Waktu berjalan dengan cepat, tidak terasa sudah satu bulan berlalu. Tepat pada hari ini adalah hari gajian para pegawai Z.E Croup.
Tentu saja mereka sangat bersemangat dan tidak sabar untuk menerima amplop berwarna cokelat kecil. Begitu juga Aruna, ini adalah hari dia menerima gaji pertamanya di perusahaan ini.
Ini hari kamis, rekan-rekan Aruna sudah mengantongi gajinya masing-masing tapi sedangkan Aruna belum. Itu membuat Selly dan yang lainnya khawatir.
"Gak pa-pa, mungkin gaji aku sedikit telat." Aruna menenangkan mereka dengan perkataannya. Seharusnya dia juga khawatir dan takut karena hanya gajinya saja yang belum di kasih tapi Aruna malah menenangkan kekhawatiran rekan-rekannya.
Aruna juga khawatir tentunya, dia sedikit takut jika gajinya tidak di berikan padanya karena mengingat Aruna adalah karyawan baru di tempat ini. Mungkin saja jasa kerjanya tidak membuat atasannya puas, Aruna akan berkerja lebih keras lagi kedepannya.
Dia bukannya tidak merasa iri, setiap orang juga pasti akan memiliki rasa iri di hati saat melihat kebahagiaan orang-orang. Aruna juga merasakan itu saat ini tapi rasa iri itu hanya bertahan sebentar karena Aruna orangnya terlalu naif.
"Kalo kamu butuh bantuan, kamu masih ada kita semua, kok. Jangan sungkan, ya." Selly menyentuh pundak Aruna lembut. Dia mencemaskan temannya ini.
Yang lainnya mengangguk menyetujui perkataan Selly, bahkan Alan yang selalu bersikap tidak peduli pada apapun juga mengangguk kecil, mencemaskan teman barunya itu.
Tersenyum lembut, Aruna bersyukur karena memiliki rekan kerja seperti mereka ini. Mereka tidak membeda-bedakan apapun, mereka bahkan mau berteman dengannya yang seperti ini sekalipun. Tidak apa-apa jika gajinya tidak di kasih, yang penting Aruna sudah memiliki mereka yang begitu baik padanya.
"Iya, makasih, yaa."
Selly menggeleng, memeluk lengan berisi Aruna. "Kita kan temen, udah seharusnya saling membantu."
"Bener kata Ely, Na." Sahut Jenar di samping Meylin, mereka saat ini tengah duduk di kursinya masing-masing tapi dengan letaknya yang membuat bentuk lingkaran. Kebiasaan mereka jika tengah beristirahat makan siang, tapi bedanya sekarang adalah hari gajian.
Hati Aruna menghangat karena teman-teman kerjanya itu. Aruna beruntung karena miliki mereka yang bahkan baru saling kenal sebulan yang lalu tapi mereka seperti sudah menganggap Aruna orang terdekat mereka.
Entahlah, Aruna juga mungkin beruntung bisa bekerja di perusahaan besar ini yang notabenenya hanya akan menerima orang dengan lulusan sarjana cerdas. Tapi sedangkan Aruna hanya lulusan SMA saja, itupun dia hanya terbilang cukup cerdas karena di sekolahnya Aruna cuman pernah ikut olimpiade matematika tingkat kecamatan satu kali dan mendapatkan peringkat kedua.
Aruna juga sempat merasakan ada kejanggalan mengenai semua ini, tapi dia bukan tipe orang yang suka overthinking terhadap suatu hal dan berakhir stress seperti sebagian besar orang.
Mungkin tuhan memang memberkatinya dengan keberuntungan. Yah..
Pintu terbuka dan mereka secara serempak langsung berdiri, melihat yang membuka pintu itu adalah Gilang yang selalu setia dengan iPad Apple di tangannya membuat mereka langsung membungkuk sopan ke arah Asisten manis Presdir itu.
Gilang memang manis, Aruna juga mengakui itu saat pertama kali melihat dia. Kulitnya yang seputih susu dan Wajahnya yang tampan dengan mata cemerlang, jika dia tersenyum akan memperlihatkan gigi gingsul nya itu yang menambahkan kadar gula nya.
Ya meskipun kadang selalu menyebalkan seperti atasannya.
"Aruna, tolong ikuti saya ke ruangan Presdir. Dia memanggil anda." Setelah mengatakan itu dengan tatapan datar, Gilang berbalik dan pergi lebih dulu.
Perasaan Aruna menjadi buruk, apa dirinya akan di pecat?
Dia memandang teman-teman kerjanya itu sebentar dan kemudian mengangguk pelan, Aruna pergi mengikuti Gilang yang sudah lumayan jauh di depannya.
Gilang membawanya menaiki lantai terakhir menggunakan Lift khusus, entah mengapa Aruna merasa Dejavu.
Dulu juga saat pertama kali bekerja di sini dia di bawa oleh Gilang menuju ruangan Presdir menggunakan lift khusus, tapi hari-hari setelahnya saat Aruna di panggil terus oleh Presdirnya itu dia hanya menggunakan lift umum seperti biasa dan tanpa Gilang di depannya.
Hari Awal dan hari akhir selalu sama. Apa ini artinya dia benar-benar akan di pecat?
Pintu lift terbuka dan Aruna membuntuti Gilang dua langkah di belakang, lorong singkat yang familiar itu Aruna injak lagi setelah sekian lama dia masuk lewat pintu kaca.
Keduanya sampai di depan meja kerja Sang atasan. Gilang membungkuk ke arah Vir yang tengah duduk di kursi kerjanya. "Presdir, nyonya sudah di sini."
"Baik, kamu keluar dulu. Saya ingin bicara empat mata dengan dia." Gilang kemudian pamit undur diri dari hadapan Vir dan meninggalkan Aruna yang sudah pasrah jika memang dirinya akan di pecat.
Suasana di dalam sana sangat tegang dan mencekam. Aruna menunduk seraya meremas sisi blazer biru gelapnya karena cemas.
Tatapan datar Vir menusuk dingin wanita di seberang mejanya, Aruna juga merasakan tatapan beku tersebut dan itu membuatnya sulit untuk hanya sekedar bernafas dengan lancar.
"Aruna Cielo."
Suara berat yang dingin milik Pria di depannya itu berhasil membuat Aruna paranoid. Suara yang biasanya ramah tamah dan hangat itu menghilang entah kemana.
Aruna meneguk ludahnya gugup dan dia menjadi gagap bukan main. "Y-y-ya, P-pak Pres-dir,"
Keringat dingin membasahi pelipisnya, suasana di dalam semakin membuat Aruna meriang. Hatinya terus mengucapkan berbagai macam doa agar di berikan keselamatan hidup.
Ketukan jemari Vir di atas meja hanya memperparah suasana mencekam dan rasa gugup serta paranoid Aruna.
BRAK!
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...