Jazz Bar (End)

115 21 5
                                    

Di perjalanan hanya ada keheningan. Tidak ada suara musik apalagi suara dari kedua makhluk yang tidak saling mengenal itu.

10 menit berlalu. Akhirnya Irene membuka suara.

"Terima kasih sudah menolongku." Kata Irene yang pandangannya fokus ke depan.

"Dimana rumahmu?" Kata Wendy tanpa menjawab ucapan Irene.

"Apa boleh malam ini aku menginap dirumahmu?" Tanya balik Irene

"Yahh,,,kau ini sudah kuberi hati malah meminta jantung." Kesal Wendy dan memberhentikan mobilnya.

"Nona, sekali lagi aku tegaskan, aku bukan pria yang seperti kau pikirkan."

"Dan aku juga bukan wanita yang seperti kau pikirkan." Balas Irene tanpa melihat Wendy. Perlahan tapi pasti air matanya mulai jatuh membasahi pipinya

"A-aku... Aku...dijual oleh Ayahku untuk membayar segala hutang piutangnya kepada Ayah Joy. Aku memang bekerja melayani orang yang datang ke Bar tadi. Tapi bukan dengan mereka meniduri tubuhku. Aku hanya menemani para pria hidung belang itu untuk minum. Itu memang perjanjian yang diberikan oleh orang yang membeliku. Aku juga bingung apakah itu keberuntungan untukku?" Ucap Irene dengan nada yang lirih

"Tapi aku tau, perjanjian itu hanya alibi saja. Karena aku akan yang akan dinikahi oleh Ayah Joy. Lebih tepatnya ia juga mengambil kesempatan ini." Lanjutnya

Wendy hanya menatap Irene dengan perasaan bersalah. Betapa berat hidup yang ia jalani. Karena keegoisan Ayahnya, Irene harus menjadi korban. Ayah macam apa yang menjual anaknya demi membayar hutang. Sungguh tragis. Tapi inilah fakta malam ini yang membuat hati Wendy teriris.

"Aku akan mengeluarkan kau dari sana. Besok kita akan menemui pria tua itu." Ucapnya sambil menghapus air mata Irene

"Baiklah, malam ini kau akan menginap di apartemen ku."

.

.

.

Setelah sampai di apartemen, Wendy menyuruh Irene untuk membersihkan diri. Kemudian ia mulai memasak ramyun.

"Wah, harum sekali." Ucap Irene yang baru saja keluar dari kamar dengan memakai kemeja putih punya Wendy, ya cukup besar jika dipakai oleh Irene

"Ini makanlah!!" Wendy menyodorkan semangkuk ramyun pada Irene. Sedangkan Irene menatap lama wajah tampan Wendy.

"Aku tau aku tampan. Lebih baik kau segera makan sebelum dingin."

.
.
.

"Ahh, kenyang. Ternyata kau pandai memasak ya. Suami idaman sekali." Kata Irene

"Ya aku tau itu." Jawab Wendy dengan bangga

"Ishh, dasar."

"Tidurlah dikamar. Aku akan tidur di sofa. 

"Ta-tapi..."

"Sudahlah, lebih baik kau tidur sebelum aku berubah pikiran."

"Baiklah, dasar pria bawel." Gumam Irene kemudian bergegas masuk kedalam kamar

Sudah pukul 02.45 tapi Irene belum juga bisa menutup matanya. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar. Ia melihat Wendy tertidur pulas dengan selimut yang sudah jatuh dilantai. Irene tersenyum dan menghampiri Wendy.

"Kau pria pertama yang mampu mencuri pandanganku, dan sekarang kau berhasil mencuri hatiku." Gumam Irene merapikan selimut ketubuh Wendy. Menatap lama wajah tampannya dan mengelus rambutnya. Hingga mata indahnya berpusat pada bibir Wendy.

Secuil Tentang Rasa (PART 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang