Pintu terbuka, Aruna mendapati Vir yang tengah mengenakan pakaian santai; Celana training cream dan baju cokelat lengan pendek. Vir yang sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk itu pun menoleh ke arah pintu, bibirnya tersenyum hangat.
"Sayang,"
Aruna tersenyum dan mengangguk pelan, wanita montok yang sudah sangat dewasa itu berjalan mendekati Vir. Aruna menatap Vir yang tengah menggosok rambutnya menggunakan handuk.
"Jangan di gosok gitu, nanti kepala kamu sakit. Bentar," Aruna berjalan ke arah meja rias dan mengeluarkan alat pengering rambut serta sisir. Kemudian dia berjalan kembali ke arah Vir dan duduk di pinggiran tempat tidur, "Sini, aku keringin pake ini. Kamu duduk di bawah,"
Pria yang sudah tidak lagi muda itu menurut dan duduk di lantai, memunggungi Aruna. Hembusan udara yang di hasilkan oleh hair dryer memberikan sejuk dan hangat pada kepalanya, Vir menikmati setiap sentuhan jemari tangan Aruna pada rambut kulit kepalanya. Sudah lama sekali dirinya tidak merasakan perasaan ini.
Rasa nyaman yang hangat.
Dulu Aruna sering mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, Vir selalu menyukai setiap sentuhan dan pijatan lembut pada kulit kepalanya oleh jemari Aruna. Ini rasa yang Vir rasakan kembali setelah sembilan belas tahun lalu.
Sepuluh menit berlalu dan Aruna menyudahi mengeringkan rambut Vir karena rambut hitam legam itu sudah kering, jika kelamaan nanti bisa-bisa rambut Vir berubah menjadi warna merah menyala.
Menyala suamikuhh.
"Sayang," Vir bersuara setelah beberapa saat diam menikmati sisiran penuh kasih di rambutnya oleh Aruna.
"Mn?" Gumam Aruna seraya terus menyisir rambut Sang suami.
"Jangan pergi-pergi lagi .."
Gerakan tangan Aruna yang menyisir rambut Vir terhenti sejenak, bibir merah muda itu tersenyum samar dan lanjut menyisir. "Gak pergi-pergi lagi, kok."
"Janji?" Vir menoleh ke belakang seraya mengangkat jari kelingkingnya ke depan wajah Aruna.
Aruna tersenyum lembut. "Janji."
Kedua jari kelingking berbeda ukuran itu saling terjalin, membuat janji yang tidak boleh di ingkari.
Sentuhan terakhir di rambut Vir sudah selesai, Aruna mengecup kepala Vir dan menghirup aroma mint yang segar di rambut Vir.
"Udah, kamu turun duluan aja, anak-anak pasti udah nungguin di meja makan. Aku mau mandi dulu." Kata Aruna dan bangkit berdiri, "Oh iya- ah!"
Pantat kenyal menghantam kedua kaki kuat Vir, tubuh Aruna terduduk di atas kaki Vir karena pria itu menariknya hingga dia hilang keseimbangan.
Sepasang iris coklat gelap menubruk tepat ke dalam Iris cokelat redup, masuk kedalamnya dan ingin tenggelam selamanya di dalamnya lautan cokelat redup itu. Mata itu masih sama, sepasang mata yang sama yang selalu menatapnya lembut, sepasang mata yang sama yang selalu memberinya kehangatan, sepasang mata yang sama yang selalu ingin Vir miliki untuknya sendiri.
Iris cokelat redup yang selalu di rindukan oleh Vir, yang selalu menjadi candu bagi sepasang iris cokelat gelap itu.
"Saya benar-benar bersyukur bisa memilikimu, Sayang." Ujar Vir tulus dan penuh kasih. Matanya menatap lembut Aruna.
Aruna tersenyum dan menghela nafas lega, hatinya benar-benar sangat hangat dan lega sekarang. Entahlah, seolah beban berat yang menimpanya selama ini sudah terangkat dan menyisakan keringanan yang hangat di hatinya.
"Je t'aime, Vir,"
[Terjemah: Aku mencintaimu, Vir,]
"Je t'aime aussi, plus que tout. Ma chérie Aruna."
[Terjemah: Aku juga mencintaimu, lebih dari apapun. Aruna sayangku.]
Kedua bibir itu menyatu dengan lembut, menyalurkan perasaan murni dari dalam diri mereka sendiri pada Sang pasangan. Tanpa adanya hasrat apapun, benar-benar murni menyalurkan ketulusan hati yang hangat.
• • • •
Tiga remaja di meja makan sana terlihat puas sekali tertawa terbahak-bahak, satu yang pendiam hanya berdehem pelan menahan tawanya. Yang satu tertawa dengan elegan, yang tiga tertawa dengan begitu memalukan.
Ravindra menggelepar di atas lantai karena terus tertawa, Ravinka menampar-nampar meja makan yang terbuat dari kaca itu kencang seraya tertawa keras, dan Rafaizan tertawa ngik-ngik hingga sudut matanya mengeluarkan sedikit liquid bening.
Sedangkan Rezvan hanya menunduk dan berdehem-dehem untuk menyamarkan tawanya.
Bagaimana tidak ngakak, coba? Ada mail susanti Upin Ipin berbentuk Vir di sini. Gaya rambut Vir di sisir menjadi seperti bentuk rambut mail, lalu di berikan jepit rambut motif bunga merah seperti yang milik Susanti.
Vir mah santai-santai saja makan tanpa menghiraukan empat monyet di depannya yang tengah menertawakannya. Apapun yang di lakukan Aruna pada rambutnya, Vir mah nerima-nerima saja.
Dasar aki-aki bucin.
"Kalian cepet abisin makanannya, jangan ketawa terus, nanti keselek baru tau rasa." Tegur Sang dalang di balik hair style rambut Vir pada keempat anak remaja kembar tersebut.
Laki-laki kembar itu mencoba menghentikan tawanya perlahan-lahan, Ravindra bangkit berdiri di bantu oleh Rafaizan dan duduk kembali pada kursinya.
"Sudah puas menertawakan ayah?" Tanya Vir pada mereka berempat.
"Puas!" Keempat remaja tersebut mengangguk cepat, mereka sangat puas menertawakan Sang ayah. Hidung Vir berkedut melihatnya.
Bocah bau.
Aruna menggeleng kecil. "Udah, udah. Lanjutin makannya, nanti keburu dingin lagi."
Anak-anaknya mengangguk serempak dan kembali memakan makanannya masing-masing. Vir menatap Aruna di sebelahnya dan tersenyum tipis.
Telapak tangan besar itu menggenggam jemari tangan Aruna di atas meja. Kemesraan mereka berdua di saksikan oleh anak-anaknya.
Mereka berempat memutar bola matanya dan mendengus sebal, tapi tidak dapat di pungkiri jika dada mereka ikut menghangat karena melihat Wanita yang mereka sayangi sudah bersatu kembali dengan cintanya.
Malam ini sangat cerah, bintang dan bulan memperindah langit kelam. Udara sejuk dari malam tidak begitu dingin seperti malam-malam yang sudah mereka lalui tanpa di temani oleh Sang bintang penerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
Fanfic[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...