29: Beuhh, Nikmat mana lagi yang kau dustakan.

26.3K 793 21
                                    

"Bibir kamu kenapa kaya bengkak begitu? Kamu lagi alergi?" Pertanyaan Meylin sontak membuat Aruna panik sendiri karena tatapan mereka semua menjadi tertuju padanya. Aruna buru-buru menutupi bibirnya yang lumayan sakit karena ulah Vir tadi pagi.

Karena Vir menahan diri untuk tidak mencoblos Aruna, jadi sebagai gantinya Vir mencumbu habis bibir Aruna hingga bengkak dan sakit. Vir menyelesaikan kebutuhannya di dalam kamar mandi dengan sendirinya.

KWKWKWKWKWK, KASIAN NYOLO.

[A/N; Pasti kalian udah pada berpikiran aneh-aneh yaa??? Hayoo ngakuu :v]

"Iy-ya, aku ada alergi." Jawab Aruna berbohong sedikit banyak, Aruna meringis canggung dan kembali mengetik di atas papan keyboard komputer.

Masker berwarna hitam menghalangi pandangannya, Alan berujar tanpa ekspresi. "Debu, pakai."

"Hah?" Beo Aruna tidak mengerti dengan perkataan Alan yang begitu irit.

"Sialan bilang; pake maskernya biar debu gak nempel di bibir kamu yang lagi alergi." Selly, Sang juru bicara Alan menjelaskan pada Aruna. Selly dan yang lainnya sebenarnya lumayan terkejut dengan Alan yang bertindak begitu.

Tidak, mereka sudah sering di buat terkejut melihat Alan yang sedikit berubah setelah Aruna bekerja bersama mereka di sini. Alan terlihat lebih berbeda. Tapi mereka tidak merasa aneh, mereka malah merasa senang jika si kaku Alan bisa sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih berekspresi.

Tidak, lebih tepatnya Aruna sudah membuat mereka semua merasa berbeda.

Dari Alan yang menjadi tidak terlalu kaku, lalu Selly yang begitu lebih ceria, meylin dan yang lainnya juga merasakan perubahan pada diri mereka sendiri.

Perubahan itu semakin menjadi-jadi ketika Vir yang tidak biasanya selalu datang ke kantor perusahaan Z.E Croup kini selalu setiap hari datang kecuali hari minggu hanya untuk melihat serta mengganggu Aruna. Vir yang di katakan oleh keluarga Zealand adalah sesosok pria yang dingin dan datar, tanpa perasaan dan tak tersentuh itu sangat berbeda 180° setelah bertemu dengan seorang Aruna Cielo.

Seperti nama panjangnya Aruna. Cielo, cahaya kecil yang memancarkan kehangatan dari langit.

"Cewek rese." Alan melirik sinis Selly yang terus meleset kan namanya menjadi 'Sialan'. Dirinya harus banyak-banyak bersabar menghadapi gadis yang kelebihan baterai itu.

Selly hanya mengedihkan kedua bahunya tidak peduli.

"Makasih, Alan." Tersenyum tipis, Aruna lalu mengenakan masker itu untuk menutup sebagian wajahnya ke bawah. Dirinya menjadi merasa tidak enak karena sudah membohongi mereka tapi dirinya juga tidak mungkin mengatakan kebenarannya pada mereka.

Aruna takut nanti mereka terkena serangan jantung mendadak dengan serentak. Mana mungkin juga Aruna berani mengatakan segala kebenarannya pada mereka.

"Mn." Alan mengangguk singkat dan kemudian kembali ke meja kerjanya, melanjutkan pekerjaannya yang dia tunda sebentar.

Mereka tidak lanjut bertanya dna kembali bekerja hingga Aruna lagi-lagi di panggil oleh Vir ke ruangannya. Para rekan kerja Aruna sudah tidak merasa aneh lagi dengan semua itu. Suka-suka Presdir saja lah.

Pura-pura kaget aja kalo nanti ada surat undangan pernikahan dari Vir dan Aruna untuk mereka.

"Sayang!" Pekik Vir senang saat melihat Aruna sudah sampai ke ruangannya, seperti anak kecil yang melihat kucing lucu.

"Pak Pres!" Aruna dengan panik melirik Gilang yang berdiri diam di sampingnya dengan iPad di tangan dan kacamata bening di hidungnya. Vir tidak menghiraukannya dan langsung menarik Aruna ke dalam pelukannya.

"Saya permisi, Presdir dan Nyonya." Ujar Gilang dengan hati yang sudah masam karena melihat pasangan didepannya itu tengah bermesraan.

"Pergilah." Kata Vir kemudian mencumbu bibir Aruna dengan rakus.

Gilang dengan cepat menghilang di balik pintu buram. Aruna sangat malu dan merasa bersalah pada Asisten Presdir itu, dia hanya bisa mengatakan permintaan maafnya pada Gilang di dalam hati karena bibirnya sedang di cium habis oleh Vir.

Aruna juga berharap semoga saja Gilang tidak mengumbar kejadian yang dia lihat ini karena dendam kesumat.

Berani menjadi jomblo maka harus berani menjadi penonton asmara orang lain.

Poor Gilang.

Ciuman itu baru terlepas saat Aruna memukul-mukul punggung Vir karena sudah kehabisan nafas. Vir itu jika sudah mencium bibir Aruna, dia tidak memberikan ampun pada nafas Aruna. Baru saat nafas Aruna sudah berada di ujung tanduk lah Vir melepaskan bibir yang selalu menjadi candunya itu.

"Hahh... Kamu itu jangan kaya gini lagi di depan Pak Gilang, kasian." Ujar Aruna setelah menetralkan nafasnya yang tersengal, menatap wajah tampan di atasnya yang tengah menyeringai puas.

"Gilang. Jangan pakai embel-embel 'Pak' segala." Tekan Vir mengingatkan, hanya dirinya sendiri yang boleh di panggil dengan embel-embel 'Pak' oleh Aruna.

"Iyaa. Apa yang harus aku bantu kali ini?" Tanya Aruna mengalihkan topik pembicaraan, jika terus di lanjutkan bisa panjang itu masalah embel-embel 'Pak'.

"Kamu temani saya di sini hingga waktu pulang, hanya duduk diam saja di sofa itu." Kata Vir yang sukses membuat Aruna mengkerut tidak setuju.

Aruna menggeleng menolak. "Pak Pres, tapi kan kerjaan aku juga masih banyak. Aku gak bisa nurutin kemauan kamu yang ini, maaf banget."

"Sebentar," Sela Vir seraya mengangkat ponselnya memanggil seseorang. "Bereskan pekerjaan calon istri saya, jangan lambat."

Lalu Vir memberikan ponsel bermerek nya pada Aruna. "Kamu tidak usah mengkhawatirkan pekerjaan, itu sudah di handle oleh Gilang."

"Tapi kan Gilang sibu-"

"Gilang itu multitalenta." Final Vir tidak ingin di bantah.

Aruna diam dan kemudian menatap ponsel yang Vir yang berada di tangannya, dia menatap bingung pria yang berstatus kekasihnya itu. "Terus ini handphone kamu kenapa di kasih ke aku?"

"Agar kamu tidak merasa bosan selama duduk di sini menemani saya, pin nya tahun lahir kamu. Remot televisi ada di atas meja jika kamu ingin menonton sinetron. Snack-snack juga ada di bawah meja sudah saya siapkan, minuman nya ada di kulkas mini di dekat lemari sana." Jelas Vir sembari menunjuk ke arah kulkas dua pintu berwarna hitam besar yang entah sejak kapan sudah ada di sana.

Aruna tersenyum masam, Kulkasnya mini banget.

"Kamu diam di sini saja dengan anteng, saya akan mulai bekerja dulu." Vir mencium bibir Aruna sekilas lalu mencium keningnya juga dengan lembut, mengusap halus pucuk kepala Aruna dan kemudian berjalan pergi ke meja kerjanya sendiri yang berada tidak jauh dari sofa tempat Aruna untuk duduk.

Nolak pun tidak ada gunanya, jadi Aruna nurut saja. Aruna duduk di sofa dan meretas ponsel Vir dengan bersemangat.

Sembari menonton film di dalam ponsel Vir, Aruna memakan camilan dan meminum minuman yang sudah dia ambil tadi dari kulkas mini(Segede gaban) Vir.

Paket data Full, minuman serta camilan banyak, AC menyala dan kenyamanan lainnya.

Beuhh, Nikmat mana lagi yang kau dustakan.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang