Mobil Audi R8 hitam itu terparkir di tempat yang tidak ada tulisannya di larang parkir. Vir membuka pintu mobil dan kembali membantu Aruna turun dari mobil.
Ini taman kota.
Dua pasang kaki itu berjalan di atas jalan setapak batu yang sisi kiri dan kanannya terdapat rumput jepang hijau kecil, satu dua lampu jalan menyinari perjalanan mereka.
Keduanya terus berjalan hingga lima menit berlalu dan Vir memutuskan untuk berhenti di bawah naungan pohon bunga Flamboyan yang tengah bermekaran indah, warna merah itu terlihat lebih gelap, elegan dan misterius di saat bersamaan karena latar belakangnya langit malam.
Berbeda halnya dengan Aruna yang sedikit ngeri melihat pohon bunga itu, merahnya seperti bunga kematian. Tapi dia tetap saja memaksakan diri untuk ikut duduk di atas rumput, di samping Vir. Aruna sempat menawarkan tasnya untuk menjadi alas duduk Vir tapi dia menolak dengan lembut.
Mereka duduk berdampingan di bawah naungan pohon Flamboyan yang tengah mekar indah, dengan rumput hijau menjadi alasnya.
Aruna menengadah menatap langit malam yang di hiasi ribuan bintang tapi tidak ada bulan. Si bulat putih keperakan itu bersembunyi di balik awan kelabu. Angin malam bertiup pelan dan santai, memberikan perasaan nostalgia yang damai.
Vir juga menatap bintang-bintang itu, tapi di dalam mata Aruna. Iris cokelat redup itu menampung bintang di dalamnya hingga Vir tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata Aruna yang sangat cantik.
Dia jatuh semakin dalam pada Aruna. Hingga jungkir balik.
"Aruna,"
Setelah hampir setengah jam hening tanpa ada yang memulai percakapan, akhirnya Vir berkata dengan suara yang lembut dan tatapan mata yang terus menatap wajah Aruna dari samping.
Waktu seperti melambat, gerakan menoleh Aruna juga terlihat selowmo di dalam pandangan Vir.
Dasar mabok cinta.
"Iya, Pak Pres?"
Entahlah, Vir merasa sangat senang jika di panggil begitu oleh Aruna. Perutnya seperti di isi oleh kupu-kupu.
Padahal semua bawahannya juga memanggilnya begitu. Tapi jika yang memanggilmu seperti itu adalah Sang pujaan hati, rasanya sangat istimewa.
Sepasang iris hitam kecoklatan yang sedikit kelam itu menatap lekat iris cokelat redup di depannya yang menampung sinar bintang di dalamnya. Mata itu seolah menghipnotis Vir untuk mengutarakan isi hatinya.
"Saya mencintai kamu,"
Waktu seolah berhenti.
Aruna membeku di tempat saat mendengarnya. Apa Presdir kembali menggangunya? Tapi, kata-kata itu bernada rendah dan tulus, dan juga tidak ada senyuman genit di wajah tampannya .. itu ekspresi wajah yang serius dan keras, tidak tergoyahkan.
Bibir Aruna bergerak terbuka tapi tidak bisa bersuara apapun, bulu matanya bergetar. Di balik dadanya ada sesuatu yang berdegup kencang dan membabi buta. Nafasnya mulai sedikit tidak beraturan karena perasaan aneh ini yang selalu Aruna rasakan jika tengah berdekatan dengan Vir atau tengah tidak sengaja memikirkannya.
"..."
Ekspresi Wajah Vir sedikit goyah sebab tidak juga mendapatkan balasan dari wanita di sampingnya itu. Apa perasaannya akan di tolak? Kelopak matanya mulai turun merendah, tapi raut wajah goyah itu kembali hilang dan di gantikan oleh ketangguhan yang mengandung keinginan besar. Mata kelamnya berkilat misterius.
"Sa-saya, ..."
Kelopak mata yang semula turun itu kembali naik dan iris hitamnya menatap Aruna dengan penuh harap. Vir menelan ludahnya gugup menunggu ucapan selanjutnya dari Aruna.
Aruna meremas pinggiran bajunya dan kemudian berkata cepat, dalam sekali tarikan nafas. "Saya- saya butuh waktu, Pak! Maaf!"
Dia langsung berdiri setelah mengatakan itu, membungkuk 180° ke arah Vir yang masih duduk dan menghadap ke samping ke arahnya. Aruna berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Vir yang membeku di tempatnya duduk.
Sekuntum bunga Flamboyan merah jatuh di depannya, mendarat di atas rumput hijau, tepat di tempat Aruna duduk beberapa detik yang lalu.
Tatapan mata Vir terlihat rumit.
• • • •
Kedua tangan buntet itu menutupi seluruh wajahnya yang tertunduk, rambutnya yang hitam bergelombang menjuntai di kedua sisi wajahnya, menutupi sebagian wajahnya yang di lapisi tangan.
Helaan nafas gusar kembali terdengar dari wanita montok yang duduk di pinggiran kasur itu.
Sudah setengah jam berlalu sejak Aruna kembali ke rumah dengan berjalan kaki dan meninggalkan Vir yang sendirian di taman. Aruna merasa bersalah karena meninggalkan Vir di sana, tapi Aruna juga tidak bisa terus berada di sana bersama dengan Vir karena Aruna bingung harus bagaimana dan takut nanti jantungnya akan meledak.
Ya udah, gak pa-pa sih ninggalin tuh orang di taman kota. Lagian juga pakaian Vir kan branded semua di tambah muka dia glowing, jadi tidak akan di kira gembel dia.
Detak jantungnya sedikit kembali tenang, ini sudah pukul setengah sebelas dan ibunya sudah tidur beberapa menit lalu. Aruna akhirnya bangkit dari duduknya di atas kasur dan mulai mengganti dress nya dengan kaos oblong dan celana panjang longgar.
Tanpa ba-bi-bu lagi Aruna langsung bersembunyi di balik selimut tipis, dia tidur tidak lama kemudian.
Omong kosong, Aruna baru bisa tidur saat pukul satu dini hari karena pikirannya terus saja memikirkan kejadian beberapa jam lalu saat Vir menyatakan perasaannya. Rasa bersalah, bingung dan dilema terus menyelimuti Aruna.
Aruna yang biasanya tidak pernah memikirkan sesuatu hal hingga berlebihan itu kini merasakan apa itu Overthinking.
Nah, makan tuh ovt.
Bahkan hingga terbawa mimpi dan tidurnya menjadi tidak nyenyak.
Mimpi itu sangat panjang dan acak, tapi segalanya tentang Vir. Mimpi memancing ikan tapi wajah ikannya itu wajah Vir, mimpi si maling dan malingnya itu adalah Vir, mimpi di kejar doggy dan anjingnya itu adalah Vir, mimpi di sengat lebah dan lebahnya itu adalah Vir. pokonya semua mimpi itu segalanya hanya tentang Vier Zanu Zealand.
Mimpinya terlalu absurd.
Itu panjang tapi singkat.
Aruna bangun pukul empat pagi, langit masih gelap seperti kedua bawah matanya yang seperti mata panda.
"Apalagi ini.."
Kata Aruna lelah maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]
Fanfiction[SUDAH TERBIT E-BOOK, TERSEDIA DI GOOGLE PLAY STORE DAN PLAYBOOK] Namanya Aruna Cielo, yang kerap di panggil 'Gemoi' oleh ibunya karena tubuhnya yang montok dan juga kenyal jika di cubit. Aruna niatnya sih mau kerja dengan tekun di tempatnya bekerj...