“Mi, mana Wendy!!” Terlihat wajah marah dari Yuri yang baru pulang kerja
“Ada di kamarnya. Kenapa Pi?” Sica mengelus lembut lengan suaminya itu
“Anak itu semakin menjadi. Dia harus diberi pelajaran. Besok aku akan menyuruh Pak Burhan membawanya ke rumah Ibu. Dia harus bisa hidup mandiri..”
“Tapi Pi, kita bisa membicarakan ini baik-baik..”
“Ini keputusan mutlak Mi. Wendy harus berubah..”
Wendy sudah bersiap-siap ingin pergi.
“Mi, Wendy pergi dulu ya..” Wendy melewati Yuri begitu saja. “Sungguh anak tidak tau sopan santun.” Begitulah pikir Yuri
“Stop Wendy! Gak ada acara keluar malam lagi, dan kembalikan semua kartu kredit kamu. Kunci mobil juga..” Yuri mengulurkan tangannya
“Papi kenapa sih! Wendy udah dewasa Pi, bukan anak kecil lagi. Lagian harta papi juga gak akan abis kalau Wendy pakai..”
PLAKKK
“Ini yang kamu bilang dewasa, iya!?”
“Mabuk-mabukan dengan temanmu yang bergajulan, ikut balap liar. Itu yang kamu sebut dewasa!! Kalau kamu mau harta warisan Papi, kamu harus ikut peraturan! Papi punya persyaratan..”
“Maksud Papi?”
“Besok kamu harus pergi ke rumah Oma. Kamu harus bekerja disana selama 3 bulan. Jika kamu berhasil, kamu bisa bekerja di kantor Papi.”
“Mami, Wendy gak mau ke desa. Disana panas, semuanya terbatas Mi, ayolah tolong Wendy..”
“Mami gak bisa bantu sayang. Apa yang dibilang Papi kamu ada benarnya. Kamu udah dewasa Wen, kamu harus berubah. Siapa yang akan melanjutkan perusahaan nanti kalau bukan kamu..”
“Kalian jahat!!” Wendy pergi ke kamarnya
.
.
.
.
“Mi, bujuklah Papi. Wendy gak mau pergi.” ucapnya memeluk Sica berharap berhasil
“Sayang, Mami gak bisa bantu kamu. Kamu pasti bisa Wen, buktikan sama Papi kamu..” Sica mengelus pipi anak tunggalnya, memberikan semangat.
“Masuklah Wen ke dalam mobil. Pak Burhan tolong ya antarkan Tuan muda ini dengan selamat. Jika dia kabur tolong telpon saya..”
“Siap Tuan..”
“Tch, menyebalkan..” Gumam Wendy
.
.
.
.
“Ya ampun cucu tampan Oma. Akhirnya kamu mau juga kemari..” Oma memeluk Wendy dan mencubit kedua pipinya
“Aduh, sakit Oma. Sebenarnya Wendy malas, ini semua gara-gara Papi..”
“Plakk..“ Oma memukul lengan Wendy.
“Kamu pasti akan senang tinggal disini Wen, percayalah sama Oma..”
“Baiklah Oma. Wendy mau mandi. Oh iya Pak, tolong letakkan di kamar aja barang-barang saya..”
“Siap Tuan muda!”
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secuil Tentang Rasa (PART 1)
Short Storyberdua lebih baik, awas loh ada syaiton~ next ke lapak "DUA HATI SATU RASA" ygy