Ting!
Pintu lift terbuka, Aruna dan Asisten Presdir keluar dari dalam lift. Mereka berdua berjalan dengan Gilang di depan dan Aruna di belakang, Aruna berjalan tanpa bersuara dan pandangan yang terus melihat lantai.
Lorong itu singkat, keduanya telah berada di sebuah ruangan yang luas dan besar dengan; satu set sofa yang melingkar di tengah-tengah ruangan, jendela kaca yang menjulang dan memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi di luar sana. Set meja kerja dan kursi putarnya, serta sebuah laptop dan beberapa benda lain di atas meja tersebut. Lemari kayu jati yang di cat abu gelap menempel di dinding yang berlawanan arah dengan jendela besar, benda-benda abstrak di pajang di sana. Satu pintu hitam di dekat lemari dan satu pintu hitam lainnya di dekat meja kerja. Lalu di ujung sana dekat Gilang dan Aruna muncul ada pintu kaca buram yang lumayan lebar. Serta hiasan-hiasan lainnya yang membuat ruangan besar tersebut terlihat indah dan berkelas.
"Presdir, anda ada di mana!?" Gilang memanggil dengan suara yang sedikit keras. Tidak ada sopan-sopannya sedikitpun.
Meskipun terkejut dengan ketidak sopanan pria did depannya itu, Aruna melirik kursi di balik meja di depan dan bertanya, "Pak Presdir nya tidak ada?"
"Saya jug--"
Perkataan Gilang terhenti saat pintu hitam di dekat set meja kerja itu terbuka dan keluarlah sesosok pria tinggi dengan style Formalnya. Jas abu gelap dan Celana Kasualnya yang berwarna senada, rompi abu dalamnya yang menutupi dasi bergaris-garis serta kemeja hitamnya sebagian. Pria itu sangat sempurna hingga Aruna kembali terpesona untuk yang kedua kalinya.
Pria itu, Presdir Z.E CROUP, Vir Zanu Zealand.
Aroma parfum menyebar ke seluruh ruangan dan menyengat hidung, sampai-sampai Gilang di buat tersedak oleh bau itu. "Uhuk! Uhukk!"
"Oh, ternyata kalian." Ujar Vir dengan santai sambil berjalan menuju mereka berdua, dia berhenti tepat di hadapan Aruna dan menatap wanita montok di depannya ini yang sudah kembali menunduk hingga Vir hanya bisa melihat kening jenongnya saja.
"Pres--" ucapan Gilang kembali terpotong karena dirinya di hempaskan menjauh ke samping oleh Presdirnya. Gilang hanya bisa nyebut di dalam hatinya.
Dengan kedua tangan di saku celananya, Vir menatap Aruna dengan intens. Aruna menunduk dan meremas pinggiran pakaiannya sendiri karena gugup di tatap seperti itu oleh Presdir Tampan itu, sebenarnya Aruna lumayan tercengang saat tadi melihat Gilang di hempaskan ke pinggir oleh Presdir tapi Aruna tidak berani bersuara dan hanya bisa diam membisu.
"Kamu karyawan baru di divisi keuangan, di bawah bimbingan direktur Andy, kan?.. Aruna Cielo," Kata Vir dengan terus memandangi Aruna hingga Aruna merasa panas dingin karena di tatap begitu.
Aruna meneguk ludahnya pelan lalu mengangguk kaku. "Y-ya, an-anda benar."
"Kalo lagi ngomong itu liat lawan bicaranya."
Entah perasaan Aruna saja atau bukan tapi kalimat yang di ucapkan oleh Vir itu seperti sedang mengancam dan memerintah, tentu saja membuat Aruna reflek mengangkat kepala dan menatap Presdirnya.
Saat mengangkat kepalanya yang di lihat Aruna adalah dada bidang berdasi yang di lapisi pakaian branded.
'Lah, kepalanya mana?' Aruna.
Tersadar, Aruna langsung mendongak ke atas hingga lehernya mentok. Ternyata Presdir sangat tinggi menjulang di hadapannya. Perasaan tadi gak setinggi ini deh pas di lobi.
"Bapak pasti suka minum susu Zee, ya.. tinggi banget," Monolog Aruna di luar kesadarannya, dia tersentak kaget mendengar perkataannya sendiri dan kemudian buru-buru menunduk terus meminta maaf dengan ketakutan. "Ma-maaf, Pak Pres! Ma-maafkan saya, saya gak bermaksud! Sumpah, Pak, Saya-!"
"Gak pa-pa, Kok. Kamu benar, Saya memang suka minum Susu Zee." Kata Vir santai dan senyumnya semakin melebar menatap Aruna yang menunduk kembali.
"Tapi bentar lagi saya bakal berhenti minum Susu Zee, Susu kamu kayanya keliatan enak." Lanjut Vir yang berhasil membuat Gilang yang berada di pinggir sedikit jauhan tersedak gedung perusahaan mendengarnya.
Aruna merinding di buatnya hingga dia mundur Lima langkah dari Presdirnya itu, menjaga jarak aman dari Sugiono di depannya.
'Kalo bukan Presdir udah aku tonjok' Dia hanya bisa nyebut di dalam hatinya.
"Saya cuma bercanda, Kok." Bisa Aruna dengar Presdirnya itu terkekeh pelan.
Niatnya sih Aruna mau maju lagi ke depan tapi tidak jadi setelah mendengar perkataan selanjutnya yang keluar dari bibir kotor presdirnya itu.
"Tapi nanti beneran, kok."
Aruna menahan segala macam umpatan di tenggorokannya karena mengingat nasehat Ibunya yang selalu melarang Aruna untuk berkata kasar-- padahal Ibunya yang agak budeg itu selalu ngutuk tetangga mereka yang suka pamer dan julid.
'Mah, Moi boleh ngumpat gak, Si?.. tapi Pak Pres-nya anjing banget, Mah.'
• • • •
Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung Aruna setelah bebas dari dalam ruangan luas nan besar milik Presdir itu, baru hari pertama dan setengah hari bekerja tapi Aruna merasa ingin resign saja dari pekerjaannya ini sekarang juga.
Ternyata Presdir yang berbudi luhur dan selalu tersenyum mengalahkan kehangatan matahari pagi yang Aruna lihat saat di lobi tadi pagi itu hanya omong kosong belaka. Setelah satu jam berada di dalam ruangan Presdir, Aruna tahu dua hal tentang Presdirnya itu.
Pertama, Suka ngelantur jika ngomong. Bukannya membicarakan pekerjaan atau apa, Vir malah membicarakan omong kosong. Seperti;
"Kamu udah punya pacar belum?"
"Jadi istri saya aja yuk, tenang, saya suami yang bertanggung jawab."
"Gimana kalo nanti sore kita nikah?"
"Kamu montok, Saya suka yang montok-montok."
Dan hal absurd lainnya.
Kedua, Sugiono nya kebangetan. Aruna dan Gilang sampai jaga jarak sepuluh meter dari Vir.
"Pasti kenyal banget, jadi gak sabar pengen grepe-grepe kamu, Ar."
"Kawin yuk, Ar? Saya mau punya empat belas anak dari kamu."
"Ar, Saya sudah gak kuat nih. Mau basah."
Dal hal mesum lainnya.
Sugiono maksimal.
Aruna masih merinding hingga sampai di depan pintu lift yang lumayan jauh dari pintu ruangan Presdir, dia masuk ke dalam lift dan menekan tombol turun ke lantai enam dari lantai teratas ini, lantai enam puluh.
Sebenarnya Presdir Sugiono itu tadi ingin menemaninya kembali ke ruang bekerja Aruna menggunakan lift khusus yang di pakai Aruna dan Gilang saat naik ke lantai teratas ini, tapi tentu saja Aruna sangat menolak niat buruk Presdirnya itu dan langsung berlari keluar ruangan melalui pintu kaca buram dan kemudian turun kembali ke lantai bawah menggunakan lift umum.
Meskipun Aruna itu lumayan pendiam dan tidak enakkan, tapi dia tidak bodoh.
Mana mungkin Aruna memberikan seonggok daging segar kesayangannya pada Seekor predator kelaparan.
'Hiiih, amit-amit'
______________________________________________________________________________
WARNING!
Announcement!
Letak Chapter-chapter selanjutnya jadi acak, maaf atas ketidak nyamanannya yaa, aku sudah coba memperbaiki tapi tetap kembali acak lagi.
Sekali lagi, aku minta maaf kepada kalian semua 🙏🏼
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
Fanfic[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...