S2|57: Kehangatan keluarga.

14.8K 729 18
                                    

Hari sudah mulai siang, mereka sudah melupakan sarapan pagi karena acara reunian keluarga tadi. Mereka saat ini tengah duduk di meja makan, Aruna sedang menyiapkan makan siang bersama dengan Vir. Tuh aki-aki satu tidak ingin jauh-jauh dari Aruna, katanya takut Aruna pergi lagi.

Reylan dan para keponakannya itu duduk di kursi meja makan dengan tenang-- tidak, hanya Reylan dan Rezvan saja yang tenang anggun elegan sekali, sedangkan yang lainnya.. Hahh

Terlalu tenang, terlalu anggun dan terlalu elegan hingga kacau. Seperti monyet ragunan. Tidak bisa diam, jika tidak cekcok ya adu sendok dan garpu.

Untung saja tuh alat makan di impor dari luar angkasa, jadi tidak mudah letoy ataupun patah.

Aruna mah sudah biasa dengan tingkah mereka bertiga, dia hanya menggeleng pelan dan lanjut menuangkan tumis kangkung ke dalam piring. Vir di samping merasa sedikit terganggu karena keributan itu.

Jika bukan anaknya, sudah Vir buang mereka ke hutan Amazon. Itung-itung kasih makan anakonda sama His family.

"Sayang, selama ini kamu menghadapi yang seperti ini?" Tanya Vir simpati pada Aruna.

"Rafa, Avin sama Ravi mah emang gitu. Udah kebal aku." Jawab Aruna seraya menuangkan hidangan terakhir ke dalam mangkuk sedang. Sambel terasi. Aruna lalu menatap Vir dan tersenyum, "Kamu juga kedepannya harus ngebalin diri sama ngedeketin diri sama mereka."

"Tentu saja, Sayang." Vir mengecup pipi Aruna pelan. Vir pasti akan lebih mengenal anak-anaknya lebih jauh lagi, sekarang saja dirinya sudah bisa mengenali dan membedakan wajah anak-anaknya itu meskipun terlihat serupa, apalagi Rezvan yang pendiam. Ingatan seorang Ayah mengenai anak-anaknya memang tidak perlu di ragukan lagi.

Ingatan, ingatan. Hilih! Dulu Nyimpen semvak aja lu suka lupa, Vir. Bahkan sampai berhari-hari itu semvak motif Ultraman baru di temuin di kolong nakas. Itupun sama Aruna di temuinnya.

"Bukannya bantuin Bunda masak, malah godain Bunda!" Teriak Ravindra yang melihat kelakuan Vir cium-cium Bundanya.

Jadi posisi dapur itu menghadap langsung ke arah meja makan, otomatis yang di meja makan bisa melihat jelas sepasang suami-istri itu yang tengah memasak-- mesra-mesraan di dapur.

"Like like saya, lah! Istri saya juga!" Balas Vir dengan sombongnya.

Aruna menghela nafas lelah karena kelakuan Ayah dan anak itu. "Udah, udah. Kamu bantu aku bawain makanannya ke meja makan."

"Biar saya saja yang bawa ini semua, kamu jangan sampai kelelahan."

"Ini banyak, gimana kamu bawanya coba?" Tanya Aruna tidak habis pikir dengan perkataan percaya diri Vir, di sini juga tidak ada meja troli yang untuk mengantarkan makanan, nampan juga tidak ada yang besar. Ada dua piring berisi tumis kangkung dan orek tempe, lalu dua mangkuk sedikit besar berisi sayur tahu dan opor ayam, dan terakhir sambel terasi dalam mangkuk sedang.

Dan Vir bilang ingin melakukannya sendiri? Mana bisa, tangan Vir kan hanya ada dua.

"Bisa," Vir tersenyum lebar lalu menatap ke meja makan. "Rafa! Avin! Rerez! Ravi! Kalian kemari, bantu Ayah membawa ini!"

Tapi anak Vir ada empat, jika di tambahkan jadinya tangan ada sepuluh dengan yang milik Vir.

Keempat laki-laki kembar itu mendengus sebal tapi tetap menuruti panggilan Vir, mereka mulai membawakan satu persatu hidangan makanan ke meja makan dengan ekspresi wajah mencebik.

Lalu Vir membawa apa? Menuntun Aruna ke meja makan lah, apalagi.

Ayah edan emang. Dasar bucin.

Nasinya masih mengepulkan asap karena baru di angkat dari dalam mejikom, percaya tidak percaya, semua bahan-bahan hidangan ini di beli dengan sangat mendadak sekali tadi lewat aplikasi online. Di rumah ini tidak ada bahan makanan apapun selain beberapa sayuran dan beras saja, Vir jarang makan di rumah. Pria itu juga sepertinya jarang makan jika tidak di paksa oleh Gilang dan Daniel.

Sambil menunggu bahan-bahan makanan datang, Aruna menceramahi Sang suami tentu saja. Reylan dan empat anak kembar itu menonton dengan sangat puas.

"Masakan Bunda emang debest!" Seru Rafaizan dengan antusias, memuji masakan Aruna.

"Heem! Always delicious!" Kata Ravinka setelah menelan makanannya.

"Bener! Enak bang- ih, Abang! Jangan di ambil semua tumis kangkungnya!" Ravindra akan mengambil tumis kangkung di dalam piring Rafaizan tapi tidak sampai karena Rafaizan membawa piring itu berlari menjauhi Sang adik bontot.

"Wlee~" Ejek Rafaizan.

Si sulung tertawa puas sambil terus berlari menjauhi Ravindra yang mengejarnya di belakang, menggoda Si cadel-nya memang menyenangkan.

Empat orang yang duduk di kursi meja makan hanya menggeleng dan tersenyum melihat tingkah laku mereka berdua, Rezvan tetap berwajah datar tapi mata itu sedikit cerah dan melembut menatap kelakuan Abang tertua dan Adiknya. Sudah besar pun tingkah mereka masih saja kecil dan menggemaskan.

Memang anak-anak Aruna dan Vir.

Sudah lama sekali sejak Rumah ini di penuhi tawa, hati Vir menghangat. Ada perasaan lega di hatinya.

Aruna-nya sudah kembali, dengan bonus empat bocah tengil. Keluarganya sekarang akan menjadi ramai dengan penuh canda tawa.

Pria paruh baya yang tengah makan dan memperhatikan mereka itu menghela nafas pelan, bibirnya tersenyum samar. Mungkin, Reylan harus sedikit ramah pada adik ipar gilanya ini.

Reylan berharap tidak ada lagi masalah yang akan menghantam keluarga adik tercintanya ini. Sudah cukup untuk Aruna menderita.

Kedua alis tua Reylan mengkerut, dirinya seperti sudah melupakan sesuatu. Tapi sudahlah, mungkin bukan hal yang penting.

Seratus meter di depan gerbang rumah sana, Doni terus menunggu panggilan dari Sang Abang angkat hingga ketiduran. Perutnya juga sudah keroncong, tadi pagi dirinya hanya sarapan selembar roti tawar saja dan sekarang sudah waktunya makan siang. Mending tidur saja, daripada mati.

Poor Doni.

Abang biadab emang.

___________________________________________________________________________________

Untuk beberapa hari kedepan aku kayanya gak bakal up dulu, soalnya lagi ada sedikit kendala di rl.

Maaf yaa, mohon pengertiannya semua (•⁠‿⁠•)

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang