan para sahabatnya mau menyusul liburan. Ketiga sahabatnya sudah lebih dulu pergi. Irene mau tidak mau harus pergi sendiri. Tentu saja tidak masalah karena sudah hal biasa di dalam kamus Irene Aurora.

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Langit mulai kelihatan mendung, padahal perjalanan masih satu jam lagi baru sampai. Ah tidak masalah, toh yang turun kan air bukan batu. Kalau uang akan lebih baik lagi.

Motor yang Irene kendarai mulai terasa aneh. Aishh sial, Irene tadi malas mengantri. Berharap di pom bensin berikutnya tidak ramai orang. Ternyata kesalahan besar. Posisinya Irene ditengah-tengah, maju ataupun mundur tetap saja jaraknya sama-sama jauh.

Hujan beneran turun sangat deras. Irene tidak membawa mantel, separuh tubuhnya sudah basah. Sepertinya Irene benar-benar apes hari ini. Irene mendorong motornya dan berteduh di salah satu pohon besar. Berharap ada orang baik yang mau menolongnya.

Sepertinya doa Irene didengar oleh sang pencipta. Ada sebuah mobil menghampiri Irene. Ia turunkan kaca mobil dan menawarkan bantuan. Irene menyetujui ucapan Pemuda tersebut. Dilihat-lihat, pemuda ini sepertinya baik.

Hal buruk bisa saja terjadi jika ia bertahan dengan egonya berteduh dibawa hujan. Daripada mati kedinginan, itu akan lebih mengerikan bukan? Setidaknya untuk saat ini yang ada dipikirannya berteduh sampai hujan reda. Karena jujur Irene sudah menggigil, ia tidak terlalu kuat dengan hawa dingin. Detik demi detik berlalu, malam semakin larut, namun hujan rasanya masih ingin bermain lama-lama di bumi.

Entah karena keadaan yang memaksa, semua terjadi begitu saja. Mereka melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan sebagai pasangan. Namun nasi sudah menjadi bubur.

.
.
.
.
.

Seminggu sekali Tiffany akan datang melihat kondisi putrinya. Tiffany sebenarnya juga kecewa, sangat kecewa. Anak yang ia lahirkan, ia didik harus melewati takdir yang kelam seperti ini. Sebagai seorang Ibu, Tiffany rasanya sudah gagal menjaga putrinya. Namun dengan kasih sayangnya yang tulus, ia berharap melihat kebahagian Irene dengan cucu nya kelak.

Irene juga harus menjadi kuat demi sang buah hatinya. Walaupun berat yang harus ia lalui tapi inilah pilihan hidupnya.

Irene membuka tasnya dan mengambil scraf berwarna biru yang punya tulisan inisial WA. Hanya itu kenangan yang ia miliki dari pemuda yang bahkan hanya sekedar namanya saja ia tak tahu. Miris!!

Air matanya menetes jika mengingat kejadian yang menyesakkan itu. Namun ia sadar, mereka melakukan itu bukan karena terpaksa. Siapakah yang harus disalahkan?

Hari berlalu, bulan berlalu, kandungan Irene semakin membesar. Keterangan dokter, seminggu lagi bayinya akan lahir. Ada perasaan senang dan sedih yang berkecamuk dipikiran Irene. Bagaimana cara membesarkan anaknya nanti. Sedangkan papa nya sudah tidak ingin bertemu dengannya lagi. Selama ini hanya mama nya yang selalu ada dan Jennie sahabatnya.

Jennie juga lelah, selalu mencari cara untuk menemukan pemilik scarf tersebut. Tapi bagaimana? Sekian banyak orang, apakah ada orang yang mau bertanggungjawab meskipun benar-benar dialah orangnya? Rasanya sulit diterima nalar.

Jennie menemani Irene yang sebentar lagi mau melahirkan. Tiffany tidak diizinkan sama sekali oleh Teo untuk menemani Irene. Kejam bukan? Tapi Tiffany bersyukur setidaknya ada Jennie yang bisa diandalkan.

Samar-samar Jennie mendengar suara keributan di lorong tidak jauh dari ruangan bersalin Irene..

"Sudahlah Wen, lebih baik batalkan saja pertunangan ini. Aku capek sama semuanya, aku muak sama sikap kamu.." Ucap Rosi

"Bukan seperti itu Rosi, hanya saja aku..."

"Aku apa? tidak pantas untukku? Jadi kebersamaan kita selama ini tidak berarti dalam hidupmu ya Wen!!"

"Bukan seperti itu, hanya saja aku membuat kesalahan fatal Rosi.." Wendy menundukkan kepalanya

"Semenjak kejadian itu, rasa bersalah menghantui aku. Aku tidak tahu apakah dia baik-baik saja?" lanjutnya menjelaskan perasaannya

"Maksud kamu? Dia? Siapa dia? Kamu selingkuh?"

"Aku......"

"Dokter...dokter..."

Rosi menghapus air matanya cepat.

"Pasien sudah ingin melahirkan dok.."

Rosi langsung bergegas meninggalkan Wendy, karena ia harus profesional dengan pekerjaannya.

.
.
.
.
.

Dua bulan setelah kejadian di mobil bergoyang

"Gi, kamu bisa gak nolong aku?" ucap Wendy kepada sahabatnya

"Kenapa bro, ada masalah apa?"

Wendy menjelaskannya kejadian yang dilaluinya bersama Irene.

"Wen, sudahlah anggap saja itu hanya kesalahan.." jawab Gian enteng

"Enggak Gi, ada perasaan aneh dalam diriku. Kalau seandainya dia hamil bagaimana?"

"Hahaha, Wen wen..Kamu itu jangan bodoh. Logikanya aja ya, dia mau sama kamu yang cuma orang asing, yahh you know kan? Jadi lupakan saja!! Bahkan namanya saja kamu gak tau.

Wendy makin frustasi sama jawaban Gian. Walaupun ada sedikit benarnya. Aishh semua menjadi rumit. Apa yang harus dilakukan Wendy dan kemana lagi Wendy harus mencari Irene..






tbc~

   

Secuil Tentang Rasa (PART 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang