S2|58: AUNTY!!!

9.6K 549 9
                                    

"Aru, Abang harus pulang lagi ke Swedia."

Hari sudah mulai sore, mereka saat ini tengah duduk di sofa ruang keluarga seraya menonton televisi. Tapi bukan mereka yang menonton televisi, televisinya yang menonton mereka.

"Tapi sebentar lagi malem, Bang. Kenapa gak besok pagi aja?" Aruna memandangi Reylan yang sudah berdiri seraya menepuk-nepuk pakaiannya.

"Tidak apa-apa, lagipula kami ke sini nya pakai Jet pribadi. Tidak akan mengantri." Kata Reylan memberitahu, Aruna ber-oh ria mendengarnya.

Ravinka yang tengah lesehan di atas lantai berlapis karpet berbulu dan menyenderkan kepalanya ke atas lutut Ravindra itu berkata malas. "Alah, bilang aja Om kangen sama Aunty."

"Bener tuh." Sahut Ravindra seraya mengikat rambut kelam Ravinka menggunakan karet jepang warna warni. Di mana dia mendapatkan karet karet itu? Entahlah. Tadi kresek, sekarang karet. Sepertinya Ravindra memiliki kantung Doraemon cadangan.

Rambut kepala Ravinka sudah berubah menjadi pohon warna warni karena ulah tangan Sang adik bontot. Ravinka si korban hanya membiarkan saja, suka-suka si cadel aja lah.

"Sembarang." Ujar Reylan mengelak, padahal mah memang benar dirinya merindukan istri tercintanya itu.

Aruna menggeleng kecil, dia bangkit dari duduknya dan menghampiri Reylan. Memeluknya singkat. "Hati-hati di jalan, aku besok nanti bakal ke sana buat ngurusin perpindahan."

Ya, Aruna sudah memutuskan untuk pindah lagi ke Indonesia. Tentu saja karena Vir merengek hingga anak-anaknya ingin menampol Sang Ayah. Aruna juga akan membawa serta anak-anaknya, mana mungkin dirinya membiarkan mereka tinggal di Swedia sendirian.

Juga Rafaizan dan saudara-saudaranya baru kuliah semester tiga tahap awal, masih lama lagi untuk mereka lulus. Belum masuk ujian juga, jadi jika pindah sekarang itu tidak akan menyulitkan mereka dan tempat kuliah lama serta baru mereka.

Di tambah lagi bocah-bocah kembar itu jenius dalam segi hitung menghitung dan pintar dalam menghafal bahasa asing. Semua bahasa asing mereka tahu, bahkan bahasa semut pun sudah mereka kuasai. Jadi akan mudah bagi mereka masuk ke tempat kuliahan baru.

Meskipun agak lain tapi Aruna sudah berhasil mendidik anak-anaknya.

Vir sudah masam saja saat Aruna berkata akan membawa serta bocah-bocah itu, pasti mereka akan terus mengganggunya mesra-mesraan dengan Aruna. Lihat saja wajah para bocah itu yang sudah penuh dengan rencana licik yang busuk.

"Ada apa?" Aruna mengernyit heran saat melihat Reylan berbalik lagi ke arahnya dan Vir.

Reylan sedikit menengadah menatap Vir dengan datar. "Singkirkan anjing-anjing mu itu, mengganggu."

"Pftt- HAHAHAHAHHAHAHA!!!"

Ketiga anak kembar itu kecuali Rezvan tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Reylan, Si bungsu dan Si sulung sampai memukul-mukul pegangan sofa dan Ravinka mengeluarkan air mata karena tertawa ngakak.

Rezvan hanya tetap tidak berekspresi tapi kedua bahunya sedikit bergetar.

Humor Aruna tidak terlalu rendah tapi jika menyangkut 'Ketakutan kedua Reylan' dirinya tidak bisa untuk tidak tertawa seperti anak-anaknya hingga Vir menahan tubuhnya yang akan terjengkang ke belakang karena tertawa.

Ekspresi wajah Reylan makin menjadi garis lurus saja karena mereka, Vir dengan tersenyum mengejek geli menelpon satpam yang berjaga di gerbang untuk memasukkan anjing-anjing itu ke kandangnya.

Reylan kemudian pergi setelah menyentil dahi keempat keponakan kurang ajarnya itu. Dia sempat membisikkan sesuatu pada Vir yang tidak di sadari oleh keponakan dan adiknya.

Pria paruh baya itu menghilang di balik gerbang rumah yang menjulang, terus berjalan hingga matanya mendapati satu mobil dan dua motor. Reylan tersentak saat mengingat apa yang sudah dia lupakan.

Doni.

Dia berlari namun seperti berjalan karena faktor usia, menggedor kaca pintu mobil dengan panik.

"Don! Doni! Jangan mati dulu, hutangmu belum lunas!"

"Sialan kamu, Bang!" Rutuk Doni yang terbangun dari tidurnya dan mendengar seruan Reylan.

Mobil itu kemudian melaju pergi menuju restoran tersebut terlebih dahulu karena Doni belum makan. Reylan menelpon Rafaizan dan memberitahukan untuk memasukkan dua motor itu ke garasi rumah Vir saja. Sudah pasti motor sport tersebut tidak akan pernah kembali lagi kepada pemiliknya, Reylan. Karena bocah-bocah tengil itu benar-benar bajingan kecil.

Jika sudah sampai ke tangan mereka, maka jangan berharap bisa kembali ke tanganmu lagi.

It's okay, Reylan tajir melintir terpintir-pintir kiw kiw.

• • • •

Keempat laki-laki berwajah serupa itu menatap Aruna dengan penuh perhatian dan mendengarkan perkataan Sang ibu dengan baik.

"Kalian udah denger semuanya kan tadi pas Bunda sama Ayah ngobrol di kamar? Dari awal sampai akhir?" Aruna menatap anak-anaknya menginginkan tanggapan, Mereka mengangguk dan Aruna tersenyum lega. "Jadi, kedepannya kalian harus sopan sama Ayah kalian ini, Okay?"

Mata para bocah itu mendelik sekilas pada Vir dan kemudian menatap Aruna lagi dengan tatapan anak baik. Mereka mengangguk lagi. Mungkin karena kembar, keempat bocah itu melakukannya secara bersamaan. Alami sekali.

Aruna menggeleng kecil melihatnya.

"Besok Bunda sama Ayah bakal berangkat ke Swedia buat ngurusin segalanya, kalian diem di sini, ya?"

"Iya, Bunda tenang aja, Rafa bakalan jagain mereka di sini." Rafaizan tersenyum simpul dengan matanya yang berbinar penuh rencana.

Kepala keluarga di sana hanya bisa menghela nafas pasrah. Mari berdoa semoga rumahnya tidak hancur saat mereka pergi ke Swedia karena ulah bocah-bocah tengil itu.

"AUNTY!!!"

Teriakkan nyaring dari arah pintu masuk mengagetkan mereka yang tengah duduk di ruang keluarga, Vir sudah siap siaga melingkarkan tangannya ke tubuh Aruna.

Ancaman lainnya sudah datang.

'Para Bocah tengik itu!"

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang