S2|63: Nek, kami berhasil..

7.8K 477 6
                                    

Keesokan paginya Aruna tengah bersiap-siap untuk berangkat ke Swedia, dia sudah rapi dengan atasan baju putih dan bawahan celana kulot cokelat tua. Vir di atas ranjang sana terlihat cemberut, pasalnya Aruna tidak mengijinkannya ikut menemani ke Swedia.

Padahal kan Vir mau banget terus berdua setiap hari setiap menit setiap detik bersama Aruna. Iihhh

"Udah, jangan di tekuk gitu mukanya. Lagian juga aku besok sore pulang lagi, gak bakal lama, kok." Aruna mengusap pipi Vir dengan lembut dan Sang empunya semakin cemberut mendengar perkataan enteng Aruna.

"Besok sore itu lamaaa, Sayanggg," Rengekan keluar dari mulut Vir.

Idihh, si najis, idih idih, najiss.

"Gak lama, sebentar aja. Abis ngurusin surat-surat perpindahan aku sama anak-anak terus ngurusi beberapa hal, aku langsung pulang lagi." Kata Aruna meyakinkan Vir bahwa dirinya tidak akan lama, hari ini berangkat terus besok sorenya langsung kembali lagi ke sini.

"Anak-anak masih asing sama lingkungan di sini, nanti siapa yang jagain mereka kalo kamu ikut? Aku gak percaya siapapun selain kamu, Sayang. Cuma sebentar, kok." Ujar Aruna penuh lemah lembut, seperti tengah merayu anak kecil agar tidak ikut ke pasar.

"Aaahh~" Lengan kekar Vir melingkari pinggang tebal Aruna dengan kuat, enggan untuk melepaskannya. Dia mendongak menatap Aruna dengan mata anjingnya, tapi itu tidak membuat Aruna menyerah.

"Enggak, Sayang. Kamu tau sendiri kan mereka anaknya pada bandel-bandel? Kamu harus jagain mereka di sini selama aku pergi, okay?" Kata Aruna mengebalkan diri dari permohonan menyedihkan yang di pancarkan dalam mata Vir.

Vir menggeram jengkel dalam hatinya, Bocah-bocah tengil itu benar-benar tidak akan membiarkan Vir terus berdua dengan Aruna.

"Please?" Kini jadi terbalik, Aruna yang menatap Vir dengan mata memohon. Iris cokelat redup itu jadi cemerlang hingga membuat Vir kalah.

"Oke, tapi saya yang akan mengantar kamu ke bandara. Bang Reylan menjemputmu dengan jet pribadinya, kan? Jadi tidak perlu terburu-buru, kita sarapan dulu." Kata Vir tidak menerima bantahan.

Aruna menghela nafas pelan. "Iya, Ayo kita sarapan."

Dia menyambar tas selempang yang baru di belikan oleh bawahan Vir semalam, di dalamnya hanya terdapat ponsel dan dompetnya saja. Beruntung anak-anak Aruna masih ingat untuk membawa ponsel dan dompet Sang ibu. Jadi, Aruna sedikit lega karena di dalam dompet ada benda penting seperti; Kartu tanda pengenal, dan benda penting lainnya.

"Sebentar," Vir berjalan ke dalam ruang ganti pakaian dan kembali lagi dengan mantel cokelat miliknya. "Di Swedia sedang musim dingin, pakai mantel saya ini."

Aruna tersenyum dan membiarkan Vir memakaikan mantel pada tubuhnya, dengan mantel Vir ini Aruna bisa merasakan aroma dan kehangatan Vir sepanjang hari. Dirinya tidak perlu khawatir jika merindukan Vir. Ada ponsel dan mantel ini.

"Makasih, Sayang." Aruna berjinjit dan mengecup sekilas bibir Vir, tapi Vir menahannya dan mengubah kecupan itu menjadi ciuman dalam.

Tiga menit kemudian ciuman itu baru terlepas karena Aruna yang hampir kehabisan nafas, suhu sekali si Vir itu jika dalam civok men civok. Bisa membuat Sang pasangan hampir mati kehabisan oksigen.

"Ayo kita sarapan, mereka pasti sedang mencak-mencak karena kita lama." Ujar Vir mendengus jengah saat mengingat anak-anak biadabnya itu.

Aruna tertawa mendengarnya dan mengangguk. Mereka berdua kemudian pergi turun ke bawah untuk sarapan pagi yang sudah Aruna siapkan dari pukul lima pagi dan saat ini sudah pukul enam pagi.

Dingin dikit kagak ngaruh wir.

Dan benar saja tiga dari empat anak kembar itu memang sedang menggerutui Vir karena tidak kunjung turun bersama Aruna.

"Tuh aki-aki, nyari kesempitan dalam kesempatan mulu idupnya perasaan." Ravinka berkata merutuki Vir sembari menonton sesuatu di dalam ponselnya. Nonton apa tuhh, jadi curiga deh.

"Setuju gue, bapak lu mah deket-deket sama bunda gue mulu." Sahut Rafaizan menyetujui ucapan Ravinka seraya terus menghitung bulu-bulu di kulit tangannya karena bosan. Keren banget bisa ngitung bulu-bulu, kamu pulu-pulu daerah mananya ya, kak?

"Bapak lu kali, amit-amit gue punya bapak modelan semvak Spiderman gitu." Balas Ravinka tidak terima dengan perkataan Rafaizan, enak saja Rafaizan bilang Vir adalah bapaknya. Bapaknya itu hanya satu, Syahrukhan dan bukan Virkhan.

"Bapak lu, bapak lu. Bapak kita, udah!" Ketus Ravindra merasa terganggu karena adu bacotan mereka berdua. Mengganggu konsentrasinya dalam mencari jawaban tentang kenapa bahasa Indonesianya kamu itu kamu dan bukannya I love you. Kiw kiw

Rezvan hanya diam dan fokus bermain teka-teki silang di dalam ponselnya, sepenuhnya tidak menganggap keberadaan para saudaranya. Lelaki pendiam itu sedang sibuk dengan dunianya sendiri.

Sudut mata Rezvan menangkap kedatangan Vir dan Aruna, dia menyimpan ponselnya dan berdiri menghadap mereka berdua. "Bunda, Ay.. ah."

Dia masih canggung dalam memanggil Vir dengan sebutan 'Ayah', maklum saja dirinya tidak pernah lagi mengucapkan kata itu selama beberapa tahun terakhir karena takut melukai hati Sang ibu.

Vir tersenyum tipis mendengar panggilan itu keluar dari mulut Sang putra ketiganya yang begitu pendiam, rasa hangat dan bahagia memenuhi hatinya. Aruna menatap teduh Rezvan dan mengusap pelan pucuk kepalanya. "Maaf udah buat kalian nunggu, kalian pasti udah laper."

Rezvan menggeleng untuk memberitahukan jika tidak apa-apa, mereka tidak keberatan. Tiga yang lainnya juga ikut seperti itu karena lirikan maut dari Rezvan.

"Ya sudah, Ayo kita sarapan." Kata Vir, dia mengusak rambut hitam legam anak-anaknya satu persatu sembari menuntun Aruna berjalan menuju kursi meja makan.

Keempat remaja kembar itu mendengus sebal namun tidak mengatakan apa-apa, mereka tidak dapat membohongi diri sendiri dengan rasa hangat yang naik ke dadanya karena perlakuan Vir pada mereka.

Setelah bertahun-tahun lamanya hanya merasakan kehangatan dan kasih sayang Seorang ibu.

Ternyata ... seperti ini rasanya memiliki seorang Ayah.

Sekarang, keluarga mereka sudah lengkap.

'Nek, kami berhasil..'

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang