05: Dia... punya suami?..

33.7K 1.4K 21
                                    

Sudah dua pekan Aruna bekerja di perusahaan elektronik terbesar ini, Z.E Croup.

Dan sudah dua pekan juga Presdirnya itu terus membombardir Aruna dengan segala macam gangguan.

Selain suka ngelantur dan Sugiono, Vir juga ternyata sangat amat menyebalkan hingga sisi iblis Aruna memberontak ingin keluar dan menghabisinya sekaligus.

Bahkan hari Minggu sekalipun atasannya itu terus mengganggu nya dengan me-nyepam pesan dan berbagai macam Pap wajah paripurnanya itu ke ponsel Aruna.

Seperti saat ini.

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Ting!

Pak Pres.

Ar, ayo kita jalan-jalan

Ar~

Ru~

Naaa~ bales dongg🥺

Saya kangen tau sama kamu, Arrr

Kamu tega banget sih.. Iihhh

Jawab telpon saya atau gaji kamu gak saya kasih bulan ini.

Aruna menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Pak Pres, menghela nafas berat, dia menggulir tombol hijau ke atas dan panggilan pun tersambung.

Dia terpaksa harus mengangkat panggilan telepon tersebut karena pria sugiono di seberang sana sudah melemparkan ancaman padanya.

Gpp, demi gaji bulan ini, berjuang!.. hiks

"Halo, Pak Pres, ada apa?" Tanya Aruna dengan ramah dan sangat halus padahal mah batinnya sudah berteriak akan mengirimkan santet ke Presdir nya itu.

[Oh, enggak, saya cuma mau denger suara indah kamu aja.] Vir di seberang telepon menyahuti dengan santai sekali, bahkan sampai bersenandung kecil.

Tanaman merambat yang tumbuh di belakang rumahnya habis di rabut oleh jemari tangan Aruna karena mendengar perkataan Vir yang sangat amat ingin di bunuh, gigi Aruna terkatup dan kedua matanya menyipit kesal.

Menarik nafas dalam-dalam, Aruna tersenyum manis dan suaranya sangat tenang, "Jika begitu, saya tutup telponnya."

[Eh! Tunggu bentar, jangan di tutup dulu. Ada yang mau saya omongan sama kamu, yang ini serius.] Nada Suara Vir terdengar kelabakan di sana saat Aruna berkata akan menutup telepon.

"Tolong cepat ya, Pak, saya harus bantu Mamah saya soalnya." Ujar Aruna seramah mungkin, sabar, sabar.

[Jadi gini... Besok kita nikah yu?] Kata Vir dengan ajakan yang antusias, seperti tengah mengajak anak kecil main mama papa an.

Perkataan itu sukses membuat ekspresi wajah Aruna menggelap, Presdir satu ini benar-benar... Ingin di kuliti olehnya, yah.

Dengan menahan umpatan dan sangat kesal juga matahari sangat panas di atasnya, Aruna berkata ketus pada orang di seberang telpon, bodoamat meskipun itu adalah atasannya sendiri.

"Maaf, Pak, saya sudah punya suami."

Dan panggilan pun di akhiri secara sepihak oleh Aruna.

Dia menyakar-nyakar pohon mangga di halaman belakang rumahnya karena sudah kelewat kesal dan jengkel pada pria itu, Vier Zanu Zealand, Presdir di tempatnya bekerja.

Menghentakkan kakinya kesal, Aruna berbalik dan meninggalkan halaman belakang rumah untuk masuk ke dalam rumahnya dan melanjutkan pekerjaan rumah, membantu sang ibu tercinta.

• • • •

KREK!

Benda pipih berbentuk persegi panjang itu terbagi menjadi dua di dalam genggaman tangan berurat, berjatuhan di atas lantai dengan menyedihkan.

"Sudah punya suami?" Bibirnya tersenyum namun matanya berkilat menyeramkan.

Gilang buru-buru meletakkan gelas berisikan kopi milik atasannya itu di atas meja, dia berjalan menghampiri Vir yang tengah duduk di atas kursi kerjanya dengan kabut gelap mengelilingi Presdirnya itu.

"Presdir, tenang, Presdir, tenang." Katanya seraya mengusap pelan pundak Vir, Gilang menjauhkan ponsel Huawei Mate XS keluaran terbaru yang sudah terbagi dua itu menggunakan kakinya dari Sang Presdir yang tengah marah.

Kesampingkan dulu untuk meratapi ponsel berduit di bawahnya itu, kemarahan Pria di sampingnya lebih penting dan harus segera di tenangkan.

Bisa hancur nih bumi kalau Seorang Baal Veer mengamuk.

Dia di buat kelabakan sendiri karena perbuatan yang dilakukan oleh karyawan baru di bidang keuangan itu, Aruna Cielo. Kenapa wanita gendut-- montok itu harus mengatakan omong kosong segala.. kan jadi dirinya yang repot.

"Dia.. punya suami?.." kata Vir dengan ekspresi wajah yang membuat Gilang kedinginan.

"Ti-tidak, Presdir. Dia hanya ber-bercanda, dia belum punya Su-suami, Pres-dir." Jelas Gilang panik hingga gagap. Dia juga lumayan takut jika Presdirnya ini marah besar karena lelucon si karyawan baru itu.

"Anda juga sudah tahu segalanya tentang dia, Kan, Presdir? Dia hanya hidup berdua dengan ibunya. Anda tidak perlu merasa terancam karena hanya anda, Presdir, yang pantas untuk menjadi suaminya seorang." Gilang mengatakan rayuan-rayuan kecil agar Presdirnya itu tenang dan merasa senang.

Kabut gelap yang semula melingkupi Vir kini sudah sirna karena mendengar perkataan Gilang, bibirnya terangkat menjadi senyuman manis dan sombong.

"Ya, kau benar, hanya saya yang pantas untuk menjadi suaminya. Jika pun ada orang lain yang pantas selain saya, maka orang lain itu akan menerima gelar almarhum segera." Kata Vir dengan senyuman manis yang membendung kekejaman di baliknya.

Gilang meneguk ludahnya kasar, dia menghentikan tepukan tangannya di atas pundak Sang Presdir. "Y-yah, Presdir."

"HUAHAHAHAHAHAHAH!" Vir Tertawa keras, tidak seperti Villains-Villains di sebuah Film tapi lebih ke seperti orang stres.

Ini lebih menakutkan dari pesikopet-psikopet di luar sana, sangat menyeramkan hingga Gilang menjaga jarak satu hektar dari Presdirnya.

Sudah tidak tertolong.

harus segera di larikan ke rumah sakit..

Jiwa.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang