39: ...

14.2K 571 43
                                    

"SAYANGG, SAYA PULANG!!"

Teriakkan seorang pria dewasa memantul di dalam rumah dua lantai bergaya eropa modern itu, suaranya yang lembut namun berat terdengar merdu.

Merdu yang benar-benar merdu, bukan merdu yang merusak dunia.

Sepertinya Vir tengah dalam suasana hati yang sangat amat baik hari ini, tangan kirinya memegang dua buah kertas tiket honeymoon. Vir melemparkan tas kerjanya ke atas sofa ruang tamu dan berjalan cepat ke lantai atas menuju kamar mereka berada. Aruna nya pasti tengah mandi dan tidak mendengar panggilannya.

Langkah kakinya meninggalkan jejak kesenangan, hatinya merasa bersemangat untuk menunjukkan tiket honeymoon ini pada Sang istri. Aruna pasti akan sangat senang jika di berikan ini. Anak-anak pasti sangat menggemaskan. Seperti yang di katakan oleh karyawan-karyawannya.

Setelah hampir setiap hari tiga bocah kembar itu bermain ke rumahnya, hati Vir sedikit demi sedikit lebih hangat saat melihat ketiga keponakannya itu. Di tambah lagi ekspresi wajah Aruna yang begitu tabah jika tengah mengajak mereka bermain. Itu benar-benar menghangatkan di kedalaman dadanya.

Tangannya membuka kenop pintu dan memanggil Sang istri lagi dengan gembira. "Sayang, saya pulang! Kamu lagi mandi?"

Tidak ada jawaban, Vir berjalan ke arah pintu kamar mandi dan mengetuknya pelan. "Sayang? Kamu lagi mandi?"

Tapi tidak ada suara shower ataupun suara kecipratan air apapun di dalamnya, tenang dan senyap sekali.

"Kamu lagi buang air besar, ya?" Tanya Vir dengan senyuman genitnya. "Saya masuk, ya?"

Cklek..

Pintu terbuka, senyuman genit itu pudar di gantikan oleh kedua alisnya yang mengerut.

"Sayang?" Dia menelisik ke sekeliling kamar mandi namun nihil, tidak ada Aruna di sana. Vir menutup pintu kamar mandi dan beralih ke pintu sampingnya, pintu ruang pakaian dan pernak-pernik lainnya. Tapi di dalam sana juga tidak ada Aruna.

Vir keluar dari dalam kamar dan pergi mengetuk pintu kamar ibu mertuanya, tapi sama, tidak ada jawaban apapun dari dalam. Dia membuka kenop pintu dan ternyata tidak terkunci. Rini juga tidak ada di dalam sana.

Dia berlari memeriksa di setiap ruangan, di setiap penjuru rumah. Namun tetap nihil, tidak ada Aruna ataupun Rini di sini. Kemana mereka pergi? Apa mereka tengah jalan-jalan bocah kembar itu? Tapi tidak biasanya mereka pegi jalan-jalan saat malam akan menjelang seperti ini.

Tidak, Vir tetap berpikir positif. Istri dan mertuanya pasti tengah berbelanja. Pasti.

"PELAYAN! PELAYAN!! PELAYAN!!!" Vir berteriak keras memanggil dua pembantu di rumah ini tapi sama, tidak ada yang menyahut. Hanya pantulan suaranya saja yang terdengar.

Seolah tak pernah ada seorang pun yang tinggal di rumah ini. Vir berlari ke halaman belakang rumah, tempat biasa Aruna menyirami tanaman bunga. Istrinya pasti sedang menyirami tanaman, makanya tidak menyahuti panggilannya.

Tidak ada. Tidak ada Aruna di halaman belakang.

Hanya ada tanaman bunga dan pohon buah leci yang belum berbuah yang terterpa angin sore.

Di mana dia? Kemana dia? Kemana mereka? Kemana semua orang pergi?..

Vir merogoh ponselnya yang berada di saku celananya dan memanggil kontak 'Sagara', ini hari minggu, Sagara libur sekolah dan pasti ada di rumah. Aruna pati ada di rumah Zealand.

"Istriku ada di sana." Saat panggilan terhubung, Vir tidak memberikan pertanyaan melainkan penekanan.

[Tidak ada Kakak ipar di sini. Ada apa?]

Kecerahan di dalam matanya pecah saat mendengar jawaban Sagara, tanpa mengatakan apa-apa lagi Vir langsung mematikan panggilan sepihak. Adiknya itu tidak pernah serius, lebih baik dirinya menelpon Zaidan.

"Istriku ada di sana." Penekanan yang sama.

[Adik ipar tidak ada di sini. Ada apa, Zan?]

Dan jawaban yang sama.

Vir mematikan panggilan, dia kemudian menelpon Aruna langsung. Dia yakin jika Aruna akan me-

[Maaf, Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan. Silah--] --tut!

Apa? Kenapa, apa yang terjadi? Kenapa istrinya tidak menjawab panggilannya? Sedang berada di mana istrinya itu?

Vir mengecek lokasi istrinya tapi lokasi itu tidak muncul, apa ponsel Aruna mati? Yah, pasti mati karena habis baterai.

Keringat mengalir di pelipisnya, Vir mengusap kepalanya kasar dan berbalik masuk ke dalam rumah yang sepi.. lagi. Dia naik ke dalam kamar mereka dan baru saat itulah dia menyadari sesuatu kecil yang mengkilap di atas meja rias dan beberapa benda lainnya.

Satu Cincin putih pernikahan, beberapa black card dan gold card serta selembar kertas putih yang terlipat di bawah cincin itu. Vir mengambil kertas putih tersebut dan membukanya.

Vir suamiku- tidak, mantan suamiku, mungkin memang harus ku tuliskan begitu. Makasih buat semuanya, aku seneng banget bisa jadi mantan istri kamu, bisa jadi mantan cinta pertama kamu juga. Aku seneng banget. Tapi hati aku udah terlanjur sakit, maaf. Semua pria itu memang pada dasarnya punya sifat bajingan, tapi kenapa kamu juga harus bajingan, Vir? Aku kecewa sama kamu. Makasih karena udah jadi mantan suami aku, makasih karena udah jadi cinta pertama aku. Aku beneran makasih sebanyak-banyaknya Buat kamu. Kamu baik tapi kamu juga jahat. Aku kecewa banget. Maaf..

Untuk semua yang kamu beri, aku kembalikan di atas meja ini. Terimakasih karena udah ngisi hidup aku selama tiga tahun ini. Aku bahagia tapi aku kecewa. Maaf kalo aku udah buat salah sama kamu, tapi tolong, tolong jangan ganggu hidup aku lagi mulai sekarang. Maaf, aku pergi. Jangan cari aku. Jalanin hidup kamu sendiri di sana, aku jalanin hidup aku sendiri di sini. Jalani hidup kita masing-masing dari sekarang. Lupain semuanya, anggap kita gak pernah saling berbagi kehangatan dan kesengsaraan. Kita selesai sampai disini.

Semoga kamu selalu bahagia di sana.
Maaf, terimakasih.

Good bye.. Vir.

"..."

Dua tiket honeymoon di genggaman tangannya terjatuh begitu saja di atas lantai yang dingin, sedingin hawa sore yang sudah berubah menjadi malam ini.

Apa? Apa ini.. lelucon macam apa ini?

Tidak, istrinya pasti tengah bercanda pada dirinya.

"Sayang, ini tidak lucu. Cepat kalian semua keluar! Keluar! Jangan bersembunyi! KELUAR!! KELUAR KALIAN SEMUA!!!"

Akhir pantulan suaranya sendiri, hening sejenak sebelum teriakan itu menggelegar menyeramkan dan menyesakkan.

"ARGHHHHHHHHHHHHHH!! SIALANNNN!!!"

Aruna nya sudah pergi .. dia pergi, dia pergi, dia pergi.. meninggalkannya sendirian..

Di sini,

Di tempat yang dingin ini.

___________________________________________________________________________________END.


Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang