32: Wedding day [2]

13.9K 675 16
                                    

Di dalam gedung itu sudah sangat banyak tamu-tamu undangan yang hadir, dari berbagai negara, rekan-rekan bisnis hingga karyawan-karyawan perusahaan Zealand. Gedung itu luas dan besar, masih cukup untuk menampung mereka.

Lampu-lampu sudah menyala dan memancarkan cahaya yang terang tapi tidak membuat mata kita silau. Di altar pernikahan sudah terdapat Vir dan keluarganya dan ada beberapa orang asing juga.

Vir terlihat lebih tampan dan gagah dengan balutan jas hitam dengan dasi kupu-kupu melingkar di kerah kemeja putihnya. Kulit wajahnya yang putih sangat mulus tanpa adanya pori-pori yang terlihat. Bibirnya yang sudah merah alami terlihat segar karena di lapisi oleh sedikit pelembab bibir. Para lawan jenis bahkan hingga sesama jenis pun terpesona oleh sosok Vir yang begitu indah seperti lukisan yang tidak nyata.

Melihat Sang mempelai pria, Mereka jadi penasaran dengan calon mempelai wanitanya. Di lihat dari foto prewedding yang tertempel di sekeliling ruangan ini, calon mempelai wanitanya juga sangat cantik dan menggemaskan karena kegembulannya.

Mereka harus sabar hingga acara sambutan-sambutan selesai. Pembawa acara mulai mengatakan sambutan-sambutannya, itu lumayan lama. Jika saja Sagara dan Samudra tidak menahan kakak pertama mereka, sudah di pastikan Vir akan berlari untuk menjemput Aruna oleh dirinya sendiri.

Tidak sabaran sekali Tuan muda pertama Zealand ini.

"Kepada Sang mempelai wanita di persilahkan untuk memasuki altar pernikahan."

Yang Vir tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Dirinya tiba-tiba menjadi gugup tapi bersemangat, perasaan senang membuncah di dalam dadanya.

Tepat pada pukul delapan pagi Pintu putih di depan sana terbuka lebar dan menampilkan sesosok wanita dengan balutan gaun pengantin berwarna putih bersih, wajahnya yang murni yang tertutupi oleh kain putih transparan itu menunduk menatap sebuket bunga mawar biru dan putih di tangannya. Aruna sangat gugup saat ini, ibunya masih di ruang rias karena tidak di perbolehkan untuk pergi bersama. Dirinya merasa sangat amat gugup dan tidak nyaman oleh pasang-pasang mata yang memperhatikannya.

Kedua kakinya bergetar dan telapak tangannya berkeringat dingin. Tidak ada yang mendampinginya menuju altar pernikahannya itu. Hatinya menjadi sakit saat mengingat mendiang Ayahnya.

'Ayah..'

Sekuat tenaga dia menahan air mata.

Vir melihat itu, dia akan berlari menuju Aruna tapi di tahan oleh kedua adiknya.

"Jangan menodai acara keramat yang suci ini, kakak ipar pasti bisa melangkah ke sini. Dia wanita yang kuat." Ujar Sagara pelan yang di angguki oleh Samudra.

Vir marah dan kesal, tapi hanya bisa menahannya. Matanya menatap Aruna dengan kekhawatiran yang begitu jelas.

"Kamu pasti bisa, Sayang.." bisiknya rendah.

Mereka menunggu Aruna yang masih terdiam di pintu sana dengan sabar, mereka yang sudah mengalaminya menatap Aruna dengan pandangan teduh dan penuh pengertian. Apalagi jika kalian sudah tidak memiliki seorang ayah atau saudara laki-laki.

Sebuah telapak tangan besar terulur di hadapannya, Aruna melihatnya dan merasa sangat asing. Itu bukan telapak tangan milik Vir ataupun milik Rini. Telapak tangan siapa itu?

Aruna menoleh kesamping kanannya dan mendapati seorang pria tampan yang asing tapi terasa akrab untuknya. Kedua alis Aruna mengkerut bingung. "Kamu..?"

"Tidak untuk sekarang. Calon suami mu sudah menunggu di sana." Ucap pria asing itu dengan tersenyum tipis pada Aruna. Senyum tipis itu sangat mirip dengan seseorang yang Aruna kenali sangat.

Itu mirip.. Ayahnya.

Aruna menggeleng menyingkirkan pikiran tersebut, dia menyambut uluran tangan di depannya meksipun merasa bingung. Dua pasang kaki itu melangkah di atas lantai yang berkilau biru tanpa karpet merah, Aruna seperti tengah berjalan di atas lapisan es.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang