43: MAKHLUK TERCERDAS

109 27 0
                                    

Kondisi mereka gak beraturan. Banyak luka yang tergores di kulit mereka akibat serangan dari Makara dan sekumpulan monster yang gak berhenti-berhenti. Untungnya mereka udah mulai kebal sama rasa sakit itu.

Saat ini mereka lagi istirahat di salah satu ruangan cukup aman di dalam gedung IKA. Sebagian dari mereka mulai makan siang, beberapa yang lain sibuk mengobati luka—Yudha dan Farel yang megobati mereka, dan sisanya ada yang masih bengong buat mengisi energi karena masih belum ada tenaga buat aktivitas yang lain.

Sumpah ya ngelawan Makara sama lautan monster tadi tuh bikin tenaga mereka menurun drastis.

"Sav..." panggil Yudha. "Sini, aku obatin lukanya."

Yudha gandeng tangan Savina dan mengajak cewek itu ke tempat dia tadi mengobati luka Raka. Mereka duduk persis di sebelah Farel yang lagi ganti perban kaki Reza.

Setelah mengeluarkan antiseptik pembersih luka, obat merah, kapas, dan berbagai keperluan lainnya, Yudah mengobati luka Savina yang ada di wajah, tangan, dan kaki. Lengkap emang lukanya karena tubuhnya beberapa kali kebanting dan kena sayap Makara yang gak bisa dibuat terbang itu.

Mereka gak cuma diam aja. Savina sambil cerita tentang kejadian beberapa menit lalu yang membuatnya hampir kehilangan nyawa. Dia sendiri pun gak expect bakal melewati maut yang PERSIS DI DEPAN MATA.

"Sebelum Kan Dan teriak, aku udah sadar dari belakang tuh kayak ada yang mendekat. Aku kira salah satu dari kalian. Nah pas Kak Dan teriak baru aku sadar kalau yang di belakangku bukan kalian," cerita Savina sambil sesekali meringis kesakitan.

Yudha berhenti sebentar. "Perih ya?" tanya coeok itu dengan wajah khawatir.

Savina ngangguk terus senyum. "Tapi gapapa, Mas. Masih kecil ini mah," ucapnya yang membuat Yudha terkekeh pelan.

Iya deh yang lagi diobatin ayangnya.

"Aku pikir kalau aku maju atau balik badan monster itu bakal panik, merasa terancam, dan nantinya malah agresif jadinya aku lawan dia tanpa balik badan biar dia gak sadar sama next movement-ku. Kayak yang Paoa bilang, jangan biarkan lawan mengetahui pergerakan kita selanjutnya biar bisa kita kalahkan."

Yudha beralih mengobati tangan Savina. "Yang buat aku bertanya-tanya dan takjub, gimana kamu bisa menusuk pas di dada monster?"

"Aku dengar dari cara jalannya. Dai pernah kasih tau cara dia bertahan dari lantai atas gedung sampai ketemu aku di pos satpam. Katanya kita harus mengenal mereka entah dari cara jalannya, kelemahannya, atau kebiasaan mereka. Hal itu membuat kita lebih mudah mengindar."

Yudha gak kaget sih. Dai itu jadi salah satu bukti manusia bisa survive karena akal yang Tuhan kasih ke mereka lebih dari makhluk lain.

"Dari situ aku coba analisa berdasarkan suara jalannya. Ternyata monster di belakangku itu jalannya diseret karena ada suara gesekan ubin kayak pas kaki kita sakit terus jalannya diseret gitu. Nah monster yang jalannya di seret gak mungkin punya badan lebih tinggi daripada kita. Makanya aku mutusin langsung tusuk sejajar sama telingaku biar paling gak kena mulutnya. Baru nanti aku lawan lagi setelah tau monster apa yang ada di belakangku."

Yudha speechlees. Dia tau sih Savina itu keren. Dari dulu cewek itu gak pernah gak keren—pantes banyak yang naksir. Tapi tetap aja kejadian itu adalah sesuatu yang baru dan membuat dia amazed.

"Ternyata analisisku benar kalau monster itu salah satu monster yang jalannya diseret. Aku juga kaget sih bisa nusuk pas di dada monster Mermaid. Tapi kalau diperhatiin lagi, itu tuh gak pas di dada. Agak ke atas gitu makanya gak bisa sampai ngebunuh. Baru deh pas aku penggal kepalanya, dia mati."

Farel nanya, "reflek lo emang secepat itu ya, Vin? Gimana bisa di keadaan mendesak dan waktu sedikit itu, lo bisa ambil keputusan yang menurut gue complicated. Gak gampang buat analisis gerak terus langsung kepikiran kalau itu monster yang jalannya di seret dan lo tusuk dia. Padahal lo gak tau itu monster apa. Bisa aja keputusan lo salah dan berakibat fatal."

BACK TENSION, RELEASE! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang