"Mana janjimu Irene Athena. Omong kosong macam apa ini. Kenapa? Kenapa?
Wendy mendapat kabar dari Joy, bahwa Irene masuk rumah sakit. Kecelakaan yang tidak bisa dihindari mengakibatkan nyawa Gian tak tertolong.
Wendy luruh kelantai. Air matanya menetes tanpa diperintah. Bukan seperti ini yang dia harapkan. Irene, bagaimana dengan Irene? Kebahagiaan yang Wendy ingat dimalam itu masih sangat membekas. Begitu bahagianya dia, senyuman yang merekah, bahkan bisa membuat jantungnya berdebar detik ini juga. Bagaimana bisa? Wendy rasanya hancur melihat orang yang ia sayangi harus mengalami hal ini.
Keberangkatan Wendy dibatalkan. Pikirannya saat ini hanyalah Irene. Bagaimana memberikan kekuatan disaat ia harus terbaring lemah tak berdaya.
.
.
.
.
."Bagaimana ini bisa terjadi Joy, hikss hikss..."
"Semua terjadi begitu cepat Wen.."
"Tolong bangunkan aku dari mimpi ini, tolong hikss hikss.."
"Wen, ini bukan mimpi. Semua nyata." Joy memperlihatkan pemakaman Gian.
"Bagaimana dengan Irene hiks hiks?
"Sebegitu cintanya kah kau dengan Irene?"
"Sangat. Bagaimana bisa kau...."
"Wen, aku bisa melihat ketulusan mu. Hanya saja ketidakpekaan Irene dan gerakmu yang cukup lambat membuat semuanya menjadi abu-abu.."
"Untuk sekarang, berada disisi Irene itulah yang harus kau lakukan!"
.
.
.
.
.Tuhan begitu sayang kepada Irene, ia bisa sadar dari tidurnya. Saat ini tatapannya hanya kosong. Tidak ada Irene Athena yang Wendy kenal.
"Morning Rin. Aku disini.."
"......."
"Apa kamu membutuhkan sesuatu?"
"Gian, Gian dimana?"
Haruskah hari ini terjadi juga Tuhan? Tolong bantu aku, berikan kekuatan untuk Irene. Jujur aku tak kuasa mengatakannya.
"Akan ku panggilkan Joy.."
Prangg
Irene melempar piring kelantai. Ia berusaha mencabut cairan infusnya. Namun....
"Ka-kaki ku....kenapa? Kenapa?" Irene berteriak histeris
Wendy menekan tombol darurat.
Dokter segera memeriksa keadaan Irene. Seperti hujaman anak panah menusuk di hati Wendy dan Irene. Irene harus melakukan amputasi kedua kakinya.."
"TIDAKKKK...CABUT SAJA NYAWAKU TUHAN" Irene berteriak histeris hingga suster menyuntikkan obat bius
Jika aku yang salah dalam mencintai, biarkan aku saja yang merasakan sakit ini Tuhan. Jujur aku tidak sanggup melihat Irene seperti ini.
.
.
.
.
.Dua minggu berlalu, Irene sudah mau diajak berbicara. Joy dan Wendy selalu bergantian menemani Irene.
"Makanlah yang banyak Rin, kamu harus sembuh..."
"Tch, buat apa aku hidup jika Tuhan mengambil semuanya dariku. Kaki ku sudah tidak ada, aku sangat membencinya hikss hikss.." Irene memukuli kedua pahanya, Wendy menghentikannya. Memeluk erat tubuh mungil Irene. Air matanya juga ikut berlomba-lomba turun.
"Aku dan Joya akan selalu bersama mu Rin. Tenanglah aku mohon..."
"Hikss hiksss, omong kosong.."
"Dengarkan aku, aku mencintaimu Irene Athena. Sungguh ku mencintaimu.."
.
.
.
.
.Wendy tidak jadi mengundurkan diri, ia tetap menjadi asisten pribadi Irene.
Lantas bagaimana dengan pekerjaan Irene? Ia tetap melanjutkan pekerjaannya dibalik layar. Dukungan dari Joya dan Wendy sungguh-sungguh membuatnya bangkit.
Setahun berlalu, kondisi Irene sudah mulai membaik. Irene beruntung dipertemukan dengan Wendy, pria yang tulus mencintainya. Bahkan sampai detik ini ia masih menunggu Irene Athena.
Begitu juga dengan Joya, sahabatnya yang selalu ada untuknya. Sepertinya Irene harus bersyukur dibalik semua yang terjadi. Karena Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah.
.
.
.
.
."Wen, kamu gak capek? Aku cuma wanita cacat. Gak ada yang bisa kamu banggain dari aku.."
"Kamu tau gak alasan aku masih disini Rin?
"......."
"I love you. Tiga kata yang harusnya lebih dulu aku ucapkan buat kamu. Tapi bodohnya aku terlambat mengucapkannya.."
"Kamu juga harus sadar Wen. Aku cacat.."
"Aku tidak perduli.."
"Kamu cuma kasihan sama aku Wen. Carilah wanita yang sempurna diluar sana.."
"Irene Athena cukup!! Berapa kali aku harus mengatakan, aku mencintaimu, aku sungguh mencintaimu. Karena hatiku sudah memilih!!!"
"Apa yang harus aku lakukan untukmu?" lanjutnya
"Tinggalkan aku!!"
"Mustahil. Menikahlah denganku, sampai maut memisahkan kita.."
Wendy mengeluarkan cincin setahun lalu yang tidak sempat ia sematkan dijari Irene. Apakah hari ini semesta berpihak padanya?"
Tik
Tik
Tik
Rintikan hujan jatuh menyadarkan Irene dari dilemanya sebuah perasaan. Jika pemeran utama harus bahagia, apakah Irene bersedia menerima Wendy sebagai suaminya?
Hujan selalu memberikan kisah sendiri dihidup Wendy. Apakah hujan di bulan Mei malam ini akan memberikan kisah yang indah? Apakah Wendy harus membencinya atau harus menyukainya. Entahlah.
"Irene Athena, 12 Mei 2024 di dalam mobil yang hanya ada kita berdua, disaksikan tetesan ribuan hujan. Maukah engkau menjadi istri Wendy Mahesa?" Wendy menatap dalam ke mata rusa milik Irene. Tidak ada kebohongan sama sekali, keseriusan yang mendominasi yang bisa Irene lihat dengan jelas.
"........"
"Irene Athena.."
"Aku takut." jawabnya
"Ada aku bersamamu.."
"Kamu pasti bakal bosan denganku."
"Kita buat banyak hal baru.."
"Aku membencimu Wen.."
"Aku sangat mencintaimu Rin.."
Irene memeluk erat Wendy. Perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hanya Irene dan Wendy yang bisa mendeskripsikan kata demi kata.
"Jangan pernah tinggalkan aku! hikss hikss.. Dan tolong pasangkan cincinnya.."
Ku tau engkau takut
Rasa trauma mu masih setia memburu
Maka izinkan lah tanganku bertaut
Menggenggam mu dalam hangatnya pelukku
Mengulas senyuman diantara kita
Seperti dulu saat bersama
Mari kita ulang yang manis
Dan kita lupakan kisah yang tragis
Berikan senyummu
Maka kuberi pelukku
Berikan tawamu
Maka kuberi bahagiaku
Kau dan aku satu
Selamanya akan tetap begitu
Cintaku
Irene Athena-Wendy Mahesa-
-End-
KAMU SEDANG MEMBACA
Secuil Tentang Rasa (PART 1)
Contoberdua lebih baik, awas loh ada syaiton~ next ke lapak "DUA HATI SATU RASA" ygy