Hujan Di Bulan Mei (2)

110 21 12
                                    

Makasih buat yang ngasih vote
Makasih juga buat yang ngintip doang, semoga gak bintitan (becandaa becandaa🤣🤣🤟)
Makasih juga yang udah mampir buat komen² manjahh😘

Jrengg jrengg


Selamat membaca~







POV Irene Athena


Hari ini aku akan mulai bekerja sebagai direktur baru disalah satu cabang perusahaan papa. Sebenarnya aku tidak ingin, namun demi membuatnya bahagia akan aku lakukan.

Kubuka lemari, kupilih jas yang cocok untuk kupakai di hari pertama kerja nanti. Warna navy menjadi pilihanku.

Aku berjalan dan menyapa para karyawan yang ada disana. Hingga satu pria yang mencuri perhatian ku, Wendy Mahesa. Itu yang tertulis di id card nya. Ternyata dialah yang akan menjadi asisten pribadi ku. Ganteng, itulah kesan pertama yang aku ingat.

Kesehatan papa setiap hari ini semakin menurun, dan hari ini adalah puncaknya. Aku harus kehilangan beliau untuk selama-lamanya. Di pemakaman aku menangis terisak di pelukan Joy, sahabat ku.

Tidak ada Irene Athena yang tegas dan berwibawa. Aku hanyalah manusia biasa yang butuh sandaran dan kekuatan.

Hidup terus berjalan, suka tidak suka setiap harinya harus dilewati. Demi menghibur suasana hatiku, Joya mengajak aku liburan. Pantai menjadi salah satu pilihan yang terbaik. Joya ternyata tidak sendiri, ia mengenalkan aku dengan seorang pria bermata monolid, putih dan tinggi. Namanya Gian Pradito.

Sepertinya aku harus berterima kasih pada Joy, karenanya aku bisa dekat dengan Gian. Kami selalu bertukar pesan, kadang menghabiskan waktu berdua walau sekedar jalan-jalan keliling kota. Rasa nyaman menyelimuti hati, bahkan jantungku berdebar setiap kali bersamanya. Apakah aku jatuh cinta dengan Gian?

Hari ini Joya mengajakku bertemu di salah satu cafe favorit kami. Wendy seharusnya ikut bersamaku, hanya saja ada urusan yang harus ia kerjakan.

"Rin, gimana hubungan kamu sama Gian?" ucap Joya

"Yahh kami semakin dekat.." jawab Irene dengan senyuman

"Terus bagaimana dengan Wendy?" tanya Joy tiba-tiba

"Wendy? Kenapa dengannya?" Irene kembali bertanya

"Sepertinya dia menaruh rasa padamu Rin.."

"Pffttt, tidak mungkin Joy. Perasaan Wendy untukku hanyalah sebagai sahabat.."

"Apa kamu yakin? Jika perasaannya untukmu sebagai seorang pria pada wanitanya bagaimana?" Joya menatap Irene

"Hahaha....kamu ngomong apa sih Joy.  Wendy tidak mungkin menyukai aku, lagian aku juga tidak ada perasaan lebih dengannya. Aku menganggapnya sebagai SAHABAT!!!" Rena menekankan kata sahabat pada Joya.

"Hemm.. entahlah, tapi yang aku tangkap dia punya perasaan lebih untuk kamu.." Joy memasukkan es cream kedalam mulutnya

Perkataan Joy tentang Wendy menghantui di kepalaku. Apa benar Wendy menyukai ku? Seperti putaran video, aku mengingat ada momen dimana aku sama Wendy sedang melakukan perjalanan bisnis.

"Rin, bagaimana jika ada yang menyukaimu?" tanya Wendy

"Aku akan berterima kasih.." Irene senyum

"Jika orang itu adalah aku?"

"Pfftttt hahaha...kamu jangan bercanda.."

"Hehe baiklah, lupakan saja. Mari kita makan!!!" ucap Wendy saat makanan tiba dimeja mereka.

Aku tahu Wendy adalah pria baik, dia sangat profesional saat bekerja dan bisa menjadi seorang sahabat yang aku butuhkan. Aku ingat saat Wendy marah karena aku tidak bisa dihubungi sama sekali. Wendy rela datang malam-malam ditengah hujan.

Aku menggelengkan kepala, menepis semua prasangka tersebut. Jujur aku sempat merasakan hal yang nyaman dengan Wendy, tapi sekali lagi aku sadar Wendy baik dan perhatian hanya karena dia seorang sahabat. Dan sekarang hatiku sudah terisi oleh Gian Pradito.

Malam nanti aku akan bertemu dengan Wendy. Karena mungkin dalam waktu yang lama kami tidak akan bertatap muka. Tepat hari ini dia sudah tidak menjadi asisten pribadi ku lagi. Dia sudah mengundurkan diri dari perusahaan ini. Tapi dia tetap menjadi sosok yang aku banggakan sebagai sahabat. Aku harap apapun pilihannya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang ia mau.

Aku memilih dress warna merah, yang sedikit menampakkan bahuku. Dengan tambahan kalung yang membuat kesan elegan.

Ting

Satu pesan masuk dari Gian. Gian mengajakku untuk bertemu disalah satu tempat yang sudah ia reservasi jam 7 malam. Apakah ini pertanda baik? Segera ku balas pesannya dan menyetujuinya.

Tidak lama, aku dijemput oleh Gian. Sesampainya di tempat tersebut, aku dibuat terkejut. Makan malam romantis, meja yang sudah disediakan dengan menu favoritku. Sungguh aku bahagia sekali malam ini.

Tanpa menunggu lama, Gian menyampaikan segala perasaannya kepada ku. Ia keluarkan kotak cincin, ia pegang jemariku.

"Irene Athena, maukah engkau menjadi bagian dari hidupku sekarang dan dimasa yang akan datang?"

Aku rasanya ingin berteriak. Akhirnya hari yang aku tunggu datang juga.

"Iya, a-aku mau.." jawab Irene dengan nada sedikit gemetar

Gian sematkan cincin tersebut kejari manis ku.

Menit berlalu, aku teringat janjiku dengan Wendy. Aku meminta tolong Gian untuk mengantarkan ku ke cafe yang sudah aku janjikan dengan Wendy. Gian tidak marah,  karena aku menjelaskan besok Wendy akan pergi. Setidaknya sebagai seorang sahabat aku juga ingin mengucapkan salam perpisahan dan kabar bahagia ini.

Aku duduk disalah satu kursi disana, aku lihat cincin di jemariku dengan senyuman. Jujur malam ini perasaan ku sangat bahagia. Wendy kamu harus tahu.

Hujan semakin deras, tapi Wendy belum juga datang atau mungkin.....

"Rin, ma-maaf membuatmu menunggu.." ucapnya terbata dengan nafas yang tersengal

Aku bangkit langsung memeluk Wendy sangat erat. Aku tak perduli dengan bajunya yang lembab. Aku berbisik kepadanya.

"Aku dilamar Gian. Aku sangat bahagia Wen, aku bahagia. Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu tiba juga. Aku sangat mencintainya Wen..."

Wendy melepaskan pelukanku perlahan. menatap mataku dalam dan menghapus sedikit air mata yang mengalir dari sudut mata ku.

"Semoga pilihanmu tepat Rin, semoga kebahagiaan selalu bersamamu. Aku turut bahagia untukmu.."

"Aku harap kamu juga menemukan seseorang yang tepat Wen yang mencintaimu dengan tulus.." balas ku dengan senyuman

"Rin, ini sudah larut. Lebih baik kamu pulang dan beristirahat ya. Besok kamu harus pergi ke luar kota, aku gak mau kamu sampai sakit.." ucapnya dengan membelai rambutku

"Kamu harus bahagia ya, jangan ada air mata.." ucapnya kepadaku, aku mengangguk dan memeluk erat tubuhnya kembali

Bisa kudengar suara detak jantungnya yang berpacu. Mungkin karena perpisahan ini, tidak mungkin kan karena hal yang lain? Ku tepis semua prasangka yang sempat terlintas di kepalaku.

"Besok aku juga harus pergi Rin. Terima kasih ya untuk semuanya. Aku harap kita bisa bertemu kembali..." lanjutnya

"Aku juga berharap demikian Wen.."


Rasaku sudah bertuan
Selebihnya kuserahkan pada takdir Tuhan

Secuil Tentang Rasa (PART 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang