S2|51: Ya, memang.

11.5K 616 28
                                    

Langit hitam sudah berubah menjadi biru, siksaan semalam membuat tubuh tidak lagi mudanya begitu ngilu. Aruna meringis saat menggerakkan tubuhnya untuk bangun dari atas kasur, dia kembali berbaring karena bagian bawahnya sangat perih dan sakit.

Dirinya sudah tua, di tambah lagi Aruna belum pernah melakukan hubungan intim lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Rasa ini persis sama dengan rasa saat malam pertama.

Aruna berharap bagian bawahnya tidak berdarah lagi.

Tubuh polos Aruna yang di tutupi oleh selimut di lukis sebegitu brutalnya oleh gigi Vir semalam, bahkan di bagian kulit rahang Aruna pun terdapat dua noda merah keunguan. Vir benar-benar menghukum Aruna semalaman dan baru berhenti sebelum pagi menjelang.

Bajingan gila cabul.

Kira-kira seperti itulah umpatan di dalam hatinya.

Ini tidak bisa di sebut sebagai pemerkosaan karena keduanya masih lah sepasang suami istri karena surat perceraian selalu Vir bakar. Tapi Aruna merasa ini adalah pemerkosaan keji.

Kenapa? Karena kedua pergelangan kakinya di belenggu menggunakan borgol hitam berantai oleh Vir setelah melakukan hubungan intim. Katanya dia takut Aruna mencoba kabur lagi.

Bjir, BDSM.

[A/N: yakin masih mau cowo yang kaya si Vir?^⁠_⁠^ Kalo aku mah sih enggak, gak bakal nolak maksudnya:D)

Tapi Aruna beruntung karena Vir hanya menggunakan rantai saja, tidak sampai mengeluarkan benda-benda terkutuk lainnya lagi dari dalam peti hitam di kolong ranjang tempat tidur.

"Ssh.. Aw," Aruna bergerak duduk dan bersandar ke kepala tempat tidur, rantainya lumayan panjang, cukup untuk Aruna sedikit bebas bergerak.

Gemerincing besi di bawah selimut sana seolah mengejeknya yang tidak bisa melakukan apapun, menyebalkan memang. Aruna membuang nafas gusar, Aruna melirik sisi kasur yang kosong dan berdecak kesal.

Pria gila itu tidak ada di sini, entah pergi kemana dia. Mungkin sedang membuat rencana-rencana di luar nalar lainnya.

Saat sendiri seperti ini pikiran Aruna kembali ke Anak-anaknya, perasaan khawatir kembali merayapi hatinya. Semoga saja anak-anak itu baik-baik saja dan tidak menyusulnya ke sini. Aruna belum siap untuk mempertemukan mereka dengan ayahnya.

Lebih tepatnya Aruna tidak mau Vir mengetahui bahwa mereka adalah anak-anaknya. Dengan keadaan Vir yang seperti ini, Aruna takut hal buruk akan terjadi jika mereka saling bertemu.

Vir sudah bukan Vir yang dulu, dirinya di bohongi.

Sekarang memikirkan cara untuk kabur pun sepertinya tidak akan mungkin, lihat saja kondisinya saat ini.

Tidak berguna dan menyedihkan.

Tatapannya beralih memandang jendela kamar yang masih tertutup oleh tirai putih, di luar sudah siang, cahaya matahari bahkan menembus tirai itu dan menyinari bagian dalam kamar. Di lihat-lihat kamar ini hampir segalanya serba putih, yang mencolok hanya; Rambut hitam Aruna dan bunga mawar merah yang bertaburan di atas lantai serta di atas seprai.

Tangannya terulur mengambil kelopak mawar merah itu, ingatnya mengembara kembali ke masa lalu.

Saat Vir membawanya piknik ke ladang merahnya bunga mawar, masa itu mereka sudah menjadi sepasang suami istri. Setengah tahun setelah menikah.

Mereka berdua menghabiskan waktu bersama di tempat itu hingga langit biru berubah menjadi langit jingga, dan anginnya secara perlahan menjadi lebih santai menenangkan pikiran.

Cahaya matahari sore menyinari Vir yang tengah memetik sekuntum mawar di depan sana untuk Aruna, sosoknya terlihat seperti seorang malaikat.

Namun nyatanya sekarang, Vir terlihat seperti seorang iblis dengan rupa malaikat.

Bukan Aruna yang dibodohi oleh Vir, tapi Vir yang begitu rapatnya menempelkan topeng itu di kulitnya dan Aruna yang begitu naifnya.

Aruna menghela nafas panjang, dia meletakkan kembali kelopak mawar tersebut dan menarik kembali tangannya namun matanya menangkap sesuatu familiar yang melingkari jari manisnya, itu sebuah cincin putih.

Cincin emas putih yang sedikit seperti ranting pohon melingkar berbelit di jari manisnya, setiap ujung ranting tajam itu tertempel permata biru langit, totalnya ada lima permata biru di cincin tersebut.

Cincin yang sama yang pernah Aruna pakai bertahun-tahun lalu. Ini cincin pernikahannya, yang dulu Aruna lepas saat akan pergi jauh meninggalkan Vir.

Kini cincin itu kembali terpasang dengan erat di jari manisnya.

Matanya memanas saat menatap cincin itu, video Vir dan wanita asing itu kembali masuk ke dalam kepalanya. Aruna melepaskan cincin tersebut dan melemparkannya ke arah pintu.

Dentingan besi yang menghantam lantai berkali-kali serta suara pintu yang terbuka terdengar bersamaan.

Keduanya terdiam membisu, dengan Aruna yang menatap kaget Vir dan Vir yang menatap kosong cincin putih yang tergeletak tepat di depan ibu jari kakinya.

Vir berjongkok, memegang nampan dengan satu tangan dan tangan lainnya menggapai cincin tersebut. Lalu iris coklat gelap itu menatap ke arah Aruna dengan tanpa ekspresi. Vir bangkit dan berjalan mendekati tempat tidur, dia meletakkan nampan berisi makanan serta minuman di atas nakas.

Pria itu duduk di pinggiran tempat tidur, tanpa berkata apapun Vir memasangkan kembali cincin tersebut di jari manis Aruna.

Aruna akan melepaskan lagi cincin itu tapi tangannya di genggaman dan di tarik dengan kencang oleh Vir hingga Aruna sedikit tersentak.

"Lepaskan saja, maka jarimu ini yang akan lepas dari tempatnya." Kata Vir dengan lembut namun sadis, Aruna meringis karena cengkeramannya. Ekspresi kesakitan itu membuat hatinya senang.

"Tidak waras!" Kedua alis Aruna berke

"Ya, memang."

Bibir Vir tersenyum manis, cengkeramannya bertambah erat hingga Aruna menjerit sampai memukul-mukul lengannya. Suasana hati Vir semakin baik karena jeritan dan pukulan itu.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang