S2|48: Apa ini?..

11.3K 590 13
                                    

"ini udah satu jam, tapi kenapa Bunda belum juga pulang lagi? Apa yang sebenernya di omongin sama mereka berdua?" Ekspresi wajah Ravinka terlihat cemas, dia dan yang lainnya menatap pintu keluar dengan alis mengernyit tidak sabar.

"Lavi takut Bunda di apa-apain sama orang itu, Bang." Ujar Ravindra dengan menggoyangkan lengan Rezvan yang terlihat diam tapi matanya menampilkan guratan khawatir dan rasa takut.

Rafaizan akhirnya memutuskan, kedua alisnya menukik tajam. "Kita susul, perasaan gue gak enak."

Jika sedang tidak ada Aruna, mereka suka berbicara dengan bahasa mereka. Bahasa gaul. Mereka memang besar di Swedia, tapi mereka tahu jika mereka sebenarnya adalah orang Indonesia. Buktinya? Buktinya Bunda mereka mengajarkannya bahasa Indonesia.

Rezvan yang lebih dulu membuka pintu dan diikuti oleh saudara-saudaranya, mereka berempat tidak melihat Aruna ataupun pria aneh itu di halaman rumah. Pikirkan mereka langsung tertuju ke arah jalanan yang sepi yang jaraknya lumayan jauh dari rumah tempat mereka tinggal.

Keempat laki-laki berwajah serupa itu berlari meninggalkan pekarangan rumah untuk menyusul Bunda mereka ke tempat sepi itu.

Lima menit berlari, mereka sampai di jalanan yang sepi dengan sisi kiri-kanannya di tanami pohon cassia yang bunganya belum mekar. Lampu-lampu jalan memberikan pencahayaan pada jalan yang gelap. Di arah kiri jalan ada tanah hijau yang luas.

Hawa dingin malam di musim dingin menusuk tulang, Ravindra sedikit menggigil di buatnya. Pasalnya hanya dia saja yang mengenakkan selapis pakaian, lupa memakai mantel karena begitu khawatirnya pada Sang ibu.

"Bunda! Bunda! Bunda di mana?!" Serunya mengabaikan rasa dingin menusuk tulang, Ravindra berlari ke sana kemari mencari-cari keberadaan Aruna.

Abang-abangnya juga melakukan hal yang sama.

Satu jam mereka mencari, tapi Aruna tidak juga terlihat di mna pun. Bahkan Ravindra sampai mencari di atas pohon, siapa tahu Bundanya tengah ngobrol bersama pria itu di sana. Lawak sekali bocah cadel itu.

Tubuhnya semakin menggigil karena hawa dingin, Ravindra mengusap-usap kedua lengannya untuk menghilangkan rasa dingin dan kemudian Sebuah jaket menutupi punggungnya.

"Udah cadel, pikun lagi. Pake jaket gue, dingin." Kata Rafaizan khawatir dan perhatian pada adik bontotnya, meskipun masih tidak lupa untuk mengejeknya dahulu.

"Ish!" Ravindra mendengus sebal, tapi tetap tersenyum karena perhatian dari Abang tertuanya itu. "Makasih."

Setiap keluarga, persaudaraan memang selalu bertengkar dan mengejek. Tapi di dalam hati mereka ada rasa sayang yang tulus untuk saudaranya, rasa ingin saling melindungi. Menjaga satu sama lain. Itulah mengapa persaudaraan itu ada.

Mereka lanjut mencari hingga malam semakin larut, dan dingin lebih membeku. Mereka tidak berkeringat, tapi mereka lumayan lelah karena berlarian kesana-kemari mencari keberadaan Sang Ibu. Mereka kemudian kembali ke rumah dan melihat ponsel Aruna yang tergeletak di atas meja.

Rafaizan tidak bisa untuk tidak berdecak kesal, dia lalu menghubungi Reylan, Abangnya Bunda mereka.

[Halo, ada apa malam-malam seperti ini menelpon, Iz?]

"Om, Bunda hilang." Kata Rafaizan tanpa bertele-tele.

[Apa maksud kamu? Jelaskan dengan benar.]

Kemudian Rafaizan menjelaskan semuanya dengan detail, dari munculnya pria, rupa dna penampilan pria itu hingga hilangnya Aruna. Bisa Rafaizan dengar Reylan di seberang sana menggeram marah hingga suara gebrakan meja terdengar.

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang