Hell In Heaven

130 17 33
                                    

Pasti kelen-kelen kangen ya notif dari akoh🤣
hayoo ngaku loh ngaku😚





letgoooooooooo










“Malam ini aku pulang telat, gak usah ditunggu. Kamu bisa tidur duluan..” Ucap Wendy dengan istrinya

“Tunggu bentar. Kayaknya nanti mau turun hujan. Ini kamu bawa aja payungnya.” Rosi ngambil payung yang ada di belakang pintu

“Kan aku naik mobil.”

“Ya gak apa-apa, buat jaga-jaga Wen..”

“Oke. Aku pergi dulu ya.”

“Kenapa sih kamu gak bisa buka hati kamu buat aku Wen?” Matanya mulai berair menatap Wendy yang udah mulai jauh

Rosi Aulia istri dari Wendy Aprilio. Mereka sudah menikah kurang lebih satu tahun setengah. Tapi sikap Wendy selalu aja acuh tak acuh. Padahal Rosi selalu memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya ini. Bisa dilihat seperti cinta sebelah pihak. Lantas mengapa Wendy menikahi Rosi jika ia tidak mencintainya bukan?

Flashback

“Aku gak mau nikah sama Rosi Pa!”

“Umur kamu udah cukup, kamu juga udah mapan Wen.”

“Tapi aku gak cinta sama dia. Aku hanya menganggap Rosi sebagai seorang teman, gak lebih Pa!” Wendy mulai menaikkan nada bicaranya

“Papa berutang budi dengan keluarganya. Rosi juga wanita baik-baik. Setidaknya ada yang mengurus kamu nanti setelah menikah.”

“Aku bisa sendiri!”

PLAKKK

“Apa salahnya kamu menurut dengan Papa. Nikahi Rosi atau segala aset kekayaan kamu Papa cabut!” Jelas Wendy gak terima, walaupun benar sebagian adalah harta papanya. Tapi tetap aja kan, selama ini yang mengolah ya Wendy.

“Pa, jangan terlalu keras.” Ucap Sica

Entah apa yang merasuki Wendy, setelah Sica menasehatinya ia mendadak menurut. Wendy setuju menikah dengan Rosi.

Flashback off

.

.

.

.

“Duh kok hujan sih. Gimana dong ini?” Seorang wanita lagi duduk sendiri di indoapril. Dari tadi ia menggosok lengannya

Wendy yang baru masuk ke mobilnya merasa tidak tega melihatnya. Kelihatan ia mulai kedinginan. Wendy memberanikan diri menghampirinya.

“Permisi, bagaimana kalau kamu saya antarkan pulang?”

“Haa?” Irene noleh sama suara yang mengambil atensinya

“Rumah kamu jauh gak?” tanyanya kembali

“Oh itu sih Om, tikungan di depan belok kanan. Terus rumah nomor 17.” Seolah terhipnotis oleh tampang yang mempesona ini, Irene sampe gak sadar ngomong spontan kayak gitu.

“Ehh, kok Om sih. Panggil Mas aja! Masa muka masih muda gini dipanggil Om sih.

“Hehe iya Mas..”

“Ya udah ayok, saya antar!” Irene beranjak dari kursi dan ikut masuk kedalam mobilnya.

.
.
.

“Om, stop! Itu rumah saya..”

“Kok Om lagi sih.”

“Hehe maaf. Makasih ya Mas.”

Secuil Tentang Rasa (PART 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang