24: Bertemu keluarga Vir [1]

15.5K 822 9
                                    

Rasa takjub Aruna rasakan saat melihat bangunan besar di depannya ini yang biasa orang sebut-sebut sebagai mansion.

-Pict on pin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Pict on pin

'ini mah bukan mansion, ... Tapi kerajaan..' Batin Aruna nelangsa, ingin menangis saja rasanya dia jika membandingkan antara rumahnya dan rumah di hadapannya ini.

Di suguhkan dengan pemandangan seperti ini membuat Aruna berpikir, Sekaya apa prianya ini? Pastinya kaya banget.

Entah mungkin Aruna yang pada dasarnya miskin atau lebay, hidungnya peseknya bisa mencium udara sekitar yang beraroma duit. Rasanya seperti ada kertas dollar yang mengelus-elus hidungnya.

Iris cokelat redup itu melirik Vir yang tengah berbicara singkat dan kemudian memberikan kunci mobil pada seorang pria setengah baya yang kemungkinan besar adalah satpam di mansion ini jika di lihat dari pakaiannya. Sepertinya Vir tengah menyuruh pria itu untuk memarkirkan mobilnya.

Aruna melepaskan pegangannya pada pinggiran tembok pembatas air mancur setelah merasakan jika kesemutan di kakinya sudah reda. Perjalanan menuju ke sini memakan waktu sekitar dua jam lamanya, dan di mobil Aruna hanya bisa duduk, tiduran, dan begitu seterusnya hingga sampai di tempat menakjubkan ini. Berakhir dengan kakinya yang kesemutan karena sudah lelah berganti posisi duduk dan tiduran.

Salahkan Vir yang milih untuk memakai mobil Audi R8 kesayangannya itu. Tapi, puji juga Vir yang begitu kuat duduk dan mengendarai mobil selama dua jam lamanya itu tanpa merasakan kesemutan ataupun kelelahan, malahan mah Vir memanjakan Aruna selama dalam perjalanan ke sini dengan cara; mengelus rambut Aruna hingga sang empunya tertidur lelap.

Euh, enak kali kau ndut- plak/di tabok Vir.

Kenapa bisa sampai selama itu? Ya karena mansion milik orangtua Vir ini letaknya berada jauh dari pusat kota dan sedikit tersembunyi di balik pegunungan dan hamparan ladang hijau yang indah dan asri. Sejuk sekali tempat ini meskipun hari yang sudah siang.

"Sayang,"

Aruna yang tengah meresapi keindahan dan kecantikan tempat ini pun di buat sedikit tersentak karena suara Vir yang tepat di telinga kirinya, nafas Vir membuat Aruna geli hingga tangannya terangkat menutupi telinga kirinya itu.

Vir terkekeh kecil melihatnya. "Ayo kita masuk."

Aruna menerima uluran tangan Vir, keduanya kemudian berjalan berdampingan dan masuk ke dalam mansion yang besar nan megah itu. Pakaian keduanya terlihat serasi, yang pria mengenakan blazer serta celana cokelat gelap dan yang wanita mengenakan gaun cokelat muda mendekati warna peach sebatas lutut.

Pintu terbuka dari dalam oleh pelayan, dua pelayan wanita itu membungkuk sopan saat keduanya berjalan masuk ke dalam rumah ini. Sikap hormat mereka membuat Aruna sedikit merasa tidak nyaman karena tidak terbiasa di perlakukan seperti ini, apalagi kedua pelayan wanita itu sudah lumayan tua, harusnya Aruna yang membungkuk sopan pada mereka.

Karena merasa tidak enak, Aruna ikut membungkuk sopan pada kedua pelayan yang membukakan pintu besar itu hingga membuat Vir tersenyum melihatnya.

Memang tidak salah dirinya dalam memilih calon istri.

Keduanya lanjut berjalan lebih dalam, menjauhi dua pelayan wanita itu di belakang. Aruna tidak berhentinya di buat berdecak kagum melihat arsitektur bagian dalam mansion ini. Bagian luarnya saja sudah sangat bagus, apalagi dalamnya. Sangat Bagus sekali.

Bagian dalam rumah besar ini di dominasi oleh warna biru muda dan sedikit sentuhan putih yang membuat Aruna seperti tengah berada di dalam istana es. Jika di luar terasa sejuk, maka di dalam sini terasa hangat tapi tidak membuat kita berkeringat.

Aruna sangat menyukai perasaan seperti ini. Itu membuatnya tenang tapi juga bersemangat di saat bersamaan.

Mereka terus berjalan masuk lebih dalam hingga samar-samar Aruna bisa mendengar suara-suara anak kecil dan perbincangan orang-orang dewasa di ruangan sepuluh langkah di depan sana. Tanpa sadar dirinya meremas jemari besar Vir yang menggenggam tangannya itu karena rasa cemas, takut, dan juga antusias bercampur menjadi satu.

"Kamu terlihat tidak sabar, ya." Goda Vir pada wanita montok di sampingnya itu. Iris cokelat gelap itu menatap kelam lurus ke depan, seolah siap menelan siapapun dan apapun yang berani mendekati Aruna.

"Gak juga, kok.." lirih Aruna malu.

Keduanya kemudian sampai di bibir ruangan yang di batasi dengan pilar-pilar tinggi yang menjulang di pinggirannya. Set sofa dan meja membentuk lingkaran yang putus terletak di tengah-tengah ruangan besar yang luas ini, sepertinya ini adalah ruang tamu. Kiranya ada satu, dua,.. enam orang dewasa yang tengah duduk di sofa ruang tamu tersebut.

Suara anak kecil kembali terdengar di ruang itu yang sukses membuat Aruna kebingungan, darimana asalnya suara anak-anak kecil itu? Tidak mungkin kan jika mereka memelihara tuyul?

Aruna tersentak dari pemikiran di luar satelitnya tersebut karena tiba-tiba ada yang memeluk kakinya, dia menunduk ke bawah dan mendapati tiga tuyul-- maksudnya tiga anak kecil menggemaskan berwajah serupa tengah memeluk kedua kakinya erat sembari tertawa cekikikan.

"Aunty! Welcome!" Seru ketiga anak kembar itu serentak mengatakan penyambutan pada Aruna.

Bibir Aruna tersenyum manis menatap ketiga anak kecil di bawahnya itu, Aruna melepaskan tangannya dari Vir. Dia melepas pelukan mereka pada kakinya lalu berjongkok dan kemudian mengusap lembut pipi ketiga anak kembar itu bergantian.

"Hai, sayang." Sapa Aruna menahan gemas pada ketiganya. Rasa cemas dan takutnya hilang seketika karena kemunculan tiga anak kembar menggemaskan ini yang sempat dia kirai adalah tuyul piaraan keluarga Vir.

"Sayang,"

Aruna menoleh ke samping dan menengadah ke atas menatap Vir yang tengah memperlihatkan raut wajah merajuk karena Aruna memanggil ketiga anak tuyul itu dengan panggilan 'Sayang'.

Panggilan itu kan hanya untuknya, bukan untuk tiga tuyul itu, bukan untuk siapapun. Panggilan 'Sayang' dari Aruna itu hanya khusus untuk dirinya sendiri saja titik!

Vir cemburu.

"Mereka cuma anak kecil, jangan di cemburuin." Kata Aruna sedikit menegur Vir yang cemburu pada anak kecil. Wanita montok itu kembali memandang ketiga anak di depannya. "Nama kalian siapa, sayang?"

Vir menatap tiga anak tuyul itu dengan tatapan mata yang sengit.

"Aku Azka!" Jawab anak yang berada di tengah.

Anak yang di sisi kiri juga menyahut. "Aku Aska!"

"Aku Arka!" Anak di sisi kanan berseru keras antusias dan mencium bibir Aruna sekilas lalu tertawa senang setelahnya.

Vir melotot tidak terima, dia langsung menabok bibir kecil Arka yang sudah berani mencium miliknya. Mata bulat besar Arka berkaca-kaca akan menangis, Aruna memukul lengan Vir karena kesal.

"Kamu, ih! Jangan gitu!" Setelah menegur Vir, Aruna lalu memeluk Arka dan menenangkannya supaya tidak menangis.

Aruna terlalu fokus pada ketiga anak kembar itu hingga tidak menyadari banyak pasangan mata yang menatapnya dengan tatapan rumit.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang