Aruna mengelusi pergelangan tangannya sendiri yang sedikit memerah karena cekalan Vir yang tidak main-main, dirinya tidak menyadari jika dari tadi selimut yang menutupi tubuhnya sedikit melorot hingga memperlihatkan belahan dadanya ke arah Vir.
Warna kulit dada serta lehernya itu tidak berupa putih lagi, tapi bercak merah keunguan. Sangat cantik. Vir merasa bangga dengan hasil karyanya sendiri. Lain kali dirinya akan lebih giat lagi melukis di atas kulit tubuh Sang istri.
"Liat apa?" Aruna dengan sewot langsung menarik lagi selimutnya ke atas pundaknya. Vir terkekeh geli melihatnya.
Vir menatap lekat Aruna dari atas ke bawah, seringai kecil terbentuk di sudut bibirnya. "Menatap milik sendiri apakah tidak boleh?"
Aruna membuang muka karena rasa malu dan kesal, dirinya tidak tahu harus malu banting tetangga atau kesal banting Vir. Yang kedua sepertinya oke juga.
"Aku mau mandi, lepasin rantainya." Pinta Aruna dengan hanya melirik Vir sekilas.
"Sudah saya mandikan."
Meskipun suami istri, tapi mereka sudah terpisah selama bertahun-tahun, tentu saja Aruna merasa panas di buatnya. Di mandikan? Meskipun dulu pernah tapi ... Aish..
"Aku mau di baju, mana baju aku yang semalem?" Aruna memandang Vir dengan penuh selidik.
Vir mengangkat kedua bahunya dan berujar dengan tanpa beban. "Sudah robek, sudah saya buang juga."
"Kamu-!" Aruna mengangkat jari telunjuknya ke wajah Vir namun hanya bisa membuang nafas tidak bisa melakukan apapun, dia menarik lagi jari telunjuknya dan semakin menarik selimut menutupi lehernya.
Vir mengambil piring berisi nasi dan lauk pauknya, dia mengaduk sebentar dan mendekatkan sesendok makanan ke depan bibir Aruna. "Ayo makan, kamu belum makan apapun dari kemarin lusa. Saya tidak mau jika My Montok jadi kurus."
"Gak usah, aku gak lapar." Kata Aruna merasa jengkel dengan perkataan Vir, dia memalingkan wajahnya ke samping. Montok, montok! Memang iya sih dirinya gendut tapi jangan di perjelas juga. Menyebalkan.
Dengan mencak-mencak di dalam hatinya, perutnya ikut mencak-mencak juga.
Krukk.. krukkk~
"Benar-benar tidak lapar?" Tanya Vir pura-pura tidak mendengar suara keroncongan perut Aruna, sudut bibirnya sedikit terangkat karena merasa lucu.
"G-gak! Gak laper, aku lagi diet." Balas Aruna karena malu dan gengsi. Kenapa perutnya malah berbunyi di saat-saat seperti ini? Masa iya dirinya harus menyingkirkan rasa malu dna gengsi karena tidak tahan lagi dengan ras lapar ini? Tidak, tidak! Dirinya masih punya harga diri yang tinggi.
Krukk.. krukrr~
"Mau di suapi pakai sendok apa pakai mulut?" Tanya Vir, mengancam lebih tepatnya.
Aruna menerima suapan dari Vir dengan cepat dan kembali memalingkan wajahnya ke samping dengan kedua pipi chubby itu yang semakin menggembung seperti balon udara. Meskipun sudah tidak lagi muda, guratan cantik dan imutnya masih saja ada bahkan tidak berkurang sedikitpun.
Vir yang memaksanya, bukan Aruna yang menerima dengan lapang dada.
Hilih, laper ya laper, nyet. jangan sok-sokan jadi tsundere kalo punya lambung lemah mah.
Akhirnya makanan di atas piring itu ludes tanpa sisa, untung saja piring dan sendoknya tidak di makan sama Aruna juga. Kan serem. Vir kemudian menyodorkan satu pil obat warna cokelat ke hadapan Aruna.
"Aku gak sakit?"
"Itu kamu pasti sakit, kata Dokter Wilona minum obat ini supaya tidak terlalu sakit." Kata Vir menjelaskan, Aruna merasa sedikit tersentuh karena kekhawatiran Vir padanya masih sama seperti dulu. Setidaknya, pria ini masih sedikit sama seperti Suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...