S2|56: Maaf ...

10.9K 647 10
                                    

"Cadel taik!"

"Bocah setan!"

Rezvan hanya menatap datar Ravindra yang sudah nunduk menghadap tembok karena tahu bahwa dirinya bersalah karena sudah berteriak tadi. Pasti yang di dalam sudah mengetahui keberadaan mereka.

Reylan menghela nafas lelah seraya memijit pelipisnya menghadapi keponakan-keponakannya itu. Harusnya tadi dirinya tidak tergoda untuk bermain kartu Remi bersama bocah-bocah tarzan ini, Ravinka memang dedemit yang selalu berhasil menggodanya.

"Sudah, sudah. Diam." Final Reylan karena sudah lelah mendengar sumpah ceramahan Rafaizan dan Revinka terhadap adik bontotnya sendiri yang sudah akan menangis itu. Lihat saja punggung Ravindra sudah bergetar begitu.

"Masuk, mau sampe kapan kalian menguping di luar sana?" Aruna sedikit meninggikan suaranya agar dapat di dengar oleh mereka. Kelima manusia di balik pintu tersebut menegang sebentar tapi kemudian rileks kembali.

Dua pasang mata itu memperhatikan pintu cokelat yang perlahan terbuka dan menampakkan seorang pria paruh baya yang berwajah angkuh, Aruna bersuara. "Abang,"

Reylan masuk ke dalam dengan penuh percaya diri kemudian empat anak itik ikut masuk juga satu persatu. Aruna menghela nafas panjang melihatnya.

"Kalian.. apa yang kalian lakuin di sini?" Aruna bertanya dengan masih tidak bangkit dari tempat tidur, bagaimana mau bangkit jika rantai saja masih senantiasa melingkari kedua pergelangan kakinya? Aruna lupa untuk meminta Vir melepaskan rantainya saja, di tambah lagi dengan kedatangannya orang baru itu.

"Bundaaa," Ravindra langsung menyerbu ke dalam pelukan Aruna, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Aruna tentu saja balas memeluk mereka, rasa rindu dan cemasnya selama beberapa hari ini akhirnya terobati karena kedatangan anak-anaknya ini.

Ekspresi wajah Vir terlihat sangat gelap sekarang karena kedatangan mereka, dia menatap pendatang baru itu seolah menatap lemak noda membandel. Apa-apaan mereka memeluk Aruna-nya? Tidak boleh!

"Sayang, bocah-bocah tengil ini sebenarnya anak siapa?" Vir menatap Aruna dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, siap menangis kapan saja. Tangannya menggenggam erat tangan Aruna, merasa cemburu dan tidak rela Aruna-nya di peluk orang lain. Kedua alis Vir mengkerut kesal, "Jangan bilang ini anak kamu sama suami baru kamu itu?"

"Bunda, bunda gak di apa-apain kan sama pria bajingan ini?" Tanya Rafaizan menyela Vir, dia menatap Vir dengan penuh permusuhan.

"Iya, Bunda baik-baik aja, kan? Ada yang luka, gak?" Di lanjutkan dengan pertanyaan dari Ravinka.

Dan di sambung dari Ravindra. "Bunda ada yang sakit, gak?"

Lalu kata-kata setajam silet dari Rezvan untuk Vir. "Bedebah pengecut, beraninya sama wanita."

Rezvan berkata begitu ada alasannya;

1. Vir nyulik Aruna, terus di bawa kabur ke sini.
2. Vir nyiksa Aruna, buktinya ada di kulit rahang Aruna yang terdapat dua bercak merah membiru.

Adekk, emang iya sih Bunda mu di siksa sama Vir tapi bukan di siksa yang kaya gitu.. tapi yang kaya gini..

Si sulung naik ke atas tempat tidur dan akan meninju wajah Vir namun segera di hentikan oleh Aruna. "Kalian diem dulu, jangan salah paham. Bunda bakal kasih tau kalian satu persatu."

"Pertama, bunda baik-baik aja di sini. Kedua, Bunda gak ada luka apapun, tubuh bunda sehat-sehat." Kata Aruna lalu menatap Rezvan dan menegurnya pelan. "Rerez, jangan berkata seperti itu lagi. Tidak baik."

Rezvan menunduk mengakui kesalahannya.

Aruna lalu melirik Vir dan kemudian menatap keempat anak kembar itu, "Terakhir, Bunda gak di apa-apain sama Ayah kalian. Kalian cuma salah paham."

Vir manggut-manggut setuju dengan perkataan Aruna tapi kemudian dia sadar akan sesuatu, bertanya dengan bingung kepada Aruna. "Ayah? Siapa? Maksudnya?"

"Kamu lah, siapa lagi?" Jawab Aruna enteng, dia menatap Vir dengan senyuman tipis. "Sebelum aku pergi, aku sebenernya mau ngasih tau kamu kalo aku hamil. Tapi Video itu lebih cepet datengnya daripada kamu."

Vir terdiam membisu.

Jadi para bocah tengil itu adalah anaknya dan Sang istri? Mereka.. Aruna selama ini mengurus anak-anak sendirian.. tanpa dirinya di sisinya. Vir benar-benar sangat marah pada dirinya sendiri, harusnya dia pulang lebih cepat saat itu. Vir kesal, Vir marah, Vir sedih. Dia benar-benar sudah gagal menjadi seorang suami untuk Aruna, dia sudah gagal menjadi seorang Ayah untuk anak-anaknya.

Dirinya tidak pantas menjadi seorang pria, pemimpin keluarga. Dirinya sudah gagal. Vir merasa sedih, dia menyesal.

Aruna-nya berjuang sendirian di luar sana, kesakitan, menderita dan bersedih. Sedangkan dirinya? Vir malah menggila dan terus mencari-cari Aruna dengan penuh nafsu.

Vir sangat bodoh. Lebih bodoh dari orang yang tidak punya otak. Lebih sampah dari sampah. Lebih kejam daripada dunia.

Suami mana yang membiarkan istrinya sendirian di luar sana?.. Vir, Vir, Vir. Dia lebih binatang daripada binatang.

Pria itu terus menyalahkan dirinya sendiri dengan penuh penyesalan.

"Maaf ..." Bisiknya pelan, kedua bahu yang biasanya tegap itu kini terlihat rapuh dan bergetar. Vir menunduk sangat dalam. Bahkan kata maaf pun tidak akan bisa mengobati rasa sakit yang di rasakan oleh istrinya itu selama ini. "Maaf.."

Menghela nafas pelan, Aruna menarik Vir kedalam dekapannya. "Gak pa-pa, kamu gak salah. Aku yang udah salah paham. Jangan nangis, aku baik-baik aja selama ini." Tangannya mengusap-usap kepala Vir dengan lembut.

Vir terisak di dalam pelukan Aruna.

Dari sini Reylan tahu menurun dari siapa sifat cengeng Ravindra, ternyata dari Ayah bajinganya.

Keempat anak berwajah serupa itu menonton dengan penuh kejulidan. Apa itu benar-benar Ayah mereka? Ravindra yang notabenenya sama cengengnya juga ikut menjulidi Sang Ayah.

"Gak usah julid, you juga suka mewek." Rafaizan mengusap wajah julid Adik bungsunya itu hingga Sang empu merengek.

"Abang ih!"

Keenam orang itu menonton drama sepasang suami istri di depan dengan sabar, sebentar lagi juga pasti kelar tuh aki-aki satu meweknya.

Two hours later..

Vir masih saja menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Aruna, Reylan dan para keponakannya menjadi dongkol melihatnya. Bagaimana bisa Aruna sesabar itu menghadapi bayi old tersebut?

"Cengeng banget jadi cowok, lakik dong." Meskipun bibir bocah kembar itu berkata begitu, tidak dapat di tutupi lagi jika mata mereka juga sudah berair.

Aruna menggeleng kecil melihatnya.

"Dasar bocah." Vir meskipun kesal tapi tetap sangat senang dan bahagia, dia menarik keempat bocah tengil itu ke dalam pelukannya.

Bocah-bocah tengil ini.. putranya.

Jadilah keluarga beranggotakan enam orang itu saling berpelukan dengan penuh kerinduan dan haru.

Kehangatan menyelimuti seluruh rumah.

Reylan yang duduk di sofa dekat jendela balkon pun ikut basah mata di buatnya, tapi dia buru-buru menghapus air matanya karena takut di ejek oleh para keponakan setannya itu. Akhirnya keluarga penuh drama itu bersatu juga.

Sehat-sehat keluarga penghibur.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang