"Aku pulang dulu ya, Mom, Dad, semuanya. Mamah pasti nungguin aku di rumah." Aruna pelukan serta cipika-cipiki pada Viora dan Wilona, basa basi sebelum pulang.
"Iya, lain kali nginap di sini, yaa." Ujar Viora sembari mengelus pelan pucuk kepala calon menantunya itu. "Hati-hati di jalannya."
Aruna mengangguk dan tersenyum pada Viora, tidak lupa dirinya juga berpamitan pada Sullivan dan yang lainnya. Hari sudah malam, tiga anak kembar itu sudah tertidur pulas setelah di keloni oleh Aruna hingga Vir ngambek lagi.
Dirinya kan juga mau di kelonin sama Aruna.
Sagara dan Samudra sampai jijik dibuatnya. Vir bukan brother mereka.
Vir menggandeng tangan Aruna dan berkata, "Ayo kita pulang." Lalu akan berjalan pergi dan acuh pada keluarganya sendiri.
Tangan yang digandengnya malah menarik tangan Vir hingga dia hampir terjengkang ke belakang karena tarikan Aruna yang tidak main-main, bersemangat sekali calon istrinya itu.
"Pamitan dulu sama keluarga kamu, aku gak suka sama orang yang gak menghargai keluarganya sendiri." Ancam Aruna tapi suaranya terdengar tulus dan tegas. Vir terlihat ingin membantah tapi Aruna dengan cepat menyela. "Aku pulang sendiri aja kalo gitu."
Menghela nafas berat, akhirnya Vir patuh dan berpamitan pada orangtuanya sendiri serta yang lainnya.
"Sudah, ayo pulang."
Aruna berkata, "Aku biasanya nyium pipi Mamah aku sebagai tanda sayang."
Vir kembali menghela nafas berat dan akan mencium pipi Viora dengan amat terpaksa tapi perkataan selanjutnya dari Aruna membuatnya terdiam membeku.
"Perasaan yang tulus tanpa terpaksa sedikitpun."
Menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan pelan, Vir tersenyum hangat dan kemudian mengecup pelan pipi kanan Viora dengan lembut. Ketulusan tersalur membuat hangat dada mereka yang melihatnya.
Viora diam membisu dengan matanya yang berkaca-kaca antara bahagia dan sedih karena bisikan halus dari Vir di telinganya.
"Demi Aruna, bukan karena saya benar-benar tulus melakukan ini."
• • • •
Tepat pukul 23.50 malam Vir dan Aruna sampai di rumah keluarga Aruna, benar kata Aruna jika Mamahnya akan menunggu di rumah. Ada buktinya, Rini lagi duduk di teras rumah sambil menatap langit malam, mungkin wanita setengah baya itu tengah menghitung bintang di atas sana.
Atau mungkin tengah bernostalgia.
Entahlah.
"Ayo masuk, udah malem." Rini bangkit dari duduknya di atas teras, mengajak kedua anak-anaknya untuk masuk ke dalam rumah.
"Ah, tidak perlu, Mah. Saya langsung pulang saja," Tolak Vir tulus, dirinya memang tidak memiliki keinginan untuk menggoda Aruna saat ini. Vir rasa jika Aruna pasti sangat lelah sekarang, dia akan membiarkan calon istrinya itu beristirahat dengan tenang karena esok Aruna pasti akan kembali bekerja.
"Kamu nginep aja di sini. Bahaya, udah malem banget. Di kawasan sini masih rawan geng motor sama bandit." Kata Rini khawatir dengan keselamatan calon menantunya itu, kan gak lucu jika Vir kenapa-kenapa di jalan.
Nanti putrinya jadi janda sebelum menikah lagi.
"Iya, kamu nginep aja di sini. Besok pagi-pagi sekali baru pulang." Meskipun was-was pada Vir yang di suruh menginap oleh ibunya, tidak dapat di pungkiri bahwa dirinya juga khawatir pada Vir karena hari sudah hampir tengah malam begini. Bahaya di jalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
أدب الهواة[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...