S2|60: ES vs S3.

10.3K 590 18
                                    

Sekitar empat tahun yang lalu Zaidan dan Wilona tiada. Jet pribadi dengan polesan biru gelap di bagian depannya itu terjun ke laut lepas dan meledak saat mereka berdua melakukan perjalanan ke negara Prancis, berniat untuk mengunjungi makam Tuan dan Nyonya tua Zealand, Kedua orang tua Sullivan. Kecelakaan itu terjadi karena kelalaian bawahan mereka dalam memeriksa pesawat tersebut dengan tidak becus.

Sepasang suami istri itu pastinya tidak selamat dan hancur jika di lihat dari ledakannya yang begitu besar dan mengerikan. Saat itu semua keluarga Zealand datang ke tempat kematian Zaidan dan Wilona, ke lautan tempat pesawat itu terjun dan meledak untuk menaburkan bunga-bunga-- kecuali Vir. Pria itu tidak melirik barang sedikitpun, yang ada di otaknya hanyalah mencari dan terus mencari keberadaan Sang istri.

Masa di mana Vir sedang berkubang dalam lumpur kegilaan dan keputusasaannya.

Ketiga anak kembar itu baru selesai menjalani kelulusan S2 mereka dan mendapatkan gelar magister, kesenangan itu keesokan harinya sudah berubah menjadi duka mendalam. Sudah kehilangan Aunty tersayangnya, lalu di tambah kehilangan kedua orangtuanya untuk selamanya. Itu benar-benar waktu keterpurukan mereka bertiga.

Mereka tidak terlalu lama tenggelam dalam jurang kesedihan, ketiganya kemudian bangkit dan mengambil alih perusahaan-perusahaan yang di tinggalkan oleh Zaidan. Azka dan Askar memilih untuk menangani usaha Sang ayah. Sedangkan Aska memilih untuk melanjutkan gelar dokter Sang ibu karena dirinya semasa sekolah hingga kuliah selalu mengambil jurusan kedokteran, Aska sangat tertarik dengan mengobati.

Yah, Aska tidak merasa keberatan dengan gelar dokter SpOG itu. Meskipun kadang selalu merasa malu, tapi dia harus menghargainya. Bagaimanapun juga itu adalah peninggalan Sang ibu.

Hingga saat ini mereka berjuang sampai puncak kesuksesan karena bimbingan kedua Paman mereka, Sagara dan Samudra.

"Jangan sedih, mereka pasti bangga banget sama kalian bertiga. Sekarang kan ada Aunty, Aunty janji gak bakal pergi-pergi lagi," Aruna duduk di antara mereka bertiga, dia tersenyum dan mengusap kepala mereka satu persatu dengan lembut. Menyalurkan kekuatan. Aruna paham apa yang mereka rasakan setelah mendengar cerita itu dari Azka.

Kehilangan kedua orang tua itu sangat berat, menyakitkan dan menyedihkan. Aruna juga merasakan itu, tentu saja dirinya merasa sedih untuk mereka bertiga.

Keempat remaja laki-laki kembar di sofa seberang sana terlihat tengah tenggelam dalam pemikirannya masing-masing setelah mendengar Azka menceritakan tentang kematian Zaidan dan Wilona. Mereka jadi overthingking mengenai orang tuanya sendiri, apa Aruna dan Vir juga akan pergi meninggalkan mereka?.. tidak, jangan. Mereka tidak bisa jika ketakutannya menjadi kenyataan.

Meskipun Vir menyebalkan tapi mereka juga memiliki rasa sayang pada Sang ayah, apalagi Sang ibu. Tapi kematian pasti akan datang, cepat atau lambat. Tidak ada yang tahu waktunya.

"Bocah, Jangan berpikir berlebihan. Berhenti bersikap gelisah seperti itu." Vir menyipratkan air pada wajah anak-anaknya itu hingga membuat mereka berempat tersentak.

"Ih, Ayah!"

"Baji- Apa-apaan sih!"

"Basah, tau!"

Rezvan mendelik tajam pada Vir dan Vir hanya menampilkan wajah tanpa dosanya. Aruna tersenyum kecil melihat pemandangan itu.

"Ngomong-ngomong, gimana keadaan Paman Sagara dan Paman Samudra?" Aruna mengalihkan pembicaraan, pertanyaan itu di tujukan untuk keponakannya dan Sang suami.

"Tidak tahu." Jawab Vir jujur, dirinya memang tidak mengetahui kondisi kedua adiknya sendiri karena selama ini dirinya hanya terus mementingkan keadaan dan keberadaan Aruna.

Sebegitu tergila-gila nya dia pada Aruna.

Aruna menghela nafas, memang tidak ada harapan apapun jika bertanya pada Vir. Jadi Aruna melirik para keponakannya.

"Paman Sagara sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri, lalu Paman Samudra dia sedang mengajar sebagai dosen di universitas Blue Gem." Jelas Aska dengan santai, sifat dan sikap mereka bertiga tidak kaku karena turunan dari mendiang Sang Ayah. Zaidan memiliki sifat dan sikap yang hangat, humoris juga sedikit humor. Mungkin karena mereka tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Zealand.

"Ohh," Aruna menggaut-gaut paham, "Terus apa mereka berdua udah punya pasangan?"

"Mereka itu perjaka tua, Aunty. Askar tidak pernah sekalipun melihat mereka menggandeng tangan seorang wanita." Jawab Askar dengan julid. "Yah, semoga saja mereka tidak menjadi besi bengkok."

Aruna tertawa mendengar penuturan blak-blakan Askar, dia menggeleng pelan. "Jangan gitu, gak baik. Mungkin aja Paman kalian itu memiliki alasannya sendiri."

"Tau tuh, parah banget Paman sendiri di katain belok." Sindir Rafaizan.

"Huuu, palah banget sih." Sahut Ravindra.

"Bocah mending Shut up." Delik Askar.

"Bocah, bocah! Kita udah gede ya, gini-gini juga udah kuliah kita." Balas Ravinka tidak terima karena terus saja di katai bocah oleh para pria dewasa itu termasuk Sang Ayah. Kesel dia tuh, enak saja di katain bocah. Bocah mana yang punya sudah punya dinosaurus coba.

"Heh, mana tunjukan gelar S3 kalian pada kami?" Ujar Askar menantang dengan ejekan pada keempat adik sepupunya itu.

Ravindra mencak-mencak di buatnya. "Mentang-mentang udah S3, ejek olang sembalangan! Songong amat jadi sepuh."

"Apaan S3? Kita-kita nih udah S- es apa, Rav?" Rafaizan menyenggol lengan Ravindra menyuruhnya untuk melanjutkan percakapan.

"Es cincau, es dogel, es klim, es kelapa, es selut, es campul, es dawet, es buah- pokonya es apa aja deh Lavi udah nyobain semuanya! Enak-enak semua!" Ujar Ravindra menggebu-gebu lalu dia menoleh ke Rafaizan dan menggoyangkan lengannya. "Lavi jadi pengen Es, deh. Beli yu?"

Mereka yang ada di sana di buat menggeleng karena tingkah Ravindra. Ada-ada saja si cadel satu ini.

"Untung gemes, kalo gak udah yang mulia ini buang deh you." Gemas Rafaizan pada Sang adik bontot, dia mengunyek-unyek pipi putih Ravindra hingga memerah.

Jika di perhatikan, Keempat adik sepupunya itu terlihat menggemaskan. Lihat saja, Yang satu tengah meng-ututu tayangg~ kan Si cadel, terus si cadel tengah cemberut kesal dan pasrah karena perlakuan Rafaizan padanya. Lalu Ravinka terlihat melipat kedua tangannya kesal tapi menggemaskan karena kepangan-kepangan warna warni di kepalanya. Dan yang pendiam itu, Rezvan dia--

--Tidur dengan bersandar pada sandaran sofa dan kedua tangan terlipat di dada, tudung jaketnya menutupi sebagian wajahnya dan hanya memperlihatkan mulut setengah terbuka itu.

Terlalu banyak yang gemas-gemas di sini, ah!

____________________________________________________________________________________

Maaf ya cuma up satu chap doang, badan yang mulia ini sepertinya sedikit kurang fit. Gak tau kenapa, tiba-tiba banget gini gak enak badannya.

Mungkin untuk beberapa hari ke depan Author gak bakalan up dulu..

Maaf yaa, kawan-kawan semua^^

Si Montok Milik Presdir - END [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang