20: Rasa cinta.

16.8K 800 2
                                    

Di Minggu pagi menuju siang hari yang cerah ini Aruna yang tengah menyapu teras depan rumahnya itu di kejutkan oleh kedatangan sebuah mobil merah mengkilap mewah di depan pagar rumahnya. Sesosok pria berpakaian santai keluar dari dalam mobil mewah itu dan Aruna mengetahui jika itu adalah Vir, ekhem kekasihnya.

Vir membuka pagar rumahnya dan melangkah memasuki halaman rumah Aruna dengan senyuman hangat yang tertera di wajahnya.

Selama satu bulan lebih Aruna menjalin hubungan dengan Vir, baru kali ini dirinya melihat Vir yang berpakaian santai. Biasanya Vir itu jika tidak berpakaian formal ya kasual. Aruna memperhatikan penampilan Vir yang terlihat segar dan santai; Kaos hitam polos yang di padukan dengan kemeja kotak-kotak garis abu dan lengannya di lipat hingga sampai siku, celana jins hitam yang sedikit longgar membalut kedua kaki jenjangnya dan sepatu putih yang membungkus kedua kakinya.

Dan ada sedikit perubahan pada Vir, yaitu gaya rambutnya. Biasanya dia selalu memamerkan jidat paripurnanya itu, kini dia tutupi jidatnya itu menggunakan rambutnya yang di tata menjadi gaya rambut pria korea kebanyakan. Hal itu membuat Aruna mengernyit heran tapi juga tidak di pungkiri bahwa Aruna merasa terpesona oleh penampilan baru Vir.

Oke, skip.

Kecupan singkat di bibirnya menyadarkan Aruna dari lamunannya mengagumi penampilan baru Vir. Aruna sedikit memanas karena kecupan singkat itu, dia menoleh ke kanan-kiri karena takutnya ada tetangga julid yang melihat perbuatan Vir barusan.

"Kenapa melamun? Terpesona sama saya?" Tanya Vir ke-geeran tapi juga tepat sasaran.

"Kamu kenapa ke sini?" Aruna balik bertanya dan tidak menanggapi candaan Vir. Sedikit-sedikit Aruna mulai terbiasa dengan percakapan Aku-kamu ini.

Vir mengangkat keduanya adalah alisnya. "Mau pacaran sama pacar memangnya tidak boleh?"

"Tapi kabarin aku dulu kalo mau ke sini, kan aku bisa pakai baju yang lebih sopan lagi." Kata Aruna sebal pasalnya dirinya sendiri hanya mengenakan kaos abu polos dan celana kolor sebatas lutut karena gerah. Rambut hitam sebahunya dia gelung ke atas menggunakan jepit rambut.

Maklum, Indonesia emang panasnya tidak main-main.

"Mau kamu pakai karung goni sekalipun kamu tetap cantik, kok." Pria itu tersenyum manis pada Aruna yang tersenyum masam. Vir menggombal.

Gombal sih gombal, tapi jangan nyerempetin Aruna ke gembel juga kali.

Aruna lanjut lagi menyapu teras dan Vir mengekorinya seperti anak ayam mengekori induknya. "Kamu masuk aja ke dalam, kalo mau buat teh atau kopi, tinggal buat aja ke dapur. Aku beresin dulu sapuin terasnya."

Vir menggeleng dan kemudian berhenti mengekorinya. Dia menatap sekelilingnya. "Mamah tidak ada?"

"Mamah lagi anterin lauk pauk ke warung nasi yang ada di perempatan jalan raya sana." Jawab Aruna memberitahu, dia menyapukan debu kotor terakhir ke atas tanah. Berbalik ke arah Vir yang tengah bersandar di dinding. "Kenapa?"

Letak Rumah Rini ini berada di pinggiran jalan biasa, jarak dari sini ke perempatan jalan raya itu lumayan jauh jika berjalan kaki. Tapi Rini menggunakan ojek dan seharusnya sekarang sudah pulang lagi karena sudah lumayan lama juga Rini pergi.

"Tapi kenapa saya tidak melihat Mamah saat melewati perempatan jalan tadi?" Tanya Vir sedikit heran.

"Pasti Mamah langsung beli token listrik." Aruna menghela nafas panjang. "Mamah itu di bilangin sama aku tadi biar aku aja yang belinya nanti, ngeyel banget."

Vir tahu jika Aruna tengah khawatir dengan ibunya, dia berjalan mendekati Aruna dan kemudian menepuk pelan kepalanya, menenangkan. "Kamu Jangan khawatir, saya akan jemput Mamah."

Tanpa menunggu balasan Aruna, Vir langsung mengenakan kembali sepatunya. Dia berbalik ke arah Aruna lagi saat akan pergi menuju mobilnya.

"Ganti celana kamu, saya tidak mau ada orang lain yang melihat milik saya." Kemudian dia pergi menuju mobilnya dan melajukan kendaraannya itu meninggalkan halaman Rumah Rini.

Pergi untuk menjemput Calon Mamah mertua, meninggalkan Aruna yang salting hingga banting tetangga.

• • • •

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, Aruna dan Vir tengah duduk lesehan di atas lantai tanpa karpet. Vir menolak untuk duduk di atas sofa karena gerah. Kemeja kotak-kotaknya juga dia lepas dan simpan di atas sandaran sofa. Karena kasihan,di tambah dirinya juga merasa gerah karena di suruh oleh Vir untuk mengenakan celana panjang, Aruna akhirnya mengeluarkan kipas angin sedang dari dalam kamarnya dan menyalakannya di dekat meja televisi.

Televisi di depan mereka menampilkan film kartun si botak kembar, remote televisinya di pegang oleh Aruna. Vir yang tidak pernah menonton acara kartun anak-anak seperti ini harus ikut nonton juga karena kekasihnya itu menyukai kartun yang botak-botak seperti itu.

"Moi!" Rini memanggil Aruna dari dalam kamarnya.

"Iya, Mah!" Sahut Aruna yang sudah pasti tidak terdengar oleh ibunya itu, Aruna bangkit dan kemudian pamit pada Vir. "Aku samperin Mamah dulu, ya?"

Vir mengangguk kecil, Aruna pergi ke dalam kamar ibunya. Meninggalkan pria dewasa itu yang sudah anteng menonton kartun Upin Ipin.

Tidak berselang lama Aruna kembali lagi ke Vir, dia mencolek lengan pria yang tengah anteng menonton televisi itu pelan. Vir menoleh dan mengangkat sebelah alisnya.

"Aku mau beli minuman dingin, kamu mau rasa apa?" Tanyanya.

bukannya menjawab, Vir malah berkata. "Saya ikut."

"Iya, iya, kamu ikut. Ayo?" Aruna bangkit dan kemudian mengulurkan tangannya pada Vir yang langsung di sambut dengan senang hati oleh Vir.

Keduanya sama-sama pergi menuju penjual jus buah yang sudah menjadi langganan Aruna. Karena di rumahnya tidak ada kulkas, Aruna jika gerah pasti selalu membeli jus buah dan berakhir menjadi langganan Si penjual. Dua menit kemudian Mereka sampai di tempat penjual jus itu. Aruna menyuruh Vir untuk duduk menunggu di kursi yang di sediakan oleh Si penjual jus, Vir menurut saja.

Dia memperhatikan Aruna yang tengah mengatakan pesanannya pada penjual jus buah itu.

Aruna itu benar-benar memukau. Senyumnya sangat manis dan lihatlah, dalam jarak yang sedikit jauh ini Vir bisa melihat bulu mata hitam Aruna sangat panjang dan lentik, berkedip lembut. Pipi chubby nya itu yang membuat Aruna semakin cantik dan imut. Dia memiliki keistimewaannya tersendiri. Dia cantik luar dalam. Aruna sudah sangat, sangat, sangat berhasil membuat Vir jungkir balik untuknya.

Cinta Vir pada Aruna itu sudah sangat dalam, melebihi dalamnya Palung Mariana.

Kekasihnya itu.. ah, sangat menakjubkan hingga sulit untuk di jelaskan.

"Kamu mau rasa apa?"

Vir tersadar dari keterpesonaannya pada Aruna saat wanita montoknya itu bertanya kepadanya.

Dengan senyuman bodoh, Vir menjawab.

"Rasa cinta."

Memang sebuah kesalahan besar jika bertanya pada Seorang Vir Zanu Zealand.

"Jus daging manusia aja, mang." Kata Aruna pada si penjual jus. Kesal.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang